Every Rose Has Its Thorn


 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim(Terjemahan QS. Al-Hujuraat [49]: 11).

 

Ada beberapa hal yang saya sadari. Waktu itu saya menonton video yutub dari mba Gita, terus kebetulan juga baca buku Mengkritik Feminisme. Tiba-tiba terpikir begini saja. Selain itu, beberapa minggu yang lalu, trending berita tentang perempuan Indonesia yang diblokir oleh laki-laki bule. Karena perempuan Indonesia dianggap kampungan. Belum lagi komentar Indonesia yang menghujat aktris Drama Korea yang bertema rumah tangga, intinya pelakor lah.

Ah, eniwei, itu bikin kepala pusing. Langsung saja.

Seringkali kita beranggapan bahwa kita adalah perempuan yang berbeda dengan perempuan yang lain. Kita lebih baik dan lebih hebat. Bisa jadi kita tidak suka dengan perempuan yang lemah lembut, suka make-up, ramah dan sebagainya. Kita menganggap diri kita lebih mandiri, tangguh dan kuat dibanding mereka. Di saat yang sama kita juga pengen jadi cantik, disukai banyak orang dan menjadi orang yang menyenangkan. Ada pula saatnya kita merasa rendah diri karena lemah, ingin menjadi lebih kuat dan tangguh. Padahal di saat yang sama, kita merasa segalanya tidak mudah.

Kalau dilihat lagi, apa sih yang membedakan kita dengan perempuan yang lain? Kita merendahkan perempuan lain hanya karena mereka “lemah” atau terlalu “keperempuanan”? Memangnya apa yang dari diri kita lebih dibandingkan mereka? Karena perempuan lain itu cerewet, ember, suka ngomongin orang? Sampai-sampai ada yang tidak mau berteman dengan perempuan, maunya sama laki-laki aja yang cuek. Benarkah?

Sebenarnya tidak juga. Kalau kita lihat lebih dekat, siapa sebenarnya yang tidak kita sukai, perempuan secara khusus? Sifatnya yang buruk? Atau bahkan orang itu sendiri? Hati kita, kita sendiri yang bisa mengenalinya.

Perempuan lembut, perempuan kuat. Semua sama saja. Jika semuanya berbuat baik. Apakah perempuan yang kuat akan menyenangkan jika kalian melihatnya berbuat kerusakan? Tidak. Lalu apakah perempuan lembut akan menyebalkan jika ia mengasuh anaknya seorang diri dengan sabar? Tidak. Semuanya hanya tergantung persepsi kita. Kita terlalu mudah menggeneralisir atau mengumumkan segala sesuatu yang khusus. Kalau kita lihat lebih dekat, setiap perempuan punya kisah hidupnya sendiri. Mengapa mereka melakukan sesuatu, bisa jadi karena mereka belajar dari lingkungannya.

Apakah kita membenci perempuan? Atau membenci sifat buruknya? Atau membenci orang itu sendiri?

Jika membenci perempuan secara umum, ini jelas salah. Karena kita sendiri adalah perempuan. Kita adalah bagian dari mereka. Bagian dari perempuan yang kita tolak. Kita mengaku lebih baik dari mereka untuk menutupi kekurangan kita. Superioritas menutupi inferioritas. Kita ingin menjadi cantik, tapi takut dengan pandangan orang lain kalau kita berpenampilan rapi dan indah. Perempuan lain bisa cantik karena mereka percaya diri dengan penampilannya. 

Jika kita membenci orang itu sendiri, berarti ini masalah pribadi kita. Kita hanya melihat keburukkan orang itu, kita tidak percaya bahwa ia punya kebaikkan dalam dirinya. Kita tidak mau memaafkan orang lain itu, karena selalu teringat dengan keburukkannya, yang bisa jadi menimpa kita. Padahal, kalau lihat lebih jauh, ia juga punya kebaikkan yang tersembunyi. Karena kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat. Sebuah fakta tidak akan berarti apa-apa jika kita memandangnya dengan subjektif.

Jika kita membenci sifat buruk itulah posisi yang tepat. Saya tidak membencinya, saya hanya benci sifat buruknya. Jika ia ingin berubah menjadi lebih baik, saya akan menerimanya. Di balik keburukkan haruslah tersimpan kebaikkan. Siapapun berhak mendapatkan kesempatan kedua jika ia mengambilnya dan mengusahakannya.

Jauh daripada itu, hal ini bahkan masuk sampai ke ranah pelecehan seksual, misalnya.

Kita sering menyalahkan korban pelecehan seksual dengan mengatakan mereka terlalu lemah, “Situ sih pake bajunya pendek”, “kok lemah sih gak melawan?”, atau “lapor aja kali, kok takut banget, gitu doang”. Padahal masalahnya gak semudah itu.

Mungkin memang benar pada suatu situasi mereka pulang larut malam, pergi sendiri, berpakaian pendek, dan sebagainya. Tapi tidak ada satupun yang ingin dilecehkan. Bukan saatnya kita menyalahkan korban. Pada situasi pelecehan seksual, bahkan kekerasan seksual, korban seringkali terserang panik yang membuatnya kebingungan harus melakukan apa. Belum lagi jika fisiknya lemah dan tidak bisa berpikir jernih pada situasi genting. Kita tidak pernah mengetahuinya.

Kita tidak pernah mengalami ini, dan semoga tidak ada lagi perempuan yang mengalaminya. Ini bukanlah hal yang mudah. Perempuan bukan saatnya merendahkan yang lain. Termasuk pada hubungan yang tidak sehat, baik yang pacaran ataupun menikah. Well, ini bukan berarti saya mengatakan pacaran itu sah, tidak. Tapi ini adalah kenyataan di tengah-tengah kita. Kita meminta orang lain dengan mudah untuk putus dan hidup dengan kuat setelah itu, tapi kita tidak menemaninya.

Korban membutuhkan banyak bantuan ketika mengambil keputusan, kita sebagai orang terdekat, terutama perempuan, harus saling membantu agar ia bisa kembali hidup tanpa bayang-bayang ketakutan di masa lalu. Bisa jadi ia punya anak banyak yang ia pertimbangkan masa depannya, bisa jadi ia punya hal lainnya yang ia pertimbangkan.

Semua ini bukan sekedar karena “perempuan”, tapi juga sebuah kejadian! Ini adalah kejahatan, kriminalitas, penganiayaan, kedzoliman! Maka perangi kedzoliman itu, bukan perangi manusianya. Munculnya kedzoliman ya karena sistem buruk yang ada di tengah-tengah kita. Kenapa sistem? Karena masalah ini bukan hanya dialami oleh satu atau dua perempuan saja, tapi banyak! Masalah ini sistemik. Tidak cukup dengan menyelesaikan masalah perempuan saja.

Adapun kita, perempuan, yang merasa tidak berharga. Pahamilah bahwa perempuan sangat berharga. Allah meningkatkan derajat perempuan dengan menurunkan hukum untuk melindunginya. Hanya kitalah yang perlu memahami, memahami hukum itu, memahami diri kita, dan memahami perempuan semuanya. Semua perempuan punya hak yang sama untuk dilindungi, hidup dan bahagia. Sama seperti laki-laki lainnya.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (Terjemahan QS. An Nisâ [4]: 124)

Tidak ada perempuan yang lebih rendah daripada yang lain, semua punya kesempatan untuk meraih surgaNya. Jika kita tidak menyukai perempuan karena hal buruknya, maka ajak ia pada kebaikkan. Jika ia tidak mau, doakan ia agar berubah. Bagaimana pun kita tidak pernah mengetahui kapan hati manusia dibukakan oleh Allah. 

Saya menulis ini untuk kita semua, perempuan, yang secara tidak sadar merendahkan perempuan lain. Bukan karena kita membenci mereka, tapi bisa jadi karena menutupi kekurangan kita, agar merasa lebih baik daripada mereka.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Terjemahan QS. Al Taubah [9]: 71)


Ayat 11 dari surah Al Hujarat tadi, sebelumnya diawali oleh ayat 10, yang berarti:

"Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."

Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyokong satu sama lain itu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya akan merasakan sakit, dengan begadang (tidak bisa tidur) dan demam” (HR. Muslim no. 2586).


Jadi, jangan mengejek perempuan lain, karena kita mengejek diri kita sendiri. Tapi bersaudaralah, dan ajak pada kebaikkan! Siap?

Wallahu a’alam bishawab
07/07/2020

Komentar

Posting Komentar