Beberapa
hari yang lalu kita dikejutkan dengan berita mengenai kepergian seorang lelaki
karena tersengat listrik di hari ulang tahunnya. Disinyalir ia diikat oleh
teman-temannya di tiang listrik lalu disiram air. Sesuai dengan hukum alam, hal
tersebut malah membuat ia tersengat listrik di sekujur tubuhnya hingga akhirnya
meninggal. Teman-teman yang melakukan hal tersebut tidak pernah menyadari bahwa
apa yang mereka lakukan akan membuat si lelaki tersengat listrik dan meninggal
dunia. Mereka hanya berencana untuk mengerjainya karena hari itu adalah hari
ulang tahunnya.
Tidak jauh
dari hari itu, tersiar berita seorang siswi sebuah SMP meninggal dunia karena
serangan jantung. Dengan kejadian yang sama, ia meninggal pada hari ulang
tahunnya. Teman-temannya mengerjainya dengan menuduhnya sebagai pencuri. Bukan hanya
teman-teman sekelasnya, tapi gurunya pun turut mengerjainya. Karena tak tahan
malu, siswi tersebut pingsan dan tak berselang kemudian meninggal karena
serangan jantung.
Demikianlah
beberapa berita menyakitkan banyaknya orang yang meninggal karena perayaan
ulang tahun ala Indonesia yang tidak jelas sejak kapan diadakan atau siapa yang
memulainya. Hal ini tentu saja menjadi perhatian kita semua. Nyawa sudah
melayang, waktu sudah berlalu, dan kejadian meninggalkan luka. Hanya kehidupan
yang harus terus berjalan untuk mengobati setiap luka kesalahan dan agar tak
terjadi lagi hal yang serupa.
Saya pernah
dikerjain ketika ulang tahun. Seumur-umur hidup saya 14 tahun itu, saya tidak
pernah dikerjain. Orang tua biasanya, ketika itu belum mengetahui hukumnya,
sering merayakan ulang tahun di rumah dengan memanggil teman-teman dan keluarga
untuk makan bersama. Ketika SMP saya sudah tidak begitu suka dengan perayaan
tersebut, bagi saya kekanak-kanakan, dan saya belum tahu pula hukumnya.
Ketika
itu, saya berumur 14 tahun 11 bulan 29 hari, sehari menuju hari ulang tahun
saya. Pagi hari, saya mendapat SMS teror oleh orang yang tak dikenal,
berkali-kali dengan orang yang berbeda beserta panggilan tak terjawab (karena
saya menonaktifkan suara ponsel ketika malam hari). Orang-orang itu berkata
akan mendatangi saya di kelas pagi ini. Saya sangat takut dan menangis ketika
itu. Saya sampaikan kepada orang tua dan mereka katakan untuk diabaikan saja.
Tapi, saya masih takut. Akhirnya, saya menelpon guru-guru yang saya punyai
kontaknya. Wali kelas, guru bahasa Indonesia, dan guru agama islam. Mereka
menyampaikan untuk tetap masuk sekolah, semua akan baik-baik saja dan mereka
akan membantu saya.
Saya
pergi sekolah dalam keadaan kurang baik. Saya memikirkan berbagai kemungkinan
yang akan terjadi. Saya tidak bersalah, tidak apa-apa, saya baik-baik saja. Untungnya
saya memiliki imajinasi yang tinggi sehingga mampu berfikir dengan cepat dalam
situasi terdesak seperti ini. Pada jam pelajaran ketiga, saya dipanggil wali
kelas untuk pergi ke ruang kepala sekolah. Saya diminta untuk menceritakan apa
yang terjadi pada wakil kepala sekolah tersebut. Di sekolah saya, tidak ada
guru BK, jadi wakil kepala sekolahlah yang menggantikan tugas tersebut.
Karena ketika
itu saya adalah sekretaris OSIS, maka Ketua OSIS saat itupun diinterogasi
karena khawatir orang yang menteror adalah orang yang memiliki masalah dengan
OSIS. Bahkan kasus ini hampir dibawa ke kepolisian! Hingga waktu terus berganti
sampai akhirnya pada malam hari saya baru tahu kalau mereka mengerjai saya. Mereka
yang dimaksud adalah pengurus OSIS. Betapa menyebalkannya dunia ini. Saat itu
ingin saja saya memaki mereka dan mengusir mereka dari rumah. Tapi, saya
mencoba untuk menghargai usaha mereka yang mencoba mengekspresikan rasa bahagia
kepada saya, jadi saya menangis. Saya tidak menyangka saya bisa akting
menangis, mungkin saya bisa mempertimbangkan untuk ikut main di salah satu
variety show di stasiun tv.
Sejak saat
itu, tidak ada teman-teman yang mau mengerjai saya lagi. Beberapa masih mau
melempar saya dengan tepung, tanpa telur, dan selebihnya tidak ada. Karena mereka
tahu, mengerjai saya adalah sebuah perbuatan yang sia-sia, tidak berarti dan
tidak ada sensasinya sama sekali. Bahkan hampir menyeret mereka ke meja hukum. Saya
cukup bersyukur bahwa saya memiliki afek yang cukup datar daripada orang lain
dan memiliki kecepatan berfikir saat itu. Huahahaha (ketawa jahat).
Apa yang
terjadi bila Anda dikerjain ketika ulang tahun? Setiap orang mungkin sudah akan
memikirkan banyak hal, terlepas dari cara yang efektif atau tidak efektif,
tetap saja hal yang harus mereka perhatikan adalah bagaimana cara itu bisa
efektif untuk selamanya. Karena lari tidak akan menyelesaikan masalah, hadapi
dan buat mereka jera! Loh, kok mulai ngawur. Maafkaan...
Lanjut.
Saya tidak menyalahkan orang yang berulang tahun, memangnya apa yang salah dari
bertambahnya umur dan berkurangnya usia? Itu semua adalah qadarullah. Saya ingin
memperingatkan orang-orang yang berfikir bahwa hari ulang tahun adalah saat
yang tepat untuk membunuh orang lain. Karena apa yang saya jabarkan di atas,
mengenai kejadian orang yang meninggal itu hanya sedikit saja, selebihnya
banyak yang tidak kita ketahui.
Setiap orang
berbeda, harusnya inilah yang dipahami oleh orang-orang. Ketimbang kita
memperdebatkan apakah merayakan ulang tahun itu boleh atau tidak. Karena dalam
Islam sudah jelas tidak ada yang namanya perayaan ulang tahun. Jadi, daripada
merayakan hal yang belum tentu disyariatkan, bukankah lebih baik berdoa untuk
kehidupan yang akan datang?
Tidak perlu
melakukan hal yang aneh-aneh, karena nyawa manusia hanya satu, tidak lebih. Tidak
usah coba-coba dengan nyawa orang lain. Mungkin beberapa dari kita tidak
berniat untuk membunuhnya, tapi tidakkah kita memikirkan kemungkinan resiko
yang akan terjadi kalau kita melakukan ini dan itu? Seringkali tidak, karena
hormon dopamin yang bertugas untuk menyalurkan kebahagiaan semu itu sudah
menutup dan memutuskan akal sehat kita.
Setiap orang
berbeda. Jangan berkata, “ah, hanya gitu aja nangis”, “ah, cuman segitu doang
marah”, “dih cuman segitu doang pingsan”, “gak keren”, dan sebagainya. YOU DON’T
KNOW WHAT THEY FEELS, DUDE! Kalian tidak tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan
dan seperti apa kehidupan mereka. Setiap orang memiliki ambang pemakluman
masalah yang berbeda. Ada orang yang bisa bertahan dalam situasi sulit apapun,
dan adapula yang tidak bisa bertahan dalam situasi yang kita anggap kecil. Tergantung
bagaimana lingkungan dan seperti apa ia dibesarkan.
Pernah,
suatu ketika saya kunjungan lapangan ke sebuah rumah sakit jiwa. Seorang psikolog
di sana bercerita, ada seorang remaja yang terserang stress hingga gangguan
jiwa berat hanya karena ia diejek tidak bisa mengendarai motor. Sepele bagi
kita, tapi kita tidak tahu betapa sulitnya bagi ia menerima semua cercaan
setiap hari dan tidak ada satupun yang membersamainya. Kalau sudah seperti ini,
siapa yang bisa kita salahkan?
Kejadian
ulang tahun yang seram ini bisa menjadi evaluasi bagi kita bahwa tidak setiap
orang sama dengan kita. Tidak semua orang ingin dikerjai ketika ulang tahun. Tidak
semua orang. Lebih jauh, berhati-hatilah ketika berbuat. Karena hal terburuk
bisa saja terjadi di kehidupan ini.
Apakah artinya
saya melarang teman-teman untuk mengungkapkan rasa bahagianya kepada teman pada
hari kelahirannya? Tidak juga. Cara tepat untuk itu adalah mendoakannya,
memberikan hadiah misalnya, atau pada hari itu, membantunya, mentraktir makan (yah,
permenlah kalau tidak ada duit), dan hal-hal lain. Karena kita tidak pernah
tahu apakah ajal akan menghampirinya atau kita sendiri.
Wallahu
a’lam bis shawab.
Yogyakarta, 12 Oktober 2015
Komentar
Posting Komentar