Live Your (Real) Life!


Sebelumnya saya menceritakan tentang betapa perempuan boleh untuk mengejar passionnya, tapi ada beberapa hal yang harusnya kita pahami mengenai mengejar passion ini. Seperti pertanyaan mengapa banyak sekali perempuan bekerja, mengapa banyak sekali lowongan pekerjaan untuk perempuan sementara tidak untuk laki-laki, dna mengapa banyak sekali pengangguran laki-laki? Pertanyaan ini harus diamati dengan cermat, ditelisik motifnya, dan dianalisis dengan hati-hati.

Mengapa? Apakah karena mereka mengejar passion di luar sana? Apakah semuanya memang benar?
Sayangnya, seringkali kita menemukan perempuan yang bekerja tapi melupakan kewajiban yang harusnya ia ingat. Ia melupakan anak-anaknya dan suaminya. Bekerja siang-malam, demi harga diri yang entah setinggi apa ia ingin raih dan nama baik di masyarakat sebagai wanita karir dan emansipasi wanita. Padahal, perempuan adalah tonggak kesejahteraan negara. Jika baik wanitanya, baik pula negaranya. Karena perempuan mendidik anak-anak, menjaga anak-anak, dan anak-anak adalah generasi selanjutnya untuk memimpin dunia. Lalu apa jadinya kalau perempuan keluar rumah tanpa mengingat anak-anaknya?

Lebih parah lagi ketika perempuan dipaksa keluar rumah untuk menghidupi keluarganya. Sistem kapitalis telah membawa perempuan ke arah yang tidak mereka sukai. Mereka dipaksa untuk bekerja dimana passion mereka adalah di rumah. Mereka dipaksa menjadi pemutar uang atas nama pemberdayaan wanita. Mereka sekedar dijadikan robot untuk bekerja siang malam dengan hasil yang tidak setimpal. Mereka pergi keluar rumah, jauh-jauh mencari uang. Dan membiarkan anak-anaknya dimangsa oleh predator yang kejam lagi licik.

Sepulang-pulangnya, kedua wanita yang mengejar harga diri dan yang dipaksa menjual harga diri harus menangis melihat anak-anaknya dicabik-cabik oleh predator, entah kemana tubuh si mungil, entah kemana akal sehatnya, entah kemana senyum bahagianya, entah kemana semua kenangan manis yang ia harap akan selalu bertahan sampai masa depan, sampai ia pulang ke rumah. Semua hilang ditelan bayangan sistem kapitalis, hanya karena kelalaiannya.

Wahai perempuan, karirmu ada di rumah, ingatlah bahwa aktivitas itu adalah yang paling menyenangkan di muka bumi ini. Hanya dengan itu, engkau sudah bisa masuk surga. Tak payah engkau cari permata termahal di dunia ini, karena muslimah yang sholehah adalah sebaik-baiknya perhiasan di dunia.

Karena itu, kembalilah menuju identitas muslimah sejati. Jangan engkau perdulikan suara-suara yang memaksamu keluar. Tutup telingamu dan didik titipan Allah itu dengan baik.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ketika pada akhirnya perempuan menyadari bahwa karir di rumah lebih membanggakan, mengapakah penguasa masih memaksa perempuan untuk keluar? Mengapakah penguasa menjadikan perempuan sebagai alat untuk pemuas nafsu kapitalis? Mengapakah tak satupun yang mau perduli betapa sulitnya kehidupan perempuan ketika ia melihat anaknya menangis ingin sekolah, anaknya menjerit ingin bebas bermain, hingga anaknya sekarat tak makan seharian?

Semua orang ingin hidup menjalani hidupnya, tapi mengapa banyak orang yang suka merusak hidup orang lain demi membangun kehidupan yang dia inginkan? Apakah itu adalah passionnya? Merusak, menghancurkan? Dengan berbagai motivasi yang tidak jelas juntrungannya, saya bisa memprediksi bahwa orang-orang seperti ini sakit mentalnya, tidak memiliki nila-nilai positif yang mampu menyehatkan tubuhnya.

Mengapa ada orang yang suka melihat air mata seorang perempuan, anak-anak, lansia dan orang-orang yang lemah? Mengapa ada orang yang dengan bahagianya melihat impian orang lain binasa? Mengapa? Dan haruskah umat ini terdiam melihat harga diri umat islam terbantai? Melihat perempuan dan anak-anak harus menjadi korban?

Saatnya kita bersuara dan membawa perubahan untuk dunia ini!

Komentar