Tidak Sendiri


Mental illness is a silent killer.

Sebenarnya saya ingin membahas mengenai depresi, tapi rasanya sulit sekali bagi saya untuk menyampaikannya. Karena saya sedih kalau mengingat berita itu. Jadi, telah berpulang pada tanggal 18 Desember 2017, Kim, disebabkan keracunan briket. Namanya saya samarkan karena saya rasa hampir semua orang tahu siapa dia. Tentu saja, hampir semua portal berita membahas mengenai kematiannya. Saya sebagai orang yang hanya tahu karya-karyanya cukup terkejut mendengar mengenai berita tersebut. Saya membayangkan perasaan keluarga dan sahabat yang ditinggalkan. Pasti sedih sekali. Begini, ya saudara sekalian. Ditinggal sosok terdekat dengan alasan bunuh diri itu sama sekali tidak menyenangkan. Tidak usah dibayangkan! Tapi, coba kita fikirkan. Seandainya ia sakit parah, kita masih bisa menemani dan menyemangati. Ketika ia meninggal, kita rela. Seandainya ia kecelakaan, kita masih bisa menyalahkan siapa misalnya, tapi tetap rela. Namun, seandainya dia mati dalam diam, bunuh diri. Kita mau menyalahkan siapa?

Saya merasa semua orang pasti langsung syok. Artinya, depresi bisa membunuh siapa saja. Mana kita tahu kalau orang yang tersenyum selama ini dan bertingkah konyol ternyata menyimpan bom waktu? Mana kita tahu selama ini ia berjuang sendirian? Fyuh, membahas ini membutuhkan effort yang luar biasa. Karena banyak orang yang kurang bisa memahami penyakit tak kasat mata ini. Penyakit mental, kecil maupun berat, itu tidak terlihat. Malah, bisa jadi, tidak terasa oleh si penderita. Karena itu, ia tidak mau bercerita.

Senyuman orang-orang yang depresi itu tidak palsu. Mereka tersenyum dengan tulus. Hanya saja, ketika mereka sendiri, mereka tidak puas dengan senyumannya. Mereka kembali terlarut dalam kesedihan dan kesendirian. Orang yang depresi, tidak bisa lagi dinasehati seperti orang-orang yang stabil. Karena, bukanlah mereka yang mengontrol pikiran, tapi pikiran yang mengontrol mereka. Inilah yang menyulitkan proses penyembuhan depresi.

Mereka tidak puas pada diri mereka sendiri dan mulai menyalahkan diri sendiri. Kadang-kadang ada juga yang sadar bahwa ia depresi, tapi tidak tahu harus bagaimana. Merasa bahwa ia salah dan tidak pantas hidup di dunia ini. Ini peringatan yang cukup berbahaya. Tidak boleh diabaikan. Jika ada yang mengatakan hal seperti ini baik tersirat maupun tersurat, maka segeralah untuk bertindak.

Namun, tindakan gegabah juga bukan solusi.

Banyak bicara dan nasihat juga bukan solusi. Karena mereka tidak membutuhkan itu. Kadang-kadang mereka hanya membutuhkan orang-orang untuk mendengarkan cerita mereka. Manusia memang membutuhkan tempat untuk kartasis atau menyelesaikan masalahnya. Bisa dengan bercerita atau menggambar. Atau beribadah.

Saya punya teman yang pernah mengalami masa depresi itu. Rasanya cukup tertekan untuk orang terdekat. Kenapa? Karena kita tidak tahu harus melakukan apa. Ketika kita mendekat, mereka menjauh, ketika kita menjauh, khawatir. Hal-hal seperti itulah. Kadang-kadang saya berfikir jangan-jangan dia sengaja melakukan itu? Ia tidak perduli dengan orang sekitarnya? Karena itu saya langsung menyampaikan saja.

“Kamu mungkin merasa menjadi orang paling menyedihkan di bumi ini. Tapi, ingatlah kalau kamu tidak sendiri. Jika saya mengatakan bahwa ada banyak orang yang lebih menyedihkan, pasti kamu tidak percaya, karena itu saya tidak mengatakannya. Tapi, itu sudah saya katakan. Pada akhirnya, saya hanya mau menyampaikan bahwa ingatlah tujuan hidupmu. Ingatlah orang-orang yang ada dalam hidupmu. Ingatlah kepada Allah. Berputus asa dari rahmat Allah itu haram. Berdoalah. Semoga Allah membantumu dari permasalahanmu.”

Panjang memang. Tapi tidak sepanjang itu juga, sih. Beberapa saya tambahkan. Hehe. Pokoknya seperti itulah. Saya berfikir bahwa orang-orang seperti itu memang membutuhkan waktu untuk sendiri. Namun, kita harus tetap memperhatikannya, kan?

Orang-orang sekitar, artinya kita, harus peka pada permasalahan sosial dan psikologis. Karena berbeda dengan penyakit fisiologis. Penyakit seperti ini tidak tampak dan tidak tepat pula dosis obatnya pada setiap orang. Setiap orang membutuhkan perlakuan yang berbeda. Perhatian yang banyak atau tidak banyak. Waktu bersama atau sendiri. Lain sebagainya.

Sebarkanlah kebaikkan dan kehangatan. Ucapkan maaf dan terima kasih. Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan orang lain. Berusahalah untuk memahami dan memaklumi. Lalu, kalian yang membutuhkan bantuan. Jangan takut untuk bercerita. Menangislah jika memang kamu membutuhkannya. Karena orang tidak pernah tahu, maka sampaikanlah.

“Jangan bersedih. Allah bersama kita.” (Terjemahan Q.S At Taubah : 40)

Yogyakarta, 31 Desember 2017

21.06 WIB

Komentar