Shopaholic!



Katakanlah; ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Terjemahan Q.S At Taubah ayat 24)
Pernah gak sih punya keinginan untuk membeli sesuatu meskipun sebenarnya gak butuh-butuh amat? Apalagi kalau ada diskon gitu ya? Atau beli dua gratis satu. Atau semacamnya? Hem, apakah perbuatan demikian baik atau tidak? Tentunya, banyak yang akan menjawab bahwa perbuatan demikian itu tidak baik. Tapi, kok masih dilakukan? Itu pertanyaan selanjutnya.
Keinginan untuk menyukai hal-hal yang indah adalah suatu fitrah yang diberikan Allah kepada manusia. Artinya, boleh-boleh saja kalau kita menyukai sesuatu yang kita pandang indah, dan ingin memilikinya. Seperti yang tercantum di firman Allah.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu; wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” (Terjemahan Q.S Ali Imran ayat 14)
Artinya, mencintai hal-hal yang indah itu boleh. Tapi menjadi masalah kalau kita lupa bahwa semua berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Saya sendiri juga kadang suka lupa diri kalau melihat sesuatu yang indah-indah. Apalagi kalau melihat media sosial yang sukanya promosi atau endorse-endorse gitu. Terutamanya sih, kalau saya adalah buku-buku, atau jilbab-kerudung (apalagi kalau warna pink!), alat-alat rumah tangga yang portable, trus semacam itu, deh. Kadang suka lupa diri.
Alhamdulilah, saya orangnya penuh pertimbangan. Saking banyaknya pertimbangan sampai-sampai gak jadi beli. Haha... beberapa pertimbangan yang saya pikirkan adalah kegunaannya, masa pakai, kualitasnya, harganya dan keindahannya. Lamaaaa sekali kayak milih jodoh (padahal jodoh juga gak tau dimana), akhirnya kadang-kadang cuman beli satu doang.
Nah, waktu itu saya sempat kepikiran untuk beli barang di olshop internasional. Bayangin ya, kalau ongkir seindonesia aja kadang-kadang berat di kantong, apalagi kalau ongkir antar negara, antar benua. Gak tau deh harus jual hape dulu kayaknya. Tapi setelah bertimbang banyak, saya memutuskan untuk membeli. Lalu, baru saja saya mau ke bank untuk ngurus sms banking dan membuat akun paypal, tiba-tiba muncullah ayat ini...
“(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dengan itu disetrika dahu, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka ‘inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.’” (Terjemahan Q.S At Taubah ayat 35)
Ayat ini muncul dari edaran pesan WA yang saya dapat dari seorang teman. Tiba-tiba saya jadi seram sendiri. Ditambah dengan ayat ini :
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Terjemahan Q.S Al Baqarah ayat 195)
Sebenarnya, dalam islam segala sesuatu pasti akan dipertanggungjawabkan. Termasuk barang-barang yang kita beli. Kadang-kadang kita hanya lapar mata. Hanya menginginkan sesuatu yang belum tentu kita butuhkan. Akhirnya muncullah sifat boros, pelit, dan hobi ngutang. Karena kita memaksakan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang belum tentu dibutuhkan. Bahkan bisa jadi malah merugikan diri kita sendiri.
Hal ini termasuk juga dengan barang koleksi. Meskipun beberapa koleksi tidak mengeluarkan uang, tetap juga ada usaha lebih yang kadang-kadang tidak penting untuk dilakukan. Mencari atau mengumpulkan sesuatu memang mubah hingga ada hukum yang menetapkannya, tapi kalau kita sibuk kepada hal mubah, kapan kita pindah ke hal-hal sunnah dan wajib?
Salah satu acara televisi di Korea Selatan dengan judul Hello Conselor menayangkan kisah seorang ibu rumah tangga yang gemar mengoleksi tanaman herbal. Di rumahnya penuh dengan tanaman-tanaman herbal dalam botol-botol. Ibu tersebut bahkan tidak ambil pusing untuk naik ke gunung-gunung, lembah dan jurang untuk mendapatkan tanaman itu. Padahal, keluarganya malah jadi sakit-sakitan karena rumah penuh dengan botol-botol herbal yang tidak juga digunakan. Nah, sayang sekali, kan, usahanya?
Banyak juga, nih, teguran bagi pecinta buku. Jangan membeli buku hanya sekedar untuk koleksi. Saya punya teman yang seperti itu. Dia senang aja liat rak bukunya penuh dengan buku yang hardcover. Padahal harga buku hardcover itu gak murah, loh. Minimal Rp 80.000 – 100.000, itupun kalau dapat harga segitu. Kadang ya lebih, sesuai juga dengan kualitas. Kadang saya gak habis pikir dengan keinginannya itu. Tapi ya sudahlah. Toh, dianya masih belum mau berubah.
Saya juga sih, haha. Suka mengoleksi buku. Tapi sebisa mungkin saya mengoleksi buku yang saya pastikan untuk membacanya, kalau tidak saya baca, ya saya kasihkan ke orang. Karena sayang banget, kan. Buku itu kegunaannya untuk dibaca, bukan untuk dipajang!
Daripada itu, mending koleksi kebaikan, deh. Pahala atau amal jariyah bisa menjadi koleksi yang paling baik. Baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia kita akan mendapat balasan yang tidak kita duga, di akhirat kita akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Enak banget, kan?
Memang, sih, meninggalkan kebiasaan mengoleksi itu agak susah untuk direm. Apalagi kita, kaum hawa, yang suka kalap kalau liat tulisan diskon. Tiba-tiba butuuuh aja. Padahal mah enggak. Nah, teman-teman bisa liat di film Confession of Shopaholic. Tentang seorang perempuan yang punya banyak utang di kartu kreditnya karena keseringan belanja barang bermerk yang tidak semuanya ia gunakan. Hanya untuk kepuasannya saja.
Akhirnya ia ikut kegiatan konseling kelompok yang terdiri dari orang dengan gangguan yang sama. Gangguan keranjingan belanja! Semuanya membahas tentang pertemuan mereka dengan barang-barang yang membuat duit habis, juga keuntungan dari perilaku dan kerugian dari perilaku tersebut. Lalu, di akhir pertemuan, mereka diminta untuk membuka baazar dan melelang barang-barang mereka. Perjuangannya sangat berat sekali karena mereka harus berpisah dengan barang-barang yang mereka cintai.
Tapi, mereka ingat sesuatu. Bahwa, barang-barang yang mereka cintai itu tidak begitu berharga ketimbang waktu bersama keluarga. Karena banyak yang akhirnya hubungan keluarga rusak karena sibuk belanja dan menghabiskan waktu dengan barang-barang koleksi. Artinya, semua orang bisa kan untuk menyelesaikan permasalahannya kalau mau berusaha?
Beberapa yang harus diingat ketika tergoda untuk mengoleksi barang atau mau membeli barang yang tidak dibutuhkan.
Apakah barang itu dibutuhkan?
Apakah barang itu berguna?
Ketika ingin membeli barang baru, pertimbangkan barang yang lama. Apakah mau dijual, disedekahkan, atau dibuang!
Beranikah kita mempertanggungjawabkannya kepada Allah?
Intinya sih itu, kalau mau konsultasi untuk meninggalkan kebiasaan hobi belanja dan koleksi, bisa hubungi saya! (promosi terselubung)
Oh ya, setelah mendapatkan pesan WA dan merenung banyak, saya akhirnya tidak jadi membeli. Ah, nanti sajalah. Lagipula saya juga tidak membutuhkannya. Saya membeli yang lain saja. Atau lebih baik saya bersedekah. Akhirnya saya batalkan dengan berat hati dan berlinang air mata (lebay).
“Hai anak adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Terjemahan Q.S Al Araf ayat 26)
Gunungkidul, 15/02/2018
12.53 WIB

Komentar