Apa
saya pernah cerita kalau saya suka membaca buku arsitektur? Baiklah. Buku yang
sering saya baca ulang adalah buku tentang warna cat. Lebih tepatnya fengshui
(?) warna cat. Seperti warna apa yang cocok untuk kamar berukuran kecil, atau
warna yang mengambarkan kepribadian, atau warna yang menyehatkan mata, atau
lain sebagainya. Saya bahkan mengetahui pembagian warna primer, sekunder dan
tersier. Kualitas merk cat yang bagus, beserta tingkatan harga, dan sebagainya.
Mungkin suatu hari, jika saya tidak jadi seorang psikolog, saya akan buka toko
cat. Buka sampai subuh.
Saya
pernah mengikuti kuliah psikologi perusahaan industri dan organisasi. Kebetulan
materi yang dibahas berkaitan dengan tata ruang yang nyaman dan sehat untuk
karyawan. Kurang lebih seperti itu, saya duduk di bagian belakang, jadi tidak
dapat mendengarkan dengan baik (alasan klise). Materi itu membuat saya kembali
mengenang masa lalu, nostalgia, begitulah.
Nostalgia
tersebut berlanjut ketika kami diminta oleh supervisor untuk memilih warna cat
kamar asrama. Supervisor mengatakan bahwa pemprov membebaskan warna dari bagian
dalam asrama, termasuk kamar. Kami pun dengan giat membahas warna ini.
Rasa-rasanya bagai membahas sesuatu yang akan menentukan masa depan kami ke
depannya. Pembahasan sangat alot sampai pada akhirnya kami mendaulat warna pink
sebagai warna kamar. Percayalah, saya bukan yang pertama dan satu-satunya yang
merekomendasi warna ini.
Meskipun
saya menyukai warna pink (pinkaddicted), tapi saya tidak begitu
merekomendasikan warna ini untuk kamar dengan ukuran tidak luas (?). Karena
saya pernah merasakannya, warna pink memang indah, tapi akan terasa gelap jika spektrum
merahnya terlalu banyak. Disarankan warna pink soft. Semua setuju. Semua
sepakat. Salah seorang perwakilan pergi ke toko cat untuk mencatat kode warna.
Esoknya,
kami dibisiki oleh pak supervisor. Bagaimana kalau kalian menghemat anggaran
biaya cat? Kalau cat merk ini terlalu mahal. Dan kalau warna ini kayaknya gak
bagus, mendingan warna ini saya. Ehm. Bapak yang aneh. Kenapa tidak bapak saja
yang pilih. Hueee... ingin rasanya diri ini menangis. Tidakkah bapak itu tahu
betapa panjang proses pemilihan warna cat itu?
Tapi,
sudahlah abaikan saja pergulatan kami dengan supervisor yang unik itu. Mari
kita bahas yang lain saja.
Sama
seperti warna cat rumah, kita juga bebas mewarnai hidup kita. Apapun warna
hidup kita, sesungguhnya kita sendirilah yang memilihnya. Bukan orang lain. Tak
ada satupun yang berhak untuk mewarnai hidup kita. Mungkin saja mereka berusaha
untuk mencampuri warna kita, atau mencoret-coret sesuka mereka. Tapi tetap kita
lah yang berhak untuk mewarnainya. Kecuali jika kita rela mereka merusak
semuanya.
Dari
semua kejadian dalam hidup, kitalah yang memilih apakah mau bahagia atau sedih,
membuatnya menjadi bermanfaat atau tidak, membuatnya penuh arti atau tidak.
Terserah dari diri kita sendiri. Lagi pula, kita pula yang akan menikmati dan menjalaninya.
Pemilihan warna cat rumah itu penting. Karena warna itu akan menjadi ciri khas
kita. Seperti rumah tante saya, warna kuning. Akhirnya, tante saya dikenal
sebagai ibu yang tinggal di rumah kuning. Hehe. Kita juga akan hidup
bertahun-tahun dengan warna itu sampai kita mau mengubahnya. Ya, sama seperti
hidup ini. Tentukan warnamu!
Selain
menentukan hidupmu, warnamu juga menentukan pengaruhmu terhadap orang lain. Apa
kalian tahu bahwa warna merah akan membuat orang yang melihatnya menjadi
aggresif? Lebih mudah marah dan lebih mudah lapar. Tidak dianjurkan untuk orang
yang mau diet. Dan apakah kalian tahu bahwa warna hijau sangat baik untuk mata?
Selain itu, warna hijau juga sangat menenangkan. Sangat dianjurkan untuk kamar
anak-anak. Pengaruh warna ini secara psikologis mampu mempengaruhi kita, bahkan
secara tidak langsung bisa mempengaruhi fisik kita.
Begitulah
kita, apapun keputusan hidup kita, akan mempengaruhi orang lain. Apakah kita
membuat diri kita sebagai orang yang dipercaya, atau disegani, atau dikhianati.
Karena kitalah yang memupuk jiwa kita menjadi orang yang kita inginkan. Pelaku atau
korban, atau hanya sekedar menjadi saksi. Saksi bisu mungkin. Sudah jadi saksi,
bisu pula. Hem. Cukup miris. Sangat disayangkan. Tidak dapat diungkapkan dengan
kata-kata.
To
be continue
Komentar
Posting Komentar