Saya mempunyai banyak barang berwarna
ungu. Mulai dari yang dipakai, digunakan sampai yang dikenakan. Semuanya
berwarna ungu, minimal punya unsur ungu. Mungkin orang-orang yang melihat akan
berfikir bahwa saya menyukai warna ungu. Sebenarnya, tidak juga. Ini semua
berkat seseorang yang gigih untuk menjadikan warna ungu sebagai warna populer
sedunia, mungkin kalau bisa warna ungu menjadi warna kebangsaan negeri ini!
Cukup luar biasa memang, begitulah invasi
warna ungu memeluk diri ini. Tidak hanya saya, adik-adik saya dan keluarga yang
lain pun dicekoki oleh warna ungu. Rasa-rasanya dunia ini seperti menghadapi
bahaya besar akan sebuah warna yang mendominasi dunia dan akan membuat manusia
merasa dirinya menderita buta warna sebagian, yang terlihat hanya warna ungu.
Baiklah, ilustrasi di atas agak
berlebihan. Abaikan saja. Tapi, saya menyatakan hal yang sebenarnya bahwa warna
ungu sudah mempengaruhi keluarga saya, dan orang yang paling bertanggungjawab
akan hal ini tak lain dan tak bukan adalah mama saya. Mama saya adalah orang
yang menyukai warna ungu, entah siapa yang mempengaruhinya, tapi mama saya
sangat suka warna ungu. Cukup sensitif.
Hal apa yang bisa ditarik dari penjelasan
tadi?
Artinya, orangtua memiliki peran yang
penting dalam memberikan warna pada anaknya. Seorang anak pada dasarnya adalah
putih, yang memberikan warna pada mereka adalah orangtua, lingkungan dan diri
mereka sendiri.
Apapun yang akan terjadi pada anak bisa
diatur oleh orangtua itu sendiri. Ingin punya anak yang soleh, maka buatlah lingkungan
yang mendukungnya. Namun, bukan hanya membuat lingkungan, tapi bergabunglah
menjadi lingkungan itu sendiri. Karena anak tidak butuh nasehat saja, mereka
juga butuh contoh. Bersama anak meraih syurga, kedengarannya lebih baik
ketimbang hanya membiarkan anak tertatih meraih syurga.
Sering kita lihat seorang anak yang suka
membohongi orang lain, apakah hanya karena orangtua yang suka memarahinya saja?
Karena banyak orang yang bilang, anak yang suka membohong adalah anak yang
sering dimarahi oleh orangtuanya. Kenyataannya, anak yang saya temui ketika
itu, orangtuanya juga sering berbohong. Tingkat kepercayaan orang sekitar
kepada keluarga tersebut sudah rendah. Mereka sudah memiliki label sendiri.
Apakah seorang anak yang minder terjadi
akibat orang tua yang menghukum terlalu keras? Tidak juga. Bisa jadi ia adalah anak
yang minder karena orangtuanya juga minder. Sejak kecil tidak diajarkan untuk
memulai sesuatu yang baru, atau tidak menunjukkan eksistensi diri, tidak
percaya diri, dan lain sebagainya.
Meskipun demikian, kepribadian setiap
orang, baik akibat maupun sebab tidak serta merta bisa kita jadikan sesuatu
yang pasti. Sebuah prediksi tidak pernah menjadi 100%, bisa jadi 99% atau di
bawah itu. Tapi, satu hal yang kita ingat, setiap perbuatan kita bukan hanya
akan kembali kepada kita, juga orang lain. Setiap perbuatan kita akan ditiru,
termasuk anak-anak kita.
Kita seringkali kesal dengan orang-orang
yang menurut kita tidak sesuai dengan norma yang kita yakini. Kita sebal dan
kita sangat tidak suka. Tapi jarang dari kita membuat perubahan kecuali
menggerutu. Menggerutu sana, menggerutu sini, sambil malas-malasan, tidak
belajar, tidak bekerja, tidak beribadah, tidak membantu orang tua, tidak
membaca, tidak berdiskusi, buang sampah sembarangan, merokok, tidak taat marka
jalan, suka berbohong, curang, sombong, iri dengki, dan perilaku negatif
lainnya.
Semua perbuatan kita dilihat, ditiru,
jika diulang-ulang, menjadi pembiaran, kebiasaan, kebudayaan. Itu adalah alur
dari sebuah perilaku. Mau buat kebudayaan yang positif dan bermanfaat, mulailah
kebiasaan yang baik itu.
Anak adalah pembelajar yang cepat. Saya mengamati
itu dengan baik, karena saya selama bertahun-tahun hidup dengan anak-anak, baik
anak-anak betulan, atau anak-anak yang bukan anak-anak tapi merasa masih
menjadi anak-anak (?). Mereka sangat cepat meniru dan tidak segan-segan untuk
mengulang. Apalagi jika mereka mendapatkan sesuatu yang menguatkan dan tidak
mendapat hukuman.
Begitulah seperti kisah mengenai warna
ungu di atas. Kita bisa mengubah orang lain, terutama orang di sekitar kita
jika kita mau. Dimulai dari diri sendiri.
Ubah diri kita menjadi seperti apa kita inginkan anak kita kelak.
Jadikan diri kita menjadi seperti apa generasi yang kita inginkan kelak.
Buat diri kita menjadi masa depan yang kita inginkan kelak.
Komentar
Posting Komentar