Sholat Bukan Karena Manfaat (Part 2 - habis)


Melanjutkan pembahasan sebelumnya...
Mengapa kita bisa mengingat sesuatu ketika sholat? Sama seperti mengapa kita tidak bisa menemukan barang yang hilang ketika panik. Dalam proses mengingat, kita akan berusaha me-recall memori kita. Ketika kita dalam keadaan panik, apakah kira-kira ingatan kita akan datang kepada kita. Menurut dosen psikologi umum saya yang kece, memori itu tidak  setia. Belum tentu ia akan datang kepada kita ketika kita panik, bisa saja ia tidak mau datang kembali atau malah pergi meninggalkan kita.
Jadi, dibutuhkan ketenangan ketika kita ingin mengingat sesuatu, misalnya mencari barang yang hilang, mengerjakan soal ujian, dan lain-lain. Sama seperti sholat, ketika kita mulai tenang untuk sholat, maka beberapa ingatan yang dulu pergi akan kembali lagi. Kekasih yang dulu hilang, kini dia tlah kembali pulang~~~~ #malahnyanyi. Kembali ke pokok pembahasan.
Bagaimana agar kita bisa khusyuk ketika sholat? Menurut ustad Salim A. Fillah, dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang, kita tidak perlulah mencari kekhusyukan dalam sholat. Jangan sampai kita menjadi para pencari kekhusyukkan. Hingga lupa makna dari sholat. Cukuplah kita khusyuk pada suatu ketika, dan tidak khusyuk pada saat lainnya. Tidak ada satupun yang bisa menjaga kekhusyukan hingga akhir sholat. Bahkan Ali bin Abi Thalib radiyallahu anh’ tidak bisa khusyuk hingga akhir sholat. Seperti salah satu cerita yang pernah saya baca ketika kecil, dulu seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah sholallahu alaihi salam bagaimana agar bisa khusyuk sepanjang sholat? Rasulullah lalu menanyakan apakah ada seorang sahabat yang bisa khusyuk sepanjang sholat, jika ada yang bisa, Rasulullah akan memberikan sorbannya.
Ali bin Abi Thalib mengajukan diri. Ia dengan percaya diri yakin bisa khusyuk sepanjang sholat. Ia lalu mulai sholat, setelah sholat, ia kembali datang kepada Rasulullah. Ia berkata, “Ya Rasulullah, saya bisa khusyuk ketika sholat hingga rakaat terakhir, namun ketika akan salam, saya teringat akan hadiah sorbanmu. Akhirnya saya tidak bisa khusyuk di akhir sholat.” Apakah Rasulullah langsung memarahi Ali? Tentu saja tidak. Dengan senyum yang indah, Rasulullah lalu menjelaskan bahwa, “tidak masalah jika kita tidak bisa khusyuk hingga akhir, yang penting adalah kita bisa khusyuk dalam sholat.”
Tapi, tentu saja kita pernah mendengar kisah bahwa panah yang menancap pada punggung Ali bin Abi Thalib dicabut ketika beliau sholat. Bukankah itu berarti sholat beliau sangat khusyuk sekali? Ketenangan itu mengalahkan obat bius ketika akan melakukan operasi bedah, bukan?
Mengapa kita selalu diingatkan untuk memperbaiki niat daripada berusaha untuk fokus ketika sholat? Nah, ini adalah pertanyaan yang aneh sekali yang ditanyakan seorang muslim. Seharusnya kita tahu bahwa segala perbuatan itu yang pertama dilihat adalah niatnya, yang kedua adalah caranya. Begitu pula jika kita ingin sholat, utamakan niat karena Allah, bukan karena mencari manfaat atau supaya tenang, mencari kekhusyukan. Silahkan dibaca mengenai niat di BagaimanaSeharusnya Kita Beribadah kepada Allah (promosi, hehe).
Baiklah, mari kita menjawab beberapa pertanyaan di atas yang belum tuntas. Hehe, maafkan saya yang agak gaje ini.
Sholat hanya mencari manfaat jelas tidak boleh, karena “seseorang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” Jika kita hanya berniat karena manfaat, kita tidak akan mendapatkan pahala. Tapi, jika kita berniat karena pahala, insya Allah manfaat lain akan kita dapatkan. Karena semua perintah Allah ada kebaikkan dan manfaat yang tersembunyi bagi kita.
Maksud dari penelitian mengenai manfaat sholat dan sebagainya bukan berarti menjadikan ibadah sebagai sesuatu yang empiris, tapi untuk menemukan hikmah dari perintah dan larangan Allah yang selanjutnya akan meningkatkan keimanan kita kepada Allah. Karena, Allah sering sekali berfirman, “tidakkah engkau berfikir?”, “tidakkah engkau memahami?”, “bagi orang-orang yang berakal”, dan lain sebagainya. Karena berfikir itu penting, meskipun tidak menjadi yang satu-satunya dalam berakidah.
Lagipula, umat Islam itu berbeda dengan umat lainnya. Kebahagiaan umat Islam tidak diletakkan pada seberapa banyak manfaat yang ia dapatkan atau seberapa banyak materi yang ia dapatkan. Tapi, kebahagiaan umat Islam terletak pada didapatkannya ridho Allah ta’ala. Darimana ia tahu jika ia mendapatkan ridho Allah? Setidaknya ia yakin, dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, ia akan mendapatan ridho Allah, pahala dan surgaNya. Begitu.
Betapa banyak orang yang sholat tapi tidak sehat dan tenang. Sebaliknya, banyak orang yang tidak sholat tapi tidak tenang. Tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak sholat. Tenang atau tidak, sehat atau tidak, kita tetap harus sholat. Makanya meskipun sakit dan tua renta, kita tetap harus sholat, meski panik atau gugup, tetap harus sholat. Ada keringanannya. Itu berarti sholat itu wajib, bagaimana pun alasannya jika kita adalah seorang muslim!
Meninggalkan sholat, menurut para ulama, bisa saja cara untuk murtad. Bahkan salah satu imam mengatakan kalau meninggalkan sholat, pantas untuk dibunuh, karena murtad, ngeri banget, kan?
Bagaimana? Apakah sudah tercerahkan? Kalau belum, bisa hubungi ahli dan para ulama terdekat! ^o^
Demikianlah hikmah dari perkuliahan Psikologi Faal tentang psikologi sholat.
Wallahu a’lam bisshawab
Correct me if I’m wrong

Yogyakarta, 12 Desember 2015

Komentar