Live Your Life!


Beberapa orang mungkin berfikir mengapa saya bisa mengatakan bahwa saya bangga menjadi wanita karir? Bukankah wanita karir bukanlah hal yang indah bagi seorang muslimah? Nah, sebelum kalian banyak bertanya, silahkan baca dulu tulisan saya di bawah ini.

Seorang bernama Super mengatakan pada tahun 1976 di salah satu bukunya bahwa karir adalah sebuah perjalanan yang dipenuhi dengan aktivitas tiada henti yang akan membawa seseorang menuju aktualisasi dirinya. Kurang lebih begitu. Lantas apakah karir sama dengan perjalanan? Selama ini banyak orang yang menyama-nyamakan kedua hal tersebut. Padahal, nyatanya berbeda. Saya menemukan hal ini ketika kuliah.

Pekerjaan belum tentu karir, meskipun karir bisa menjadi pekerjaan. Seperti hobi yang bisa menjadi uang meskipun mendatangkan uang belum tentu adalah sebuah hobi. Hal-hal seperti itu. Mudahnya, karir adalah suatu hal yang menyenangkan, yang jika engkau mengerjakannya, kau akan merasa bahagia, semacam hidup kembali.

Pekerjaan selalu identik dengan hal yang melelahkan, stress, tekanan, rasa sesak. Tidak bebas, ancaman dan lain sebagainya. Sementara karir identik dengan hal yang menyenangkan, membebaskan dan membahagiakan. Jika selama kita bekerja kita belum bahagia dan berfikir bahwa passion kita bukanlah pekerjaan kita, maka bisa dipastikan itu bukanlah karir. Kita hanya bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup kita. Karena itu kita selalu merasa lelah ketika pulang dan selalu menanyakan kapan semua ini akan berakhir.

Tapi berbeda dengan orang-orang yang menjalani karir hasil dari eksplorasi passionnya. Ia akan bahagia menjalani semua aktivitasnya, tanpa beban dan selalu semangat. Bahkan tidak ingin berhenti. Karena itu, banyak orang lansia yang mencari kegiatan ketika ia pensiun, atau melanjutkan kegiatan passionnya.  Itu tak lain dan tak bukan karena setiap orang punya passion yang berbeda, entah ia sadar tidak sadar atau ia jalani atau tidak.
Dari tadi bahas passion, apakah temna-teman paham apa yang dimaksud passion? Passion tentu saja adalah sebuah gairah untuk melakukan sesuatu. Tanpanya, kita tidak akan memiliki ruh atau semangat dalam menjalani hidup.
Kembali ke karir, karena setiap orang wajib untuk mengetahui passionnya, maka mereka pun wajib untuk menjalani karir yang ia inginkan.

Wanita karir bukan sekedar wanita yang bekerja di perkantoran, pergi pagi, pulang malam, dan melupakan anak. Tapi, wanita karir juga wanita yang mengabdikan dirinya untuk pendidikan anak-anaknya. Ia memiliki passion untuk mencerdaskan anak-anak, mendidiknya dengan baik, mengasuhnya dengan sekuat tenaga dan menjaganya dari hal-hal buruk.

Lalu salahkah wanita yang bekerja dengan alasan passion? Seringkali saya mendapati banyak perempuan bertanya bagaimana dengan hukumnya seorang perempuan bekerja? Atau saya tidak begitu tahan berdiam diri di rumah, saya ingin bekerja, kata mereka. Atau saya lebih menikmati waktu di luar daripada dikurung di rumah, kata mereka. Atau mengapa laki-laki boleh keluar sementara perempuan tidak?

Sebenarnya, hukum perempuan keluar rumah untuk bekerja itu mubah. Mubah artinya boleh, boleh artinya tidak dilarang sampai ada hal-hal yang melarangnya. Misalnya, perempuan yang keluar rumah harus menutup aurat, mendapat ijin dari orangtua atau suami jika sudah menikah, menyelesaikan kewajiban rumah, dan mampu menjaga pergaulan dengan lelaki. Hal ini saja sudah membolehkan mereka keluar. Artinya, perempuan, jika engkau ingin melanjutkan kehidupanmu, passionmu, karirmu, maka pergilah, asal semuanya terpenuhi.

Seringkali, ketika kecil kita memiliki banyak mimpi, tapi mimpi hanya menjadi mimpi ketika dewasa kita menemukan kenyataan betapa pahit dan kejamnya dunia. Impian pun pergi. Hilang. Dan kita hanya bekerja demi uang, bekerja demi harga diri. Tidak lain dan tidak bukan. Seringkali saya berfikir, apakah hanya anak-anak yang boleh bermimpi dan menikmati kegiatan kecil mereka? Apakah orang dewasa tidak punya kesempatan untuk menghidupkan mimpinya dan menjalani passionnya?

Betapa sedihnya, terlebih ketika kita telah disetting untuk mengikuti perkataan orang-orang tertentu yang penuh intrik jahat. Betapa sedihnya ketika kita harus membakar dan mengubur semua impian indah. Betapa sedihnya ketika kita tidak bisa menjalani hidup sebagimana kita inginkan.

Karena itu, saya mengajak para pembaca untuk merenungkan untuk apa kita hidup di dunia ini, betapa sia-sianya ketika kita diberi kesempatan oleh Allah untuk berjalan di muka bumi menebar kebaikan sementara kita masih disibukkan dengan kepentingan-kepentingan dunia yang tidak berujung. Betapa sayangnya ketika kita menghabiskan waktu dimana pada akhirnya kita menyesal, “ah, ini bukanlah kehidupan yang aku inginkan.”

Komentar