Goblin

Wallpaperswide.com

Kematian membuat hidup lebih indah.
Kata-kata ini berasal dari Ajjushi keceh pemeran Goblin. Ah, bukan, lebih tepatnya, oleh seorang Goblin kesepian dari drama Korea “Goblin”. Mengapa ia mengatakan demikian? Padahal, bukankah kematian adalah hal yang menyeramkan bagi sebagian orang. Bahkan Orochimaru mencari cara dengan mengganti tubuhnya ke tubuh orang lain agar bisa hidup selamanya. Kematian yang ingin dihindari oleh banyak orang. Tapi, mengapa ia mengatakan, “kematian membuat hidup lebih indah?”
Secara garis besar, drama ini menjelaskan kisah hidup dari seorang—atau sejenis—Goblin yang mendapat hukuman dengan hidup selamanya. Ia akan melihat orang-orang terdekatnya mati satu persatu, sementara ia tidak pernah menemui ajalnya sendiri. Itulah yang menyakitkan dalam hidupnya. Ketimbang mati, menyaksikan kematian orang lain ternyata lebih menyakitkan. Kenyataannya memang demikian. Ia bisa mati apabila bertemu dengan pengantin, yang sudah ditakdirkan dengannya, untuk mencabut pedang kasat mata yang menusuk jantungnya.
Demikianlah ia mengatakan, kematian membuat hidup lebih indah.
Manusia hidup di dunia hanya sementara. Bahkan sampai-sampai dinyatakan bahwa kehidupan di dunia bagaikan mencelupkan tangan di lautan, dan air yang terbawa oleh jari adalah dunia, akhiratlah seluas-luasnya air di lautan. Waktu di dunia begitu lama, sampai-sampai ketika kita sampai pada akhirat, kita hanya merasa hidup sangat sebentar. Seperti baru tadi pagi atau tadi sore. Sebentar sekali.
Karena itu, kematian membuat hidup lebih indah.
Bukankah kehidupan ini sangat melelahkan? Kita melakukan rutinitas yang begitu-begitu saja. semua hal menyenangkan dan menyedihkan datang silih berganti. Kalau pun tidak, semua kesedihan semakin parah, semua kesakitan bagaikan di neraka. Atau semua kebahagiaan semakin menyenangkan, dan semua hal yang menyenangkan bagaikan di surga. Dua kehidupan yang cukup ekstrim, namun dimiliki oleh sekian persen penduduk dunia ini.
Bukan berarti dengan kematian semua permasalahan terselesaikan. Bukan berarti kita terlepas dari semua kesedihan ataupun kebahagiaan. Tidak ada yang tahu sejauh mana kematian mampu mengesankan kita. Yang kita tahu, tidak ada yang bisa selamat dari kematian untuk menceritakan kejadian sebenarnya.
Maksud dari kematian membuat hidup lebih indah, bukan itu maksudnya.
Bunuh diri karena kehidupan sudah membunuh kita bukanlah solusi dari semua masalah. Menghindari kematian karena dunia masuih membutuhkan kita juga bukan alasan. Setiap dari kita mempunyai batas waktu sendiri-sendiri, dan sudah sepantasnya kita gunakan dengan baik. Karena kita pasti mati.
Karena kita pasti mati maka perhatikanlah batas waktu itu. Karena kita tidak tahu, bukankah itu menambah semangat kita? Semangat? Tidak juga. Beberapa orang tidak semangat. Beberapa penasaran dan bertanya pada ahli-ahli yang tidak tahu dapat ilmu darimana mengenai umur manusia. Tapi rahasia dari batas waktu itulah membuat kita menghargai waktu. Seharusnya sih begitu.
Saya sering berfikir demikian ketika menjalankan tugas dari organisasi atau dari kampus. Pada akhirnya saya akan pergi, pada akhirnya saya akan lulus. Saya menjalani kehidupan yang menyakitkan dan menyenangkan dengan sebaik mungkin. Saya mengusahakan agar selalu bersyukur, karena suatu saat, saya tidak akan merasakannya lagi. Adapun dengan semua cita-cita yang tidak akan terwujud saat saya masih berkuliah, maka saya akan mengusahakan agar orang-orang setelah saya untuk mewujudkannya.
Saya tidak bisa serta merta meminta pemakluman orangtua agar membiarkan saya berlama-lama di tempat ini. Menyusahkan saja. Lagipula saya tetap akan pergi, cepat atau lambat. Menyadari ini semua, saya semakin bersemangat dan memulai membuat strategi untuk terwujudnya cita-cita itu. Saya lebih memahami tujuan saya dan mulai menikmati waktu kuliah yang sisa sedikit ini.
Saya pikir, “ah, mungkin seperti inilah hidup yang sebenarnya.” Bukankah kehidupan di kampus sama dengan kehidupan kita di dunia? Begitu singkat? Semua kepayahan bukan masalah. Karena saya pasti pergi. Semua keindahan yang mungkin tidak saya dapatkan bukan masalah. Karena saya pasti pergi. Semuanya akan pergi. Saya atau semua kenangan itu. Jadi, semuanya akan pergi.
Kematian membuat hidup menjadi lebih indah. Dengan mengingat kematian, kita menjadi cerdas dan bijak. Cerdas dan bijak menghadapi waktu dan menghargai semua kejadian di sekitar hidup kita. Mencoba mencari semua alasan kebaikan dalam kehidupan ini. Serta tak lupa menebarkan kebahagiaan.
Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Aku bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang lelaki Anshar datang kepada beliau. Kemudian mengucapkan salam kepada Rasulullah, lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, Manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” Dia bertanya lagi, “Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdas?” Beliau menjawab, “Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling bagus persiapannya sebelum kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah, No. 4.259. Hadist hasan.)
Lagipula apa sih yang sebenarnya kita inginkan di dunia ini? Kebahagiaan, bukan? Dan kebahagiaan hakiki seorang muslim terletak pada ridho Ilahi. Ridho Allah ta’ala hanya bisa kita dapatkan dengan menjalankan semua perintahnya dan menjauhi larangannya. Tidak perlulah melakukan hal yang aneh-aneh. Tebarkan kebaikkan selagi bisa.
Tapi, karena kita memang manusia yang diciptakan dengan akal dan hawa nafsu, semua perintah itu seringkali kita abaikan dan mencoba mencari sensasi hidup yang menguji adrenalin kita dengan menolak semua kebenaran. Menolak semua peraturan Ilahi. Miris sekali, bukan?
Karena itulah kematian membuat hidup menjadi lebih indah. Dengan mengingat kematian, kita menjadi manusia. Manusia yang memang tidak hidup selamanya. Kita akan selalu berusaha untuk kembali pada naluriah kita. Pada akhirnya, kita akan menyerah, bukan untuk menyambut kematian. Tapi untuk menyambut kehidupan. Kehidupan lain yang lebih hakiki.
Dan Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia sebelum engkau (Muhammad), maka jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal? Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami. (Terjemahan Q.S Al Anbiya’ : 34-35) 
Wallahu a’lam bish shawab

Mungkin ada yang ingin singgah ke sini? J

Komentar