Tes Bahasa Inggris (Part 1) : IELTS


(Kayaknya judulnya terlalu jadul, ya? Ya sudahlah biarkan saja)

Siapa yang mau menuju tes IELTS? Atau udah ada yang ikut les IELTS? Nah, kali ini saya akan mereviu pengalaman saya mengenai tes IELTS. Udah lama banget sih sebenarnya. Kapan ya? Seingat saya sih Maret. Karena saya mau mendaftar beasiswa OTS alias Orange Tulips Scholarship. Beasiswa macam apa itu dan apakah saya berhasil? Salah satu penentunya adalah IELTS ini doong! Maka, nanti akan saya bahas di akhir apakah saya lulus atau tidak, dan di tulisan lain akan saya bahas tentang beasiswa OTS dan kampus mana yang saya sasar, oke?

Seperti yang mungkin beberapa dari kalian ketahui, kampus yang berada di wilayah Benua Eropa menggunakan sertifikat IELTS untuk bisa mendaftar kuliah/sekolah atau untuk bekerja. Kalaupun menggunakan TOEFL, biasanya sih jenis iBT. Jarang banget ada yang pakai TOEFL konvensional atau paper-based. Kecuali salah satu kampus yang aku incar juga, tapi aku abaikan karena TOEFL-ku gak nyampe. Haha... Lagian tenggat waktunya lebih singkat daripada kampus satunya lagi. Ah, nanti deh, dibahas. Nanti bahas TOEFL juga. Secara umum, IELTS itu artinya "The International English Language Testing System (IELTS) adalah rangkaian tes yang dirancang untuk menguji kemampuan Anda dalam berbicara, mendengar, membaca, dan menulis bahasa Inggris." menurut British Council Foundation. Di sini juga saya melakukan tes IELTS.

Sebelum memutuskan untuk tes, pertama-tama kamu harus siapkan diri dulu, sudah siap atau belum untuk tes, dan kira-kira seberapa sih kemampuanmu untuk tes bahasa Inggris? Sayangnya, karena saya kepepet banget dan tidak menemukan semacam prediction test begitu, saya jadi pake prinsip "yang penting yakin" aja. Sebenarnya, ini bisa disebut bunuh diri, sih! Tapi, setidaknya saya punya satu senjata, yaitu buku IELTS Killer dari Inspira Books! Yah, ada penyelamat lah. Kalau bisa dibilang terjun bebas, saya masih bisa buka parasut di waktu-waktu terakhir meskipun pas mendarat tetap penuh luka, hiks. Bermodalkan buku yang tebal dan CD-nya, saya belajar dengan giat. Meskipun ada target 7.0 disitu, tapi... Yah, kalau dipikir secara akal dan logika, dalam waktu sekitar 2 bulan, kayaknya itu mustahal bin mustahil.

Setelah memulai tekad itu, saya mulai mencari tempat untuk tes IELTS. Pada umumnya, yang memiliki sertifikasi untuk tes IELTS adalah Cambridge University, IDP Australian Education dan British Council Foundation. Saya memilih yang British Council. Kenapa? Gak tau sih, mungkin jodoh. Eh, enggak ding, karena jadwalnya lebih cocok daripada yang IDP. Pokoknya masalah jadwal sih. Kalau untuk harga, sama aja, sekitar 3 jutaan. Waw, banget kan? Pas saya menghubungi orangtua untuk ikut tes ini, mencoba menguatkan hati dan jiwa aja sih. Untungnya orangtua membolehkan. Yah, Alhamdulillah. Dengan kepercayaan orangtua ini pun saya belajar dengan maksimal. Terutama bagian yang saya anggap kurang, yaitu speaking dan writing. Dua bagian ini emang yang paling sering menjadi kelemahan. Karena kita terbiasa menjadi pasif, mendengarkan dan membaca, tidak menjadi aktif, berbicara dan menulis. Ini cukup sulit karena kita harus merangkai kata menjadi kalimat yang baik dan tepat.

Setelah membayar uang yang tidak sedikit itu, saya mencoba mengikhlaskannya. Bagaimana sih rasanya uang sebesar itu hanya singgah doang di atm? Haha. Meskipun biasanya bayar SPP juga sama. Ah, pokoknya setelah itu saya lupakan. Padahal waktu itu saya bayar pas lagi perjalanan menuju Vietnam. Itu pembahasan lain lagi. Pokoknya saya sedih, eh maksudnya saya sudah menyerahkannya. Tiba-tiba entah di hari keberapa, kalau gak salah sih 2 hari menjelang tes, saya dikabari akan mendapatkan jadwal speaking sehari lebih awal. WHATS? Pokoknya liat jadwal itu jantung udah jedag-jedug, ya ampun kok malah di awal sih? Gak ngerti lagi pokoknya. Tinggal banyak-banyak belajar dan nonton video tips gitu deh. Saya juga belajar speaking dengan teman. Ya, kembali saya tekankan, saya gak les sama sekali. Karena les pada umumnya butuh waktu 2 bulan dan uangnya akan keluar lebih banyak lagi. Jadi, demi menghemat dompet, saya memutuskan untuk otodidak. Asli bunuh diri!

Tibalah hari speaking! Speaking diadakan di Hotel Harper Mangkubumi, Yogyakarta. Ya, saat itu saya di Yogyakarta. Tes diadakan sekitar pukul 17.00 dan saya datang pukul 16.00. Jelas dong! Daripada jantung jedag-jedug terus kan? Mending datang lebih awal dan melihat kondisi. Oh ya, disini juga tes lain diselenggarakan. Tapi, ruangannya berbeda. Saya dipanggil lebih awal setengah jam, mungkin karena peserta lain sudah masuk duluan. Sebelum masuk, saya difoto dulu untuk keperluan sertifikat. Berulang kali difoto dengan alasan mata saya selalu menutup. Ah, mohon maaf bapak, mata saya memang sipit, tidak ada gunanya! Ini disebut diskriminasi! Rasisme! Eh, ngegas. Gak kok, hehe, bercanda. Emang mata saya sipit, bapaknya aja yang belum nyadar. Pokoknya, setelah drama foto, saya dipersilahkan masuk dengan syarat setelah tes saya kembali lagi untuk foto. Ternyata drama foto belum selesai, bung!

Saya masuk dan disambut oleh seorang perempuan. Saya bingung, sih. Apakah beliau ini native speaker atau orang Indonesia? Karena wajahnya Indonesia banget, tapi kan kita tidak bisa menilai dari penampilan. Yah, saya sedikit bersyukur karena beliau perempuan. Jadi, sedikit mudah untuk akrab, lah. Setelah perkenalan dan sebagainya, masuklah ke pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang saya dapatkan di sesi pertama tentang lingkungan saya tinggal. Ya, untungnya salah pelajari ini. Jadi, saya jelaskan tentang tempat saya tinggal di Yogyakarta, hal-hal menarik dari tempat itu dan sebagainya. Langkah awal yang bagus. Kedua, saya diberikan kertas dan diminta untuk menuliskan pendapat saya mengenai suatu tema, yaitu makanan. Saya pun menulis dengan tulisan ala kadarnya selama beberapa menit, kemudian mempresentasikan tulisan itu. Saya sebenarnya cukup terkejut dengan pertanyaan ini. Saya tidak pernah menyangka akan ditanya mengenai makanan. Bagi saya, makanan itu hal yang abstrak. Bertanya mengenai makanan kepada perempuan itu akan menyusahkan. Ehm, sebagian perempuan. Terutama perempuan yang susah makan macam saya.

TIPS!
Untuk speaking bagian 3, biasanya berkaitan dengan yang bagian 2! Jadi, kalau misalnya kamu dapat pertanyaan tentang makanan, biasanya untuk bagian 3 akan dibahas tentang itu!

Saya mana tau makanan! Di Indonesia, makanan favorit itu sangat beragam! Saya menjawab tentang nasi. Siapa yang mau menolak bahwa nasi adalah makanan favorit mayoritas penduduk Indonesia? Baru salah mulai intro, tiba-tiba udah diberhentikan oleh mbaknya (saya panggil mbak saja, ya), padahal saya baru aja mau membahas tentang nasi goreng, nasi lemak, nasi padang, duh, mbaknya gak sabaran. Haha... Terus, melanjut ke sesi 3, membahas tentang "Membuat Makanan Sendiri", maksudnya sih tentang menanam. MANA SAYA TAHU! Wahai, pembuat IELTS, pernahkah Anda memikirkan saya yang kuper ini ditanyai mengenai ide tanam-menanam yang masih sangat asing di Indonesia? Saya menguras semua laci-laci informasi yang saya punya di otak dan mulai bercerita dengan lancarnya. Lancar sih, benernya gak tau. Haha... Setidaknya saya bersyukur mbaknya bisa angguk-angguk. Artinya, paham. Pokoknya saya positive thinking aja deh.


Setelah selesai, saya pun pulang dengan hati yang pasrah. Ya, terserah bagaimana lah. Pokoknya saya serahkan hasilnya kepada Allah. Saya mau pulang, mau tidur, mau nangis. T.T


Esoknya...


Esoknya, saya kembali ke Hotel Harper dan mulai mengantre dengan peserta lainnya. Lumayan banyak juga. Hasil pengamatan dan pendengaran saya, banyak dari peserta berumur lebih dewasa daripada saya dan melakukan IELTS lebih dari sekali! Waw! Sungguh jiwa pejuang keras yang perlu saya hormati! Saya mendengar perbincangan mereka tentang tes dan sebagainya. Yah, umumnya tentang pengalaman yang sebelum-sebelumnya. Saya akhirnya masuk ke ruangan semacam ballroom dan dibentuk seperti kelas. Begitu masuk, dilarang berbicara! Pokoknya ketat banget, bahkan barang yang bisa dibawa di ruangan hanya KTP dan Kartu Peserta! Untuk alat tulis udah dipersiapkan. Trus kenapa saya beli pensil, yak? Yaudah deh, pasti akan dipakai suatu hari nanti. Pasti!

Tes pertama dimulai! Yaitu Listening, mari kita dengarkan. Untuk suaranya terdengar cukup jelas, tapi otak saya agak sulit menguraikannya. Karena pengucapannya yang sangat Inggris sekali. Eh tadi dia ngomong apa? Beberapanya hanya saya duga saja. Trus ada juga yang ngomong dengan dialek pendesaan berhubung temanya tentang pertanian! Seperti mimpi buruk pas speaking kemarin! Meskipun ayah saya seorang Dosen Pertanian, tapi saya tidak tahu sama sekali. Ah, apalagi dengan orang yang punya dialek semacam ini. Lalu ada juga temanya psikologi. Wah, saya cukup beruntung, sedikit. Setidaknya tanpa perlu bergantung dengan pendengaran, saya bisa menjawab dengan pemahaman yang ada di otak.

Tes selesai, lanjut ke tes selanjutnya. Yaitu, Reading. Untuk reading passage tidak sebanyak TOELF. Reading Passage IELTS hanya sekitar 4 saja, tapi isinya panjaaaaang bangeeet. Nah, kudu mengerahkan konsentrasi penuh. Cobalah untuk membaca soal terlebih dahulu dan menjawab yang paling mudah. Tapi kadang-kadang ada juga soal yang berlanjut. Misalnya, soal nomor 5 hanya bisa dijawab jika nomor 1-4 sudah terjawab. Kurang lebih demikian. Saya pikir lebih enak membaca sembarang tulisan, tapi tidak juga. Ternyata membaca paragraf secara runtut lebih baik. Hem. Kala itu tema yang saya baca berkaitan dengan sejarah dan makanan? Apakah tema IELTS saya tentang makanan semua? Saya tidak tahu.

Tes selesai, lanjut ke tes selanjutnya. Yaitu, Writing. Ini adalah tes yang paling bikin saya deg-degan setelah tes speaking! Memang sih yang ditakuti oleh orang-orang yang belajar bahasa Inggris otodidak dan sekolah saja seperti saya ini adalah kemampuan menyusun kalimat bahasa Inggris. Kalau orang lain yang bicara atau disuruh membaca saja, mungkin bisa ngerti. Tapi bagaimana kalau harus menulis? Tes Writing ini dibagi menjadi 2 sesi. Sesi pertama menulis secara deskriptif. Biasanya akan disajikan bagan, diagram, atau denah ruangan. Disuruh untuk menjelaskan data yang telah diberikan. Sesi kedua menulis opini. Biasanya akan diberikan tema. Dan tebak, saya mendapatkan tema apa? Yap! Tentang makanan! Aelah dari kemaren makanan mulu. Sedih diriku yang tidak punya selera makan ini. Seandainnya tes speaking dilakukan setelah tes writing, setidaknya saya punya gambaran kudu ngomong apa yekaaaan? Sedih... Don't touch me! Saya mengisi sesi kedua dulu baru sesi pertama, karena sesi kedua lebih tinggi nilainya. Daan setelah selesai saya langsung menghitung jumlah kata yang ada, karena untuk sesi pertama 150 words dan sesi kedua 250 words. Sambil menghitung, eh waktu habis.


Demikianlah tes IELTS yang saya laksanakan. Penuh drama dong ya! Tidak ada yang tidak drama dalam hidup saya.


Lalu bagaimana hasilnya?


Hasilnya diumumkan sekitar 2 minggu setelah tes. Deg-degan yo pasti, namanya juga manusia. Apalagi ini untuk persyaratan kuliah. Standarnya 6.5. Dan saya dapat 5.5! Hahahaha. Malah ketawa. Ya, syukurilah dulu. Segala sesuatu itu harus disyukurin. Yang paling tidak saya sangka adalah speaking saya nilainya 6.0! Itu lumayan loh! Haha... Karena saya sama sekali tidak les jadi cukup bersyukur lah. Mungkin sedikit lagi. Sedikiiiit lagi kudu semangat dan usaha dan berdo'a!


Demikian review tesnya. Selanjutnya saya bahas tes TOEFL yak! Byeeee...



Komentar