Janganlah Marah!

Kali ini kita akan membahas marah. Aneh sekali, padahal sudah lama tidak menulis, lalu tiba-tiba membahas mengenai marah. Seperti yang beberapa orang ketahui tentang saya, saya adalah anak yang mudah marah. Kemarahan saya bisa mengakibatkan hal yang buruk bagi orang sekitar. Hal mengerikan semacam ini, tanyalah sendiri pada adik saya di rumah, mereka sangat paham apa yang terjadi ketika kakaknya marah.
Kembali ke topik semula, menurut saya, marah adalah emosi yang menarik, salah satu proses kejiwaan yang unik. Lagipula, mengenai hal ini, banyak orang memberikan berbagai pendapatnya. Ada yang mengatakan, “marah itu tidak baik,” tapi ada juga yang mengatakan, “menahan marah itu tidak baik.” Lalu pernyataan yang mana yang benar?
Kalau mau ditelusuri lebih lanjut, kita sebaiknya mulai membahas marah dari pembahasan perasaan dan emosi. Hei, kalau kau tahu, perasaan dan emosi itu berbeda! Saya juga tidak terlalu paham banyak (ketahuan nilai UTS-nya rendah, hehe), tapi saya bisa mengatakan kalau feeling (perasaan), emotion (emosi), mood (suasana hati), dan temperament (temperamen) memiliki arti yang berbeda. Sesuai dengan buku yang saya baca, feeling berarti adalah suatu keadaan seorang akibat dari persepsi terhadap sesuatu dari luar atau dari dalam. Sementara emosi lebih intens lagi dan sering terjadi perubahan perilaku, bahkan membuat hubungan dengan lingkungan ‘terganggu’.
Sementara suasana hati pada umumnya berlangsung lebih lama dari pada emosi, tetapi inensitasnya kurang. Dan temperamen adalah keadaan psikis yang lebih permanen, bahkan hal ini menjadi aspek kepribadian seseorang. Mari kita membuat permisalan versi saya :
Naruto merasa senang karena akhirnya guru Iruka mau menjadi orang terdekatnya. Karena perasaan senang itu, muncul emosi senang yang membuatnya menangis terharu. Emosi itu membuat suasana hatinya menjadi senang sepanjang hari, tapi ia tidak menangis lagi. Meski begitu, pada dasarnya ia memiliki temperamen bahagia.
Kurang lebih seperti itu yang saya pahami. Hem hem. Lanjut!

Apa yang Dimaksud dengan Marah?
Mengenai marah, beberapa ahli menyatakan bahwa marah adalah emosi negatif yang sulit untuk dikendalikan, seringkali menimbulkan kerugian dan ancaman bagi diri sendiri, orang lain atau benda di sekitarnya. Memendamnya hanya akan membuat banyak tumpukkan di alam bawah sadarnya. Suatu ketika, tumpukan itu bisa naik dan meledak pada saat yang tidak terduga. Meski begitu, melampiaskannya juga bukan hal yang baik.
Lalu, normalkah marah itu? Tentu saja normal! Marah itu adalah salah satu penanda bahwa kau adalah manusia. Jika kau tidak marah, berarti kau adalah robot. Emosi yang diciptakan oleh Allah pada manusia itu salah satunya adalah marah. Marah itu manusiawi, pelampiasaannya itu yang kadang tidak manusiawi. Dulu, orang-orang lebih memilih untuk memendam marah, agar muncul kedamaian di dalam hati. Tapi, orang-orang sekarang, tidak bisa memendam marah ataupun melupakan hal yang membuatnya marah dengan mudah. Karena itu, sekarang mulai bermunculan penelitian mengenai terapi anger management atau mengatur marah.
Pelampiasan marah juga memiliki tingkatan-tingkatan tertentu loh. Yah, mulai dari asertif, frustasi, pasif, agresif hingga kekerasan. Asertif, artinya seseorang bisa melepaskan kemarahan tanpa mengakibatkan kerusakan dan akhirnya menghasilkan kelegaan. Frustasi, artinya seseorang tidak bisa melampiaskan kemarahan akhirnya terpendam. Pasif, artinya seseorang tidak bisa melakukan apa-apa dan juga tidak memendam apa-apa. Agresif, artinya ia melampiaskan kemarahan dengan frontal, namun tidak mengakibatkan kerusakan fisik. Sementara kekerasan, artinya seseorang tersebut sudah melampiaskan marah melalui kekerasan yang merusak fisik.
Seperti emosi yang lain, marah juga dipengaruhi diantaranya oleh keluarga dan lingkungan sosial. Tentang keluarga, keluarga kami adalah keluarga yang mudah marah, mungkin hal ini juga berkaitan dengan budaya orang Bulungan (perlu diselidiki lebih jauh). Adik saya itu, semuanya mudah marah, ya saya juga lah. Saya mencurigai hal ini disinyalir karena ibu saya sering marah-marah untuk hal-hal kecil (-_-), akhirnya menular ke anak-anaknya (tapi saya tetap sayang ibu <3 o:p="">

Islam Memandang Marah
Bagaimana Islam memandang marah? Marah adalah perasaan atau emosi negatif yang bergemuruh di dalam hati. Lalu, apakah Islam melarang marah? Ya, Islam melarang marah, ketika emosi itu mengakibatkan kerusakan, terlebih lagi bukan karena Allah.
Dari Abu Hurairah RA bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, “berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi SAW bersabda, “Janganlah engkau marah!” (HR Al Bukhari).
Menurut Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, maksud dari hadis ini adalah perintah untuk memiliki akhlak-akhlak mulia. Jika terbentuk akhlak mulia dan menjadi kebiasaan baginya, maka ia mampu menahan amarah. Dan maksud Nabi adalah “Jangan turuti marahmu, usahakan untuk tidak dikerjakan apa yang ia perintah.” Karena, jika ia menguasai manusia, amarah itu yang akan menguasai manusia untuk memerintahnya dan melarangnya akan sesuatu.
Makna tersebut, sesuai dengan firman Allah :
“Dan setelah amarah Musa mereda ...” (Terjemahan Q.S Al A’raf : 154)
Jika manusia tidak mengerjakan apa yang diperintah marahnya, maka ia akan terhindar kejelekkannya, bahkan bisa menjadi tenang, seperti tidak marah. Makna ini terdapat isyarat dalam Al Qur’an dengan firman :
“... Dan apabila mereka marah, segera memberi maaf.” (Terjemahan Q.S Asy Syura : 37)
“... Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Terjemahan Q.S Ali Imran : 134)

Anger Management
Nah, kesimpulannya, marah adalah hal yang manusiawi, akan menjadi masalah ketika kita tidak mampu menangani marah. Seperti yang disampaikan di atas, gak heran kalau makin banyak penelitian dan terapi mengenai anger management karena orang-orang sudah makin paham mengenai emosi ini. Bahkan menurut American Psychological Assosiation (APA), cara mengendalikan marah adalah dengan relaksasi, mengubah pola
            Dalam islam, ketika kita marah, maka sebaiknya kita melakukan hal ini :
 Berlindung kepada Allah dari godaan setan dengan membaca ta’awudz (Q.S Al A’raf : 200)
 Mengucapkan kalimat yang baik, berdzikir, dan istighfar
Sebaiknya diam, dan tidak mengumbar marah (Shahîh. HR Ahmad (I/239, 283, 365), al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad (no. 245, 1320), al-Bazzar (no. 152- Kasyful Astâr) dari Sahabat Ibnu ‘Abbas RA. Hadits ini dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish-Shaghîr (no. 693) dan Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1375))
Dianjurkan berwudhu
Mengubah posisi, jika berdiri, sebaiknya duduk. Jika duduk, sebaiknya berbaring. (Shahîh. HR Ahmad (V/152), Abu Dawud (no. 4782), dan Ibnu Hibban (no. 5688) dari Sahabat Abu Dzarr RA)
Pergi dari hal-hal yang membuat marah
Berikan hak tubuh untuk beristirahat
 Ingatlah akibat jelek jika marah
Ingat keutamaan orang yang bisa menahan marah (Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6114) dan Muslim (no. 2609) dari Sahabat Abu Hurairah RA)
Ngomong-ngomong, bukankah pernyataan di atas mirip dengan apa yang disampaikan oleh APA? Sebenarnya, yang terpenting dari semua ini adalah mengubah pola pikir. Orang yang mudah marah adalah mereka yang mudah tersulut sesuatu. Macet dikit, marah. Lapar dikit, marah. Apa-apanya marah! Padahal, di dalam islam, semua perbuatan kita haruslah karena Allah SWT. Bahkan marah pun harus karena Allah. Jangan sampai kita marah karena tidak punya uang, tapi tidak marah ketika melihat kemaksiatan.
Coba deh mulai sekarang mengubah pola pikir kita menjadi pola pikir islami. Melihat segala permasalahan dengan kacamata islam. Apakah hal ini patut untuk dimarahi atau tidak. Kita marah ketika budaya Indonesia diambil negara lain, tapi tidak marah ketika saudara kita di Palestina diganggu. Kan aneh!
Meskipun marah, kita coba ubah pelampiasan marah kita menjadi hal yang baik. Tenangkan diri, istighfar dan mulai melakukan hal yang positif. Salah satu terapi untuk menghilangkan marah yang tren masa kini adalah menulis, menggambar, menyanyi, menari, dan self talk (bicara sendiri, bukan orang gila, tapi mengingatkan diri sendiri). Tapi, sebenarnya kita bisa kok menghilangkan marah dengan istighfar, berwudhu, baca Qur’an dan sholat. Insya Allah lebih baik dan berkah.
Kemarahan juga bisa di atasi ketika kita bisa memaafkan. Lebih menyenangkan kan jika kita menjadi pribadi yang mudah memberi maaf, bukan yang mudah memarahi? Menjadi pribadi yang mudah memberi maaf itu memang sulit. Makanya harus dilatih mulai sekarang. Cobalah setiap hari, sebelum tidur, mulai memikirkan hal-hal baik dalam hidupmu dan memaafkan kesalahan orang lain.
Sebenarnya, ketika saya menulis tulisan ini, saya juga belajar untuk bisa memaafkan orang lain dan menahan marah. Ah, ketimbang disebut menahan marah, saya lebih suka menyebutnya melampiaskan marah dengan cara yang baik atau kompensasi marah. Ternyata ada teorinya juga! Orang-orang zaman sekarang punya banyak teori ya.
Teori kompensasi marah menyatakan kemampuan manusia untuk mengalihkan perasaan marah yang timbul dan merupakan kodrat manusia yang diberikan oleh Allah SWT. kompensasi tersebut bisa diterima langsung atau tidak langsung. Secara langsung, maksudnya kommpensasi ini diterima oleh manusia, dimana ia merasakan secara langsung jika mampu mengendalikannya, yaitu terhindar dari segala penyakit, semisal stroke, penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Sementara kompensasi tidak langsung, diterima oleh manusia, dimana ia mendapat janji Allah yaitu akan dimasukkan ke surga, dinaikkan derajatnya yang paling tinggi, termasuk golongan orang yang bertakwa, bijaksana, dan dikagumi banyak orang di dunia.

Nah, demikian tulisan saya mengenai marah. Karena bukan jurnal ilmiah, saya mohon maaf ya kalimatnya tidak sesuai EYD. Hehe. Saya berharap semua pihak (terutama yang malas baca jurnal) bisa nyaman membaca tulisan saya. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang sabar dan pemaaf, serta mampu mengendalikan marah dengan baik!

Wallahu a’lam bishawab

Yogyakarta, 28 Maret 2016

Sumber :
Al Qur’an dan Hadist.
Al Baqi, Safiruddin. 2013. Artikel Penelitian : Pengaruh Cognitive-Behavior Group Therapy Terhadap Peningkatan Anger Management. Universitas Negeri Malang.
Hardiani, Tania. Jurnal Psikologi : Perbedaan Pengendalian Emosi Marah antara Laki-laki dan Perempuan pada Masa Dewasa Awal. Universitas Brawijaya Malang.
Soputro, Veronica Olivia. 2013. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya vol. 2 no. 2 : Pelatihan Anger Management dengan Metode STOP pada Siswa SMA “X” Surabaya. Universitas Surabaya
Wigati, Indah. 2013. Ta’dib vol. 18 no. 2 :Teori Kompensasi Marah dalam Perspektif Psikologi Islam. IAIN Raden Fatah Palembang.
https://almanhaj.or.id/3518-jangan-marah-kamu-akan-masuk-surga.html

Komentar