Untuk
beberapa alasan, saya masih merasa bingung dengan sifat yang dimiliki oleh
sebagian manusia, yaitu sifat meremehkan impian orang lain. Saya juga tidak
tahu mengapa hal ini terjadi, tapi hal seperti ini sudah terjadi turun-menurun.
Sejak zaman dahulu kala.
Misalnya,
para ilmuwan terdahulu sering dianggap gila karena membuat eksperimen yang
tidak masuk akal (kala itu). orang-orang mengatakan bahwa semua yang mereka
lakukan itu sia-sia dan apa yang mereka impikan itu tidak akan terwujud. Tapi
apakah para ilmuwan itu menyerah? Apakah impian mereka tidak terwujud?
Sebaliknya, mereka terus berusaha dan menghasilkan terwujudnya impian mereka.
Sampai saat
ini, cerita itu selalu berulang hingga akhirnya kita mendengar kisah mereka.
Kisah pantang menyerah para ilmuwan dan kisah suka meremehkan para penonton.
Dan tidakkah ada satu orang yang mengambil hikmah dari kisah ini?
Yah, tidak
perlu jauh-jauh. Saya mempunyai beberapa perkiraan bahwa orang-orang yang
meremehkan para pejuang mimpi ini karena :
Satu,
mereka tidak mampu memikirkan apa yang dipikirkan oleh para pemimpi. Artinya
akal mereka tidak mampu menerima hal baru dan hal yang kreatif.
Dua, mereka
tidak suka pembaharuan, meskipun terkadang hal itu tidak baru. Hanya saja, akal
mereka tidak sampai untuk memikirkan ide si pemimpi atau si peimpi menggunakan
bahasa baru dalam menginterpretasikan impian mereka.
Tiga,
mereka adalah jenis manusia yang tidak pernah punah dan selalu meremehkan orang
lain, selalu iri dan dengki akan perjuangan orang lain. Plus, selalu mengurusi
urusan orang lain. Selalu menjadi pengomentar dan penghujat yang baik.
Untuk
hal-hal tersebut, saya tidak tahu kebenarannya.
Mari kita
kerucutkan masalah ini mengenai impian umat muslim sedunia, tegaknya Khilafah
dalam minhaj kenabian!
Beberapa
orang akan ada yang mengatakan bahwa impian ini adalah impian yang utopis.
Sebenarnya apa utopis itu? Terkadang, saya khawatir bahwa mereka tidak paham
apa yang dimaksudkan dengan utopis. Mari kita bahas satu persatu kemungkinan
penyebab mengapa mereka menyebut tegaknya khilfah sebagai suatu hal yang
utopis.
Satu,
mereka memandang bahwa hukum islam tidak bisa tegak di muka bumi ini karena
perbedaan budaya, ras, suku, bahasa, dan lain-lain. Pun tidak relevan dengan
kemajuan zaman. Orang yang mengatakan hal ini, kemungkinan tidak beriman dengan
Al Qurán. Bukankah apa yang mereka katakan sama saja dengan “Islam tidak bisa
menyatukan segala perbedaan dan Islam tidak universal di segala zaman.”
Artinya, meragukan mukjizat Al Qurán. Berbahaya sekali, bukan?
Pendapat
yang pertama ini jelas sangat berbahaya dan tidak terbukti. Karena, selama 13
abad, islam telah menyatukan 2/3 dunia dengan Islam. Bahkan Allah SWT. Sendiri
telah mengatakan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Jika islam tidak
bisa diterapkan untuk semua lini, tentu saja ini bertentangan dengan apa yang
sudah difirmankan oleh Allah SWT.
Bahkan
Karen Amstrong saja, seorang nasrani, di dalam bukunya berjudul “Perang Suci”
menulis bahwa umat nasrani dari berbagai negeri mengharapkan datangnya para
pasukan Muslim untuk datang membebaskan negeri mereka dari kezaliman penguasa. Karena,
mereka mengetahui bahwa ketika pasukan Muslim datang, maka negara mereka akan
sesejahtera seperti Khilafah, dan mereka mengetahui bahwa Islam adalah agama yang bisa menerima multikultural. (bisa dikoreksi sendiri di bukunya, saya sudah
lupa redaksi yang sebenarnya)
Dua, mereka
tidak paham arti utopis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, utopis adalah :
utopis /uto·pis / 1 a berupa khayal; bersifat khayal; 2 n orang yg memimpikan suatu tata masyarakat dan tata politik yg hanya bagus dl gambaran, tetapi sulit untuk diwujudkan: masyarakat adab dan susila tanpa polisi susila hanya terdapat dl impian kaum sosialis.
Dengan kata lain, khilafah bukanlah hal yang utopis.
Bagaimana sesuatu dianggap utopis jika ia pernah berdiri, setidak-tidaknya
selama 1300 tahun. Bukankah ini adalah waktu yang lama? Pada abad kegemilangan tersebut,
khilafah telah berhasil mencetak generasi emas yang memberikan sumbangsih besar
kepada dunia, silahkan baca buku “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia” karya
Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.
Kalaupun yang mereka sebut, “Tidak mungkin Islam mampu membuat
umat akan sejahtera, aman, damai selalu. Tidak ada penjahat. Tidak akan
kerusakan. Tidak ada koruptor. Tidak ada orang munafik. Tidak ada orang kafir.”
Nah, kalau ini berarti, selain mereka tidak mengetahui arti dari kata utopis,
mereka juga tidak tahu apa yang dimaksud dengan khilafah.
Khilafah adalah sebuah instuisi yang menjadikan hukum Islam
sebagai hukum yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan. Artinya, dengan
berdirinya Khilafah, bukan berarti semua penjahat, ataupun kerusakan lainnya
akan menghilang dan kesejahteraan akan selamanya dirasakan oleh umat. Tapi,
bukankah Allah sudah berfirman dala hadist Qudsi bahwa :
Sesungguhnya Aku, jika ditaati, pasti Aku ridha. Jika Aku telah ridha, pasti Aku memberikan keberkahan. KeberkahanKu itu akan dirasakan oleh umat demi umat. (HR. Ibnu Abi Hatim)
Sehingga bisa disimpulkan, jika Islam ditegakkan, maka
keberkahan Allah akan dirasakan oleh seluruh umat, bukan hanya umat Islam saja,
tapi juga semua umat di muka bumi ini. Penegakkan Khilafah tidak serta merta
membuat para penjahat hilang, karena para penjahat, pengkhianat dan orang
munafik akan selalu ada di setiap zaman dan setiap negara. Tapi, keberadaan
mereka akan diminimalisir dan mereka akan ditindak tegas jika melakukan
kerusakan.
Ketika Daulah Islamiyah ditegakkan di Madinah, ada banyak
sekali kaum munafik saat itu yang pada akhirnya diusir dan Madinah. Begitu pula
ketika masa Khulafa Rasyidin, terdapat banyak sekali pengkhianat. Tapi, apakah
itu berarti bahwa mereka mencampakkan Islam? Tidak, kan?
Karena, mungkin saja semua musibah dan malapetaka yang
dialami umat muslim saat ini karena dicampakkannya syariah, seperti yang
difirmankan oleh Allah SWT :
Jika mereka berpaling (dari syariahNya), ketahuilah bahwa Allah bermaksud menimpakan usibah kepada mereka akibat sebagian dosa-dosa mereka. (TQS. Al Ma’idah : 49)
Maka, jika mereka mengatakan bahwa negara yang selalu aman
damai tanpa penjahat, itu sudah pasti benar tidak ada. Tapi, Khilafah adalah
negara yang memungkinkan penegakkan hukum Allah dan peminimalisir kerusakan.
Lalu, adakah yang masih menyebut Khilafah sebagai negara
yang utopis? Yuk, ngaji lebih dalam!
Komentar
Posting Komentar