Surat Cinta


Jika hari ini adalah hari kamis, tanggal 31 Desember 2015, sebutan apa yang cocok untuk esoknya? Tahun baru, bulan baru, minggu baru, atau hari baru? Atau hari libur? Entahlah. Setiap orang punya definisinya masing-masing. Bagi yang merayakan tahun baru, berarti besok adalah tahun baru. Bagi yang menunggu orderan barang dagangan, berarti besok bulan baru. Bagi yang menghitung waktu libur, berarti besok minggu baru. Bagi yang hidup tanpa memperdulikan semuanya, berarti besok hari baru. Dan saya termasuk orang yang terakhir. Ah, tidak, sebagai seorang pekerja serabutan, besok juga termasuk bulan baru.
Apakah kita akan membahas ini terus menerus? Tidak, tidak perlu. Karena hal itu juga tidak berguna. Saya akan membahas surat cinta. Apa ini penting? Penting, meskipun saya sebenarnya menghindari menulis tentang cinta. Karena saya bukan orang yang romantis (aha!). Tapi, surat cinta kali ini berbeda. Surat cinta itu ratusan, kalimatnya ribuan, katanya jutaan, maknanya milyaran bahkan triliyunan. Oleh Yang Maha Mencintai, Dialah Allah ta’ala. Siapakah yang bisa mengungkapkan cinta sedemikian dahsyat selain-Nya? Tidak ada. Tidak satu pun.
Sayangnya, cinta sebesar itu hanya menjadi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Banyak sekali yang tidak menyadari cinta itu, mengabaikannya, dan melupakannya. Semua sibuk dengan diri sendiri, dan meremehkan cinta yang luar biasa itu. Contoh simpelnya dengan mengabaikan semua surat cinta itu. Begini, ya, seorang yang jatuh cinta akan rela mengulang-ulang perkataan kekasihnya. Ia akan membaca pesannya berkali-kali, mengucapkannya, bahkan mungkin menghapalnya. Tapi, saat ini?
Berita terbaru, lembaran Al Qur’an dijadikan bahan pembuatan terompet. Bagaimana ini mungkin terjadi? Mungkin saja, karena ia tidak mencintai surat itu, atau mungkin tidak mencintai Pemiliknya, Allah ta’ala. Atau, mungkin karena ia tidak mengetahui betapa berharganya surat cinta itu. Wallahu ‘alam.
Sebenarnya, bukan masalah baru, sih. Karena, saat ini sudah terlalu banyak salinan surat cinta tersebut. Sampai-sampai banyak orang yang mengabaikannya, seolah-olah mereka sudah hapal, paham dan menjalankan semua isi dari surat cinta itu. Padahal kenyataannya tidak. Semudah itu mereka mengabaikannya. Menumpuk semua salinan itu di lemari yang berdebu.
Beberapa orang akan mengabaikan penggalan-penggalan ayat cinta itu. Baik di buku-buku, atau di majalah-majalah. Bahkan, ketika mereka menerima buletin islam, yang biasanya di dapatkan ketika kutbah jum’at, nasibnya juga naas. Terkadang ditinggalkan di mesjid, menjadi kipas alternatif, menjadi bahan origami anaknya, atau bertumpuk di keranjang hingga berbulan-bulan lamanya. Bahkan lebih parah lagi buletin-buletin islam yang berisi ayat cinta itu dibuang ke sembarang tempat. Ke tanah atau ke tong sampah. Entah apa motivasinya, apa maksudnya, apa artinya, yang jelas, kebodohan telah merajalela. Hanya karena tidak suka dengan pengantar pesan (baca : pengemban dakwah), mereka pun memperlakukan surat cinta itu dengan hina. Diremukkan, dihancurkan, disobek, kalau perlu dimusnahkan.
Ekstrimnya, beberapa orang menganggap Al Qur’an itu sama saja seperti koran, dimana kertasnya bisa didaur ulang. Dipakai untuk alas kue, atau untuk membuat terompet. Naudzubillah! Saya masih tidak tahu apa motivasinya, maksudnya dan artinya. Jelas, perilaku yang unik (baca : menyimpang) ini jelas tidak bisa dibiarkan.
Tidak penting segala modus dan motif mereka, yang penting adalah perilaku mereka. Karena sebagai manusia yang serba kurang, kita hanya bisa menghukumi yang terlihat. Maka, jelas, orang seperti ini berhak dihukum, jika tidak dihukum di dunia, biarlah ia dihukum di akhirat. Karena, ketika di dunia pun, hukum Allah tidak ditegakkan. Jika hukum Allah ditegakkan, mana mungkin kita bisa menghukum orang seperti ini? Bukankah aneh jika kita menghukum seseorang, sementara ia melakukan sebuah kejahatan yang tidak dihukumi? Itu jelas aneh, baik kita maupun mereka.
Keanehan bercampur kebodohan akan terus merajalela jika tidak ada yang hukum yang menghukumi para pelaku.
Sudahlah, kepala saya sudah cukup pusing dengan perilaku abnomal tersebut. Mari kita do’akan agar mereka bisa ditunjuki jalan yang lurus, dan semoga kita juga menjalani jalan lurus yang sudah ditunjuki itu. Semoga hari esok, entah apa sebutannya, menjadi hari yang lebih baik dan diridhoi oleh Sang Pencipta. Aamiin.
Berdoa selesai.
Wallahu a’lam bisshawab
Correct me if I’m wrong.

Yogyakarta, 31 Desember 2015

Komentar

Posting Komentar