Rumput tetangga tampak lebih hijau
Artinya, apa yang orang miliki seringkali tampak lebih
indah daripada apa yang kita miliki. Membuat kita iri saja. Seringkali
sampai-sampai mengajak dengki. Iri dan dengki. Iri tersebut tidak memiliki
nilai sama sekali. Malah membuat kita membenci orang itu. Mungkin diri kita
sendiri.
Begini, seperti yang banyak sekali saya sampaikan di tulisan
saya, manusia memiliki banyak keinginan dan harapan. Keinginan dan harapan itu
bisa menjadi monster yang selalu meminta lebih. Membuat kita lengah dan
akhirnya terbutakan bahwa kedua hal tersebut bisa berubah menjadi monster yang
penuh ambisius dan tidak pernah puas. Padahal bukankah kedua hal itulah yang
menjadikan manusia lebih dari sekedar hidup? Apakah kita salah mengasuh mereka
berdua?
Bisa jadi. Bisa
jadi salah asuh, atau karena kita terlalu sibuk mengurusi keinginan dan harapan
orang lain, sampai-sampai kita lupa kalau kita memiliki mereka juga. Kita
terlalu sering iri dengan orang lain. Iri boleh, hanya sebagai penyemangat agar
kita bisa menjadi lebih baik. Tapi, bukan sebagai penghancur kehidupan orang
lain atau hidup kita sendiri.
Iri dengki yang tumbuh dengan subur, bisa saja membuat
kita kehilangan diri kita sendiri. Apakah yang sebenarnya kita inginkan? Apakah
harapan yang sebenarnya ingin kita wujudkan? Orang seperti apa yang kita
inginkan pada diri kita? Bukankah kita jarang menanyakan hal tersebut pada hati
kecil kita? Kita lebih sering mengatakan, dia memiliki kehidupan yang saya
inginkan, atau mereka sangat beruntung memiliki hal yang tidak saya miliki.
Saya ingin seperti dia, apapun caranya. Mengapa saya tidak seperti dia? Dan
lain sebagainya.
Semua pertanyaan itu tidak akan berujung. Hanya akan
memunculkan kelelahan dan kekalahan pada diri sendiri. Lelah untuk memikirkan
hal yang tidak penting. Serta kalah mengenali diri sendiri. Kita kehilangan
identitas dan keunikkan diri sendiri hanya demi memenuhi semua permintaan
ambisius yang tidak kita pahami.
Daripada menolak kenyataan, terimalah bahwa engkau
memilikimu kehidupan sendiri. Setiap orang memiliki kehidupannya sendiri, engkau
pun begitu. Jangan membuat tubuh dan jiwamu berkorban untuk impian yang belum
tentu membuatmu bahagia. Tapi buatlah tubuh dan jiwamu bahagia, maka secara
alamiah, segala sesuatunya akan indah, begitu pula dengan impian yang pada
saatnya akan terwujud. Persis seperti yang engkau inginkan atau tidak. Tepat
waktu atau di waktu yang tepat.
Semua hanya menunggu waktu. Menunggu tidak akan
menyebalkan jika engkau tidak memenuhinya dengan mengeluh perjalanan hidupmu
dan menggerutu hidup orang lain. Karena, tanpa sadar, ada pula yang rela
menjual jiwanya untuk membeli kehidupanmu. Jadi, syukurilah hidupmu, meskipun
itu berat.
Saya termasuk orang yang jarang beruntung dan menguntungkan.
Seringkali takdir begitu kejam dengan apa yang saya impikan. Saya tidak percaya
dengan “hasil tidak akan mengkhianati usaha” dan seterusnya. Karena apapun yang
saya lakukan, seringkali tidak memberikan hasil yang saya inginkan. Bukankah
hasil seringkali mengkhianati usaha saya?
Saya seringkali merasa frustasi dengan semua usaha
yang saya lakukan dalam kehidupan ini. Saya tidak terima dengan semua yang
terjadi. Saya seringkali mengatakan dalam hati, orang itu memiliki kehidupan
yang saya inginkan. Mengapa ia bisa memiliki hidup yang sempurna? Mengapa ia
bisa seberuntung itu? Mengapa?
Saya mengutuk siapa saja yang ada di sekitar saya,
bahkan langit sekalipun. Saya membenci semua proses kehidupan. Karena saya
merasa segalanya tidak adil. Mengapa orang lain yang berusaha dan orang lain
yang menikmati hasilnya?
Hingga akhirnya saya menyadari, inilah kehidupan.
Unik, sulit diprediksi dan tidak terduga. Kejutan-kejutan itulah yang mewarnai
dunia. Ketika pada akhirnya saya berusaha untuk mengalihkan pandangan pada
kehidupan orang lain, saat itulah saya kehilangan diri saya sendiri. Entah
berapa lama saya sudah melupakan diri ini. Ruang kecil yang selama ini saya
gerakkan untuk semua impian dan harapan berubah menjadi ruang yang
terbengkalai. Bahkan saya tidak mengenalnya sama sekali.
Saya terlalu lama meninggalkan diri saya dan
menyibukkan diri untuk mengurusi hidup orang lain. Saya terpana dengan rumput
hijau orang lain. Saya lupa, saya juga punya rumput. Hanya saja, rumput saya
terlalu rapuh, terlambat dalam pertumbuhannya. Bahkan rumput saya tidak
berwarna hijau! Ia berwarna merah muda. Ketika itu saya sadar, saya tidak bisa
menyamakan rumput saya dengan rumput orang lain. Rumput saya berbeda, ia
membutuhkan saya untuk tumbuh. Saya tidak bisa memaksakannya berwarna hijau,
ketika bibit yang saya tanam berwarna merah muda.
Sulit. Sulit bagi saya untuk menerima kenyataan itu.
Tapi saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri, “setiap orang memiliki
kehidupannya sendiri, begitu pula dengan saya.” Saya berhak menghidupi
kehidupan saya sendiri, seperti yang orang lain lakukan pada hidupnya.
Ah, alangkah indahnya jika semua orang bisa seperti
itu.
Saya selalu berusaha untuk merawat rumput saya dan
bangga pada pertumbuhannya, apa adanya. Suatu saat, saya yakin, rumput saya
akan tumbuh tinggi dan indah.
Yogyakarta, 30 Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar