Home Sweet Bitter Home (3)

Banyak yang protes mengapa intro cerita saya panjang sekali. Maafkan, hanya saja, saya memang benar-benar tidak tahu harus menulis hikmah sepanjang apa. Haha. Saya selalu mendapat pelajaran dari hal kecil dan tidak penting seperti yang saya tulis di intro serial “Home Sweet Bitter Home”. Saya pikir mungkin ada baiknya kalau saya lanjutkan serialnya. Siapa tahu bisa dibukukan. Siapa tahu, kan? Buku tamu misalnya.

Saya sejak lama ingin tinggal  (baca: belajar) di Jogja. Bukan demi eksistensi diri. Karena menurut saya, Jogja itu menarik. Bagaikan kota Kyoto di Jepang. Karena Jogja itu istimewa. Budaya keratonnya sangat kental. Seperti itulah ya, saya tidak dibayar untuk mempromosikan Jogja dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisatanya, jadi daripada saya dituntut, saya diam saja ya. Datang saja langsung ke Jogja.

Nah, itu sudah sangat lama. Lama sekali. Seingat saya ketika saya kelas 3 SMP. Bahkan saya sudah lupa alasan itu hingga sekarang. Saya baru ingat ketika saya pindah ke asrama Kaltara. Apa? Sudah ada asrama Kaltara? Ya, begitulah ya. Proses pindah-pindahnya sangat luar biasa. Dibayangkan saja sudah membuat saya lelah.

Dalam bayangan saya, saya ingin tinggal di dekat keraton. Bukankah orangnya sangat banyak. Saya sangat suka mengamati orang lain dan interaksinya. Karena itu orang-orang mungkin berfikir bahwa saya adalah anak yang pendiam. Lebih tepatnya, saya adalah orang yang suka mengobservasi. Terutama manusia dan kehidupannya. Hal tersebut menarik bagi saya. Karena manusia sulit dimengerti, terutama wanita (?). Maaf, mulai ngawur.

Dan disinilah saya, tinggal di alun-alun utara. Silahkan dicari. Di Tanjung Palas, rumah saya dekat dengan museum, di Jogja pun saya tinggal di dekat museum. Takdir itu unik. Hem. Setelah lama hidup bernomaden, akhirnya saya hidup di tempat seperti ini. Lucu sekali. Saat mengetahui hal itu, saya rasanya ingin tertawa. Hahaha.

Mungkin tidak banyak yang ingin saya sampaikan. Tapi entah apakah ini disebut dengan law of attraction, atau kekuatan bermimpi, atau qada’ Allah, atau makna dari doa, atau apalah penyebutannya, saya sama sekali tidak menyangka imajinasi yang pernah saya impikan ketika SMP itu terwujud juga. Deja vu? Mungkin, bisa jadi. Bahkan sampai sekarang semua masih menjadi misteri. Mungkin ada yang mengetahuinya? Silahkan hubungi nomor di bawah ini. Kalau tidak ada nomornya, tulis di kolom komentar saja.

Tapi, saya hanya mau menyampaikan satu hal. Apapun yang kau impikan, maka seriuslah. Maksudnya, benar-benar serius! Seriusan! Gak boleh bohong atau main-main! Rancanglah meskipun itu tidak masuk akal atau bahkan kau tidak punya rencana apapun untuk meraihnya. Haha. Setelah itu, masukkan di dalam mimpi, biarkan ia mengendap dan lanjutkan hidupmu. Cicil mulai dari sekarang untuk mewujudkannya, suatu ketika akan terwujud.

Lain lagi dengan beberapa hal yang saya anggap luar biasa dari pikiran manusia. Manusia memiliki potensi seperti thinking, feeling, dan insting (menurut saya, jangan langsung diterima loh teori ini). Saya sering mengalaminya. Ketika nyasar, saya hanya menggunakan insting sampai akhirnya menemukan jalan keluar. Insting saya cukup berguna juga ketika jalan macet, panas, dan penuh dengan lampu lalu lintas. Dan alhamdulilah, saya sudah bisa membaca peta dengan baik, mengikuti arah-arah jalan dari teman, mengetahui arah mata angin, dan yang terpenting, tidak nyasar.

Saya juga pernah menggunakan feeling yang mengejutkan. Bahkan untuk diri saya sendiri. Pernah suatu ketika, saat itu saya dan beberapa teman pergi ke salah satu dusun di Gunung Kidul. Tiba-tiba, ketika saya dengan syahdunya membawa motor dengan kecepatan yang sedang, ada segerombolan siswa SMK yang ngebut. Luar biasa kayaknya. Saya perhatikan anak-anak itu sambil bergumam dalam hati, “jatuh, nih.”

DAN BOOM!

Terjadi kecelakaan! Syok! Saya syok! Tapi tenang saudara-saudara, bukan saya yang mengalami kecelakaan, tapi anak SMK itu. jaraknya sekitar 10 meter dari tempat kejadian perkara, saya aman. Hanya hati saya yang tidak aman. Saya melihat kejadian itu bagaikan gerakan lambat. Seperti di film-film. Menegangkan gimana gitu.

Bukan cuman satu atau dua kali. Seringkali, ketika saya akan jatuh atau orang lain akan jatuh, saya sudah mempunyai feeling bahwa akan terjadi hal itu. dan ternyata terjadi! Saya yakin saya bukan peramal. Tapi saya pikir, inilah fungsi dari feeling. Mungkin sejenis kepekaan alam? Apakah saya sejenis makhluk purba? Entahlah.

Saya juga lebih suka menggunakan thinking ketika menyelesaikan sesuatu. Lebih dari kata thinking, sebenarnya berfikir cepat. Ehm, bahasanya agak sulit, mohon dimengerti sajalah ya. Saya suka berfikir, bahkan untuk hal yang bagi orang lain tidak penting. Seperti mengapa kucing makan ikan, atau kenapa seorang ibu mencintai anaknya. itu sama sekali tidak perlu dipikirkan sebenarnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali membuat teman-teman saya sebal. Padahal saya sungguh penasaran. Dan mereka mulai berfikir saya adalah orang yang aneh. Rasanya tidak menyenangkan sama sekali! Hei! Apa kalian tahu rasanya penasaran sampai mati dengan hal kecil begitu? Kalian pikir aku menyukainya? Oi!

Abaikan. Sekarang saya bingung kita sedang membahas apa. Mungkin saya perlu mengikuti pelatihan untuk meningkatkan fokus dan konsentrasi.

Ehm, kembali ke pembahasan awal. Saya sama sekali tidak menyangka akan berada di tempat seperti ini. Tempat yang sama sekali tidak saya bayangkan kebenarannya sebelumnya. Menarik. Saatnya saya pindah-pindah dan membeli barang-barang, seperti mahasiswa baru.

To be continue

Komentar