Venus Flytrap, A Carnivora

 


Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).

 

Ayat di atas awalnya membuat saya bingung. Bingungnya adalah kenapa dimisalkan dengan daging saudara yang sudah mati? Lagian, biarpun dibilang begini, tetap saja rasanya ghibah itu nikmat banget. Kenapa ya ngomongin orang enak banget? Haha... Saya mencoba mencari penyebabnya dengan keterbatasan saya sebagai manusia. Bukan dibahas dari segi tafsir Qur’an ini. Lagian saya juga bukan orang yang punya ilmu untuk tafsir. Tapi, mari sedikitlah kita melihat diri kita.

 

Sebelum lanjut, mari kita bahas tafsiran dari Imam Qurthubi (dari penjelasan di muslim.or.id) mengenai hal ini, yaitu...

 

Pertama, ghibah itu mengoyak kehormatan orang lain. Seperti kita mengoyak daging, begitulah kita mengoyak kehormatan atau harga diri orang lain.

 

Kedua, permisalan ‘bangkai dagung saudaranya’ sebagai permisalan bukan daging hewan karena ghibah itu sangat dibenci oleh Allah.

 

Ketiga, disebut ‘mayat’ karena orang yang digibahi tidak mampu untuk membela diri, seperti mayit.

 

Keempat, disebut dengan permisalan yang amat buruk agar hambaNya menjauhi dan merasa jijik dengan perbuatan tercela tersebut.

 

Nyatanya? Tidak demikian. Malah, perilaku itu yang disuka banyak orang. Terutama kite yang perempuan. Iya, kita kembali lagi nilik Al Hujarat yang banyak membahas tentang hubungan sosial antar manusia yang kadang gemesin. Udah tuh kemarin dibilang jangan ngerendahkan orang lain, karena siapa tau orang itu lebih baik dari kita. Terutama yang perempuan noh, sadar diri kita tuh!

 

Kalau banyak baca tentang perempuan, emang kemampuan nyerocos perempuan itu hebat banget, kadang gak mikir panjang, pokoknya apa yang dirasakan, itu yang bener. Soal beneran bener atau gak, belakangan, diomongin dulu. Iya, kalau bener namanya ghibah, kalau bohong namanya fitnah. Fitnah bahkan sebutannya lebih kejam daripada pembunuhan! Nah, kena lagi kan!

 

Saya lagi gak mood buat bahas otak perempuan dan laki-laki, nanti jadi kuliah. Bisa dibaca aja di jurnal-jurnal yang bertebaran. Alasan utamanya juga malas, haha. Eniwei. Kita sebagai manusia sebenarnya sadar kalau kita ini serba kurang, lemah, dan butuh orang lain. Di saat yang sama kita pengen keliatan kuat, hebat dan mandiri. Kalau orang yang mengenai potensi dirinya, dia akan cari cara untuk beneran kuat dengan memaksimalkan potensinya itu. Tapi, kalau orang yang males, pengen yang praktis-praktis, no ribet-ribet klub, pasti akan menaikkan dirinya dengan menjatuhkan orang lain.

 

Ih, aku gak kayak gitu ya!

 

Iya, sih, saya percaya aja kalau kita semua emang gak ada niat mau menjatuhkan teman kita, atau orang yang kita kenal. Atau mungkin kalau pun ada, yaaaaa gak signifikanlah. Tapi, coba kita pikirkan, kenikmatan ngomongin keburukkan itu adalah bentuk dari kita merasa lebih baik, lebih tahu, lebih hebat daripada orang tersebut.

 

Kita membuat spekulasi-spekulasi kemungkinan yang ada. Seolah-olah paling tahu, seolah-olah hidup di kehidupan dia. Sudah sok tahu, kita gak mau bertanggungjawab. Maksudnya nih, kita tahu orang itu punya masalah, tapi kita gak mau menyelesaikan masalah orang itu. Masalahnya aja yang dibahas terus, tapi tidak solutif. Misal nih, kalau julid ada yang gak nikah-nikah, kenapa gak sekalian ditawarin buat dicariin, dibayarin nikahannya, gitu kan ya, kelar. Haha. Bukan, ini bukan curhat saya.

 

Selain itu, anggaplah kalau berita itu benar, untuk apa sebenarnya kita ulang-ulang, untuk apa disebarkan, untuk apa dibicarakan? Kalau perlu diseminarkan sekalian, biar resmi. Tapi nyatanya kita gak berani buat ngomong langsung ke orang tersebut. Kenapa? Karena emang kita itu lemah, kita takut. Kita takut kalau ternyata yang kita omongkan ternyata salah dan hanya membuat kita malu. Akhirnya, kita merasa lebih rendah lagi.

 

Kalau pun ternyata benar, wah, makin naik harga dirinya. Astagfirullah... Tapi, uniknya Allah gak langsung menghukum orang-orang begini. Dibiarkan dulu naik setinggi-tingginya, orang begini, ditegur kayak mana tuh gak mempan. Sekalinya dijatuhkan, langsung berasa dunia jahat, eh selama ini hidup ngapain?

 

Iya, ini saya bahas diri saya sendiri. Saya kadang merasa punya kemampuan membuat orang percaya dengan omong kosong saya, jadi sekarang suka takut kalau ngomong sembarangan. Serem, gaes. Karena omongan kita yang aneh-aneh itu juga dihisab oleh Allah. Jadi, jangan suka ngomongin orang lain. Kalau lagi ngomong sama temen, pas nyerempet ghibah, Ya Allah langsung merasa bersalah, udahlah kita sudahi pembahasan ini.

 

Oh ya, salah satu teman juga cerita. Dia dinasehatin sama orangtua, jangan menjelekkan atau menghina seseorang yang tidak mengenal kita atau yang tidak dekat dengan kita, misalnya artis. Karena, kapan kita mau minta maaf sama mereka? Mereka aja gak sadar diomongin. Orang yang diomongin itu tanpa sadar akan mendapatkan pahala kita karena kita berbuat zalim dengan mereka. Iya, kalau pahala kita banyak. Kalau sedikit? Ngutang pahala, dong! Ditagih di akhirat lebih serem, gaes. Percaya deh!

 

Begitu. Jadi kenapa ghibah itu nikmat, karena kita merasa kita lebih baik daripada orang itu. Dalam waktu yang singkat, kita menikmati posisi kita yang lebih tinggi dari orang itu. Dalam waktu yang singkat pula, pahala kita dikirimkan buatnya. Inilah semacam superioritas untuk menutupi inferioritas kita.

 

Padahal manusia ada baik dan buruknya. Ada bener ada salahnya. Kenapa dibahas salahnya terus, gak ngasih solusi pula. Mari belajar berempati dengan orang lain dan menjaga kehormatan saudara kita. Kalau kita benar-benar hebat, bicara langsung dengan orang itu, katakan apa yang kita pikirkan dan rasakan dengan baik. Kalau orangnya mau dimuhasabahi insya Allah bisa selesai kok. Tapi kalau kita diem-diem bicara di belakang, masalahnya malah gak selesai. Atau mungkin emang itu yang kita inginkan? Biar ada bahan pembicaraan?

 

Tanpa sadar, kita memakan daging saudara kita sendiri. Udah jadi kanibal, merangkap zombie kali ya. Bisa menyebarkan orang lain untuk ikutan makan daging saudara sendiri. Cara membunuh zombie, ya dengan dipotong lehernya. Ya mana maulah dipotong lehernya!

 

Berhenti ghibah ini bukan hanya demi kehormatan saudara kita, tapi demi kehormatan diri kita sendiri. Seperti pembahasan sebelumnya tentang dandelion, mau kita jadi orang yang dikenal suka ngomongin orang lain? Akhirnya gak ada yang mau berteman karena takut diomongin di belakangnya? Gak mau kan? Yuk, kita sama-sama berhenti. Apalagi itu tuh tren spill the tea di twitter. Udah cukup, cukup. Kalau ada masalah langsung aja, gak usah lewat sosmed, nambah masalah dunia aja.


Wallahu 'alam bishawab

Komentar