by design dakwah |
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Terjemahan Q.S Ali Imran:103)
Baru-baru ini kita melihat kejadian yang
luar biasa di Indonesia, atau mungkin juga di dunia. Aksi 212! Bukan aksi yang
main-main. Aksi yang dihadiri oleh jutaan masyarakat Indonesia dan berjalan
dengan damai. Tanpa cekcok dan tanpa meninggalkan sampah. Hanya meninggalkan
kenangan yang indah bagi siapa saja yang mengikutinya dan orang-orang yang
menyaksikannya. Gaung tekad itu membuat siapa saja bergetar hatinya dan tak
kuasa menahan air mata. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Sebelum lebih jauh membahas hal tersebut,
saya ingin menanyakan, motivasi, niat, tujuan, ataupun tekad apa yang membuat
begitu banyak orang mau rela datang ke Jakarta, berdesak-desakkan di sana? Artinya,
hal itu bukanlah sesuatu yang main-main dan bukan candaan. Pasti ada suatu hal
yang membuat mereka bisa bersatu dengan tekad yang insya Allah sama.
Manusia adalah makhluk sosial. Tak ada yang
bisa menolak kenyataan itu. Se-individualis-nya seseorang, ia tetap saja
membutuhkan orang lain. Kalau pun tidak cocok dengan kata membutuhkan, mungkin
lebih tepat dengan memanfaatkan orang lain. Bukankah begitu? Kejadian di dunia
ini kurang lebih karena manusia adalah makhluk sosial. Paham ini membuat orang
memilih, apakah ia membutuhkan orang lain, atau orang lain yang membutuhkannya.
Apakah ia memanfaatkan orang lain, atau orang lain yang memanfaatkannya. Sesimpel
itu kadang membuat kerusuhan yang besar.
Karena paham ini, setiap orang membuat
kelompoknya sendiri-sendiri. Dari berbagai ikatan. Seperti ikatan keluarga (darah),
suku, daerah, bangsa, negara, sosial, manfaat, dan agama. Ikatan-ikatan yang
berbeda-beda ini tentunya memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Tentunya Anda
bisa memahami, ikatan mana yang paling lemah dan paling kuat. Anda bisa
merasakannya, dan Anda bisa memilihnya.
Dunia Kapitalisme membuat semua ikatan
tidak berguna dan hanya ikatan manfaat yang paling penting. Karena dalam
kapitalisme, seorang anak bisa membunuh ayahnya demi uang. Pemberontakkan akan
muncul di tengah-tengah suku, daerah, bangsa ataupun negara hanya demi
kedudukan. Ketidakpercayaan akan muncul di tengah-tengah komunitas sosial
masyarakat, hanya karena imbalan yang tidak seberapa untuk menyambung hidup. Bahkan
mungkin, agama bisa diperjualbelikan, sehingga umat tidak percaya pada pemuka
agamanya. Dunia menjadi gelap.
Ikatan-ikatan ini hanya muncul karena
perasaan dan emosi yang sesaat. Tidak menetap dan bisa berubah sesuai situasi
dan kondisi. Hal tersebut tidak bisa dibiarkan terus berlanjut. Maknanya, kita
tidak bisa menjadikan ikatan-ikatan tersebut sebagai ikatan yang permanen,
karena bisa saja putus dan sifatnya yang memang temporal. Selain itu, ikatan ini juga
bersifat reaktif. Seperti soda, hanya berbusa ketika diguncangkan. Perasaan memiliki
ikatan hanya muncul ketika ikatan itu dirusak dan orang-orang yang di dalamnya
merasa terancam.
Namun, ada sebuah ikatan yang tak pernah
kita lihat. Ikatan itu sangat kuat. Tanpa kita sadar, ikatan itulah yang telah
mengikat orang-orang dan membawa mereka untuk berkumpul pada 2 Desember 2016.
Ikatan macam apakah yang mampu membawa mereka. Bukan sekedar ikatan ruhiyah
keagamaan, tapi juga ikatan mabdai. Karena sekedar ruhiyah tidak mampu membawa
mereka bergerak, menantang dan berdiri melawan penjajah. Ikatan mabdai, mampu
memeluk mereka dengan perasaan dan pemikiran yang kuat. Hati, pikiran dan
perilaku mereka sama. Tuntutannya pun sama.
Saya memang tidak datang di aksi 212, tapi
saya merasakan atmosfir yang sama hanya dengan menonton dari layar kaca. Saya pernah
mengikuti aksi yang semisal, meskipun yang hadir paling banyak 100.000 peserta.
Dengan jumlah itu, hati saya mampu bergetar dan air mata turun tak terasa. Seketika
kami rindu kepada Allah dan RasulNya. Seketika itu kami rindu dengan nuansa
syariah di tengah-tengah umat. Meskipun, kami belum pernah merasakannya.
Pada aksi 212 itu, tidak ada yang mengenal ikatan
keluarga, suku, daerah, bangsa, negara, sosial, manfaat bahkan agama. Banyak makanan
dan minuman yang tersajikan dengan gratis. Tidak ada yang berebutan, semua
lancar dan damai. Tidak ada yang meminta gaji. Semua yang ditemui adalah
saudara. Tidak ada yang mencari posisi atau jabatan. Semua tumpah ruang. Tidak ada
yang membawa gelar masing-masing.
Karena itulah ikatan yang sebenarnya, saat
itu kau mencintai siapapun yang mencintai Allah, dan kau tidak membenci
siapapun kecuali musuh Allah. Saat itu hatimu penuh dengan cinta dan semuanya
hanya karena dan untuk Allah. Seperti terhipnotis, semua tubuh kita bergerak
dengan sendirinya, hanya karena ikatan yang bukan main ini.
Seketika itu, kita perlulah sadar bahwa
umat bisa bangkit. Jangan berpikir terlalu dangkal dan pesimis bahwa umat Islam
akan selamanya terpuruk. Tidak! Umat Islam akan bangkit dan pasti bisa! Aksi 212
hanyalah salah satu bentuk letupan untuk kebangkitan lainnya yang lebih besar. Memotivasi,
mendorong dan menyemangati umat Islam di wilayah lain untuk bergabung dalam
kebangkitan Islam.
Sangat disayangkan jika aksi 212 hanya
berhenti dengan penegakkan hukum seseorang yang “rewel” sekali untuk mengakui
kesalahannya. Sangat disayangkan jika aksi 212 hanya berhenti sampai keadilan
hukum penjajah yang tidak jelas juntrungannya. Sangat disayangkan jika aksi 212
hanya menjadi kenangan dan bukan sebagai gertakan agar penjajah takut bahwa
umat Islam masih hidup!
Aksi ini haruslah berlanjut, sampai semua
orang menyadari bahwa kita harus melanjutkan kehidupan Islam yang telah susah
payah didirikan oleh Rasulullah dan para Sahabat. Yang selama berabad-abad
membuat musuh takut hanya dengan mendengar suaranya. Bukan hanya takut dari
segi militer, tapi juga pemikiran, perasaan dan persatuannya. Aksi ini bukanlah
aksi yang berkesudahan.
Umar Ibn Khattab R.A mengatakan, “Kita adalah umat yang oleh Allah SWT dimuliakan dengan Islam, maka bagaimana pun jika kita mencari kemuliaan dengan yang lain, maka Allah akan memberikan kehinaan kepada kita.”
Komentar
Posting Komentar