“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (Terjemahan QS. Al Baqarah: 256).
Ayat di atas menunjukkan bahwa tidak ada
paksaan untuk memasuki agama. Nah, dari sini kita bisa paham kalau tidak ada
paksaan, kita pun tidak punya hak untuk memaksa. Karena itu, dalam Islam,
ketika Rasulullah menegakkan Daulah Islam di Madinah, Rasulullah tidak memaksa
masyarakat di sana untuk masuk Islam semuanya. Hanya yang sudah mendapatkan
dakwah Islam dan bersedia secara sukarela. Karena itu, ada pula Baiat Aqobah,
yang menunjukkan kesediaan dan kesetiaan untuk berjuang di jalan Allah. Tidak
ada paksaan.
Saat itu, ada banyak yang beragama lain,
sebut saja Yahudi, Nasrani, Majusi, bahkan orang-orang yang menyembah berhala
atau hal lainnya. Semuanya tidak dipaksa masuk Islam. Tapi, mereka wajib untuk
patuh dan tunduk dalam aturan Islam berkaitan dengan tata negara. Karena,
bagaimanapun, mereka berada di Daulah Islam. Semuanya mendapatkan jaminan yang
sama, tanpa membandingkan agama mereka.
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (Terjemahan QS. Al An’am: 108).
Artinya pun, kita tidak boleh untuk memaki
sembahan milik yang lain dengan dalih untuk menyadarkan. Dakwah dalam Islam
adalah menyeru, bukan memaki-maki. Lagian siapa juga yang senang dimaki? Marah
karena Tuhannya dimaki adalah hal wajar bagi penganut agama. Tentunya kita pun
sama, kan? Bukannya menimbulkan perasaan ingin berpindah agama, hal itu malah
membuat kita membenci orang tersebut, atau bahkan membenci agama si pengolok.
Hal ini tidak menimbulkan hikmah.
Lalu, bagaimana cara berdakwah dengan
non-muslim? Rasulullah menunjukkan dakwah dengan non-muslim dalam berbagai
cara. Ketika beliau berada di Makkah, dakwah beliau adalah dakwah pemikiran
tanpa kekerasan. Beliau terus dan konsisten untuk berdakwah mengenai Islam,
tanpa bersinggungan dengan sesembahan orang Makkah pada saat itu. Ketika beliau
berada di Madinah, dakwah beliau menjadi lebih praktis. Praktis?
Iya, beliau berdakwah dengan menerapkan
hukum Islam di tengah-tengah masyarakat. Maka, orang-orang akan melihat seperti
apa sih hukum Islam itu? Bagaimana bisa Islam menyelesaikan permasalahan hidup?
Terbukti Islam diterapkan dalam 13 abad menunjukkan keagungan Islam. Sehingga,
benarlah firman Allah..
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (Terjemahan Q.S. An Nashr 1-3)
Ayat
ini menunjukkan ketika Rasulullah bisa menaklukkan Makkah tanpa kekerasan.
Rasulullah sengaja membawa pasukan dalam bentuk besar, agar warga Makkah tidak
melawan dan tidak ada pertumpahan darah, dengan begitu Makkah pun tertaklukkan
di tangan Islam. Semenjak saat itu dan seterusnya, Islam menang terus menerus
dan orang-orang masuk Islam secara berbondong-bondong.
Berbagai
negara ada yang meminta Daulah untuk datang dan berdakwah di wilayah mereka,
karena melihat keagungan Islam. Ada begitu banyak wilayah yang tertaklukkan
tanpa diawali dengan peperangan. Lagipula, peperangan adalah langkah terakhir
ketika dakwah secara terang-terangan terhalangkan secara fisik. Meskipun Islam
masuk ke wilayah itu, tidak terjadi pembantaian/genosida, tidak ada penjarahan,
pembakaran, atau hal-hal lainnya yang dilakukan oleh negara-negara lain ketika
menaklukkan negara lainnya.
Adab
Perang ini pun menjadi contoh dan menginspirasi lahirnya hukum perang atau
Konverensi Jenewa, yang berkaitan mengenai adab ketika berperang. Yah, meskipun
saat ini banyak yang melanggar, tapi Islam tidak pernah melanggar adab itu,
karena adab perang jugalah Syariat dari Allah.
Back to the story...
Intinya,
Rasulullah tidak pernah memberikan contoh untuk mengolok agama non-muslim atau
berlaku zalim kepada mereka. Tapi, tapi nih, meskipun begitu, bukan berarti
kita mengakui bahwa agama mereka benar. Setiap agama akan mengakui bahwa agama
mereka benar, tentu saja. Tapi, kalau mengatakan semua agama itu benar, itu
udah salah besar! Kalau semua benar, kenapa milih satu? Kenapa enggak dua aja?
“Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Terjemahan Q.S. al-An’am : 108)
Setiap orang
akan merasa apa yang dia lakukan telah benar, sama dengan agama yang ada di
dunia ini. Semua akan mengakui bahwa apa yang dilakukan benar. Jadi berdebat
tentang siapa yang benar tidak akan selesai, tapi dengan menjelaskan kebenaran
agama masing-masing, kebenaran akan terlihat dengan jelas. Apalagi Islam itu
hakikatnya memuaskan akal, menenangkan jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia.
Fokuslah untuk
mendakwahkan Islam, bukan sekedar berdebat yang tidak jelas akhirnya. FOKUS!
Dengan begitu pesan akan tersampaikan dengan jelas, sebagaimana Mush’ab bin
Umair berdakwah di Madinah. Beliau meminta ijin untuk menjelaskan Islam, jika
orang-orang bersedia, maka mendengarkan, jika tidak bersedia, maka bisa pergi.
Sebenarnya sepele itu saja. Yah, meskipun fakta di lapangan kadang tidak
semudah itu.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (Terjemahan Q.S. Al Ma’idah: 3).
Kesimpulan:
Hindari debat dengan orang yang memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda. Persepsi kita dan mereka saja berbeda, membuat mereka memahami kita tidak dengan cara berdebat yang tidak jelas ujungnya.
Fokus dengan mendakwahkan Islam dan menerapkan syariat dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ada hal yang tidak bisa kita lakukan karena membutuhkan intitusi, tapi menerapkan akhlak yang baik bisa kita lakukan.
Yakinilah Islam sebagai satu-satunya agama yang benar dan diridhoi oleh Allah, jangan tertarik dengan mengatakan bahwa semua agama itu sama. Tunjukkan kepada siapa kita berpihak.
Bertindak adillah pada siapa saja tanpa memandang ras, agama atau apapun pembeda yang ada di dunia ini. Tapi, ingat, Islam juga memiliki aturan ketika berinteraksi dengan non muslim. Bukan dengan lemah dan pasrah, tapi lembut dan tegas.
Wallahu ‘alam
bishawab.
Komentar
Posting Komentar