“Bagaimana menurut kelompok Anda tentang banyaknya organisasi Islam yang ada di Indonesia ini?”
Pertanyaan yang sangat di luar bayangan tim
saya. Saat itu, kuliah Ilmu Dakwah, saya dan beberapa teman sedang presentasi
mengenai objek dakwah. Apakah ada hubungannya dengan pertanyaan di atas?
Biarlah hanya Allah dan si penanya yang tahu. Yang pasti, kami harus
menjawabnya. Saya tidak perlu berfikir dua kali untuk hal itu, tentu saja tim
kami setuju. Tidak semua dari kami berasal dari organisasi Islam, hanya 3 orang
saja. Tapi kami semua setuju dengan semua kelompok organisasi Islam di
Indonesia. Karena kelas menjadi agar riweuh, mari simak pembahasan di bawah
ini, hehe.
Berdirinya kelompok jamai’yah Islam di
dunia adalah sebuah keniscayaan, karena manusia punya naluri untuk berkelompok
dengan berbagai asas. Asas kesukuan, kemanfaatan, kerohanian, kesamaan nasib,
kesamaan wilayah, dan lain sebagainya. Semua asas itu adalah landasan
berdirinya sebuah kelompok. Bukankah kita tahu bahwa manusia adalah makhluk
sosial? Itu dulu yang harus kita pahami.
Pada umumnya, landasan berdirinya kelompok
Islam karena Q.S Ali Imran ayat 104.
“(Dan) Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada al-Khair (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”
Ayat mulia ini merupakan seruan yang sangat
jelas kepada umat Islam untuk membentuk suatu jama’ah, kelompok da’wah atau
sebuah partai politik Islam, sekaligus membatasi aktivitasnya ke dalam dua
kegiatan. Pertama, berda’wah kepada Islam (Terhadap pengikut agama lain). Kedua
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah kaum Muslimin (Khalid,
2015).
Artinya, munculnya organisasi Islam adalah
kewajiban. Landasannya haruslah dari Al Qur’an dan As Sunnah. Apa-apa yang
selain itu tidak boleh. Apabila sebuah organisasi itu tidak berdasarkan Al
Qur’an dan As Sunnah, maka ia bukanlah organisasi Islam. Bisa jadi hanyalah
organisasi jadi-jadian. Islam bukan, kafir bukan, di tengah-tengah juga tidak
mau. Jangan diikuti, nih.
Organisasi-organisasi Islam harusnya saling
bahu-membahu untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam yang dulu pernah ada.
Bukannya saing-saingan jumlah anggota, atau prestasi dunia. Bukan, bukan itu
tujuan dari dibentuknya organisasi Islam.
Meski begitu, kita tidak boleh terpecah
belah. Meskipun kita berbeda dari segi nama, namun konteksnya secara umum
tentulah sama. Pecah belah ini terjadi tak lain dan tak bukan adalah salah satu
agenda musuh yang sukses dilancarkan. Begitu banyaknya oknum yang mengaku
sebagai anggota atau partisipan yang mengirim berita palsu salah alamat dan menyebarkan
ranjau dalam selimut.
Terkadang, perselisihan itu bisa saja
terjadi. Karena manusia itu berbeda. Perbedaan itu boleh, asal bukan suatu hal
yang melanggar hukum syara’. Kenapa pula kita fokus pada perbedaan sementara
kita lebih banyak memiliki persamaan? Kenapa kita lebih memilih hidup
bermusuhan daripada hidup berdampingan? Logika yang mudah ini sulit sekali
dipahami.
Sering sekali terjadi cinta kepada
organisasi yang berlebihan. Ia tidak mau mendengar kajian dari ustadz A karena
berasal dari organisasi B. Ia tidak mau mendengar kajian dari ustadz B karena
ia berasal dari organisasi A. Begitu seterusnya. Hal ini sama sekali tidak
diperbolehkan. Karena menutup diri dari ilmu sama sekali tidak dibolehkan.
Bukankah asumsi dasarnya seharusnya kita
pahami? Organisasi Islam itu mengajarkan kebaikkan, maka ambillah kebaikkan
itu. Jangan lihat siapa yang menyampaikan, tapi lihatlah apa yang disampaikan.
Kenapa hal itu sulit sekali dilakukan? Itu bukan lain karena kecintaan berlebih
kepada organisasi. Hal yang berlebihan itu tidak baik. Termasuk urusan cinta.
Fanatisme atau ashobiyah pada kelompok
adalah hal yang dibenci oleh Allah dan RasulNya. Kecintaan tertinggi haruslah
karena Allah dan RasulNya. Bukan karena organisasi. Organisasi tidak akan
menyelamatkanmu dari adzab api neraka, tapi aktivitas dalam organisasi itulah
yang akan dihitung. Dan insya Allah akan menyelamatkanmu.
Maknanya, bukan organisasinya yang
dihapuskan, tapi perselisihannya yang dihapus. Bukan keberagamannya yang
dihapuskan, tapi fanatiknya yang dihapus.
Kalau kuku yang panjang, bukan jarinya yang dipotong, tapi kukunya.
Kalau ada masalah dengan teman, bukan silahturahimnya yang dipotong, tapi masalahnya.
Hidup damai itu mudah, kok!
Yogyakarta, 24 Maret 2017
22.20
Komentar
Posting Komentar