They are Us


Dengan tema yang sama, teman-teman bisa melihat Warnai Hidupmu untuk mendapatkan tulisan yang utuh, :-D

Beberapa dari kita sudah pasti pernah menonton video Bad yang diposting oleh seorang youtubers terkenal, Awkarin. Tapi, apakah saya disini akan melakukan review atau membuat video tantangan atau menjelek-jelekkannya? Tampaknya tidak, saya tidak punya urusan dengannya, maupun siapapun, karena itu saya hanya akan menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan itu.

Awkarin bukan satu-satunya remaja yang membuat heboh Indonesia. Ada banyak, seperti seorang perempuan yang menghardik polwan yang pada akhirnya dia menjadi duta narkoba, atau seorang lelaki yang bersama ayahnya menuntut seorang guru yang mencubitnya, serta banyak lagi. Dan sialnya, bisa jadi ini bukan tanpa ujung, bisa saja masih memunculkan remaja-remaja “kontroversi” lainnya.

Sebelum saya mempelajari psikologi dan islam lebih jauh, saya sering kali melaknat remaja yang penuh “kontroversi” itu dan tidak mau mendekatinya. Saya menganggap mereka adalah remaja bermasalah yang tidak akan pernah sembuh sampai kiamat. Tapi ternyata saya salah.

Setiap orang berubah, dan saya yakin suatu saat mereka berubah, entah kapan.

Kalau ditilik dari masa lalu para remaja yang penuh “kontroversi” itu, kita bisa memprediksi bahwa mereka mengalami gangguan dalam pola asuh dan kehilangan bimbingan ketika masa peralihan menuju dewasa. Apakah itu berarti orangtuanya tidak becus mengasuhnya? Tidak juga, terdapat beberapa remaja yang orang tuanya dinyatakan “warga baik-baik” tapi memiliki anak yang bermasalah. Artinya, keimanan dan kebaikan bukan suatu hal yang menurun seperti gen. Ia hanya bisa menurun jika orangtua yang mengajarnya secara langsung dengan nasehat dan perbuatan. Jika usaha itu telah dilaksanakan namun anak tetap “bandel” berarti orangtua telah “kecolongan” artinya masyarakat dan lingkungan memiliki peran dalam hal ini.

Saya merasa cukup kasihan dengan orangtua yang sudah bekerja keras mendidik anaknya namun hasilnya tidak memuaskan. Kalau saya jadi orangtua, sudah saya hapus anak itu dari silsilah keluarga, kalau perlu namanya saya coret dari Kartu Keluarga. Haha, ah enggak, hanya bercanda. Lanjut. Apakah mereka tidak tahu betapa besar harapan orangtua pada mereka untuk menjadi anak yang berbakti bagi nusa, bangsa dan agama (karena kalimat ini sering diucapkan oleh orangtua kebanyakan)?

Kalau sudah kecolongan begini, siapakah yang bertanggungjawab? Orangtua? Tidak sekedar itu, lingkungan juga bertanggungjawab untuk mengembalikan identitas remaja tersebut mengikuti norma yang “mereka inginkan” atau hukum Islam yang sesungguhnya. Karena seringkali saya melihat orang-orang hanya suka mengomentari kehidupan ornag lain tanpa bisa melakukan apapun yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menasehati dalam kebenaran.

Jangan marah kalau seandainya Allah katakan bahwa manusia itu adalah orang-orang yang merugi, selain karena mereka menghabiskan waktu percuma, mereka juga tidak mau bersabar dan menasehati dalam kebenaran. Silahkan dibuka surah Al Asr.

Kasus bullying semakin tinggi, sekarang merambat menjadi cyberbullying, kira-kira apa dampaknya bagi korban maupun pelaku? Dampaknya bisa menjadi buruk jika tidak ditangani dengan seketika. Tidak ada perhatian orangtua, maupun lingkungan membuat budaya penuh agresivitas itu meningkat. Apa menyenangkannya dari mencaci maki orang lain? Korban bisa saja menyimpan dendam dan menjadi pelaku, pelaku pada suatu saat bisa berubah menjadi korban. Dunia ini berputar, sangat kejam.

Karena itu, wahai orang dewasa yang sadar ada begitu banyaknya kerusakkan para remaja, marilah bersatu memperbaiki kehidupan mereka. Mereka rusak bukan karena mereka menginginkan kehidupan itu, bisa jadi kitalah sarana perusak itu. Sikap abai dan pembiaran kita terhadap perilaku kecil menyimpang bisa saja berefek besar pada mereka. Seperti butterfly effect, kepakkan kecil kupu-kupu di Italia mampu mengirim angin topan di China.

Remaja penuh “kontroversi” bukan semata-mata terjadi karena kebetulan, mereka disetting dan diarahkan sedemikian rupa. Sikap kita yang membenci mereka, perilaku kita yang menjauhi mereka hanya akan menambah deretan panjang antrian generasi rusak.

Stop bullying, stop cyberbullying, mari bersama merangkul para remaja untuk mempersiapkan mereka demi masa depan yang lebih baik. Orangtua, masyarakat bahkan lebih jauh memiliki tanggungjawab yang sama atas fenomena yang memprihatinkan ini!
.
.
.
.
.
Dan ngomong-ngomong, sebenarnya video Bad dari segi seni sih bagus, tapi lirik dan tampilan sama sekali tidak bagus! Ayolah, hidup kita ini diawasi oleh Allah. Bahkan untuk hal yang berbau seni, cobalah sesekali ikut kajian “Seniman Beriman” di ISI, hehe (bukan promosi). Aih, alangkah indahnya jika kreatifitas para remaja disalurkan untuk membangun bangsa, karena saya yakin, remaja memiliki ide yang luar biasa, hanya saja mereka tidak punya siapapun yang tidak mengerti dirinya.

“Ma, kenapa ya anak muda sukanya marah-marah”

“Lah, kau sendiri dulu juga begitu, kau ingat-ingatlah pas kau SMA”

Well, seringkali kita lupa bahwa kita pernah melalui masa remaja yang menyulitkan dan menyakitkan. Sakit sekali bukan ketika harus melewatinya seorang diri, lalu mengapa kita membiarkan mereka juga sendiri menjadi identitasnya?

Komentar