Mengapa
kita bisa mengingat sesuatu ketika sholat? Sama seperti mengapa kita tidak bisa
menemukan barang yang hilang ketika panik. Dalam proses mengingat, kita akan
berusaha me-recall memori kita. Ketika kita dalam keadaan panik, apakah
kira-kira ingatan kita akan datang kepada kita. Menurut dosen psikologi umum
saya yang kece, memori itu tidak setia.
Belum tentu ia akan datang kepada kita ketika kita panik, bisa saja ia tidak
mau datang kembali atau malah pergi meninggalkan kita.
Jadi,
dibutuhkan ketenangan ketika kita ingin mengingat sesuatu, misalnya mencari
barang yang hilang, mengerjakan soal ujian, dan lain-lain. Sama seperti sholat,
ketika kita mulai tenang untuk sholat, maka beberapa ingatan yang dulu pergi
akan kembali lagi. Kekasih yang dulu hilang, kini dia tlah kembali pulang~~~~
#malahnyanyi. Kembali ke pokok pembahasan.
Bagaimana
agar kita bisa khusyuk ketika sholat? Menurut ustad Salim A. Fillah, dalam buku
Jalan Cinta Para Pejuang, kita tidak perlulah mencari kekhusyukan dalam sholat.
Jangan sampai kita menjadi para pencari kekhusyukkan. Hingga lupa makna dari
sholat. Cukuplah kita khusyuk pada suatu ketika, dan tidak khusyuk pada saat
lainnya. Tidak ada satupun yang bisa menjaga kekhusyukan hingga akhir sholat.
Bahkan Ali bin Abi Thalib radiyallahu anh’ tidak bisa khusyuk hingga akhir
sholat. Seperti salah satu cerita yang pernah saya baca ketika kecil, dulu
seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah sholallahu alaihi salam bagaimana
agar bisa khusyuk sepanjang sholat? Rasulullah lalu menanyakan apakah ada
seorang sahabat yang bisa khusyuk sepanjang sholat, jika ada yang bisa,
Rasulullah akan memberikan sorbannya.
Ali
bin Abi Thalib mengajukan diri. Ia dengan percaya diri yakin bisa khusyuk
sepanjang sholat. Ia lalu mulai sholat, setelah sholat, ia kembali datang
kepada Rasulullah. Ia berkata, “Ya Rasulullah, saya bisa khusyuk ketika sholat
hingga rakaat terakhir, namun ketika akan salam, saya teringat akan hadiah
sorbanmu. Akhirnya saya tidak bisa khusyuk di akhir sholat.” Apakah Rasulullah
langsung memarahi Ali? Tentu saja tidak. Dengan senyum yang indah, Rasulullah
lalu menjelaskan bahwa, “tidak masalah jika kita tidak bisa khusyuk hingga
akhir, yang penting adalah kita bisa khusyuk dalam sholat.”
Tapi,
tentu saja kita pernah mendengar kisah bahwa panah yang menancap pada punggung
Ali bin Abi Thalib dicabut ketika beliau sholat. Bukankah itu berarti sholat beliau
sangat khusyuk sekali? Ketenangan itu mengalahkan obat bius ketika akan
melakukan operasi bedah, bukan?
Mengapa
kita selalu diingatkan untuk memperbaiki niat daripada berusaha untuk fokus
ketika sholat? Nah, ini adalah pertanyaan yang aneh sekali yang ditanyakan
seorang muslim. Seharusnya kita tahu bahwa segala perbuatan itu yang pertama
dilihat adalah niatnya, yang kedua adalah caranya. Begitu pula jika kita ingin
sholat, utamakan niat karena Allah, bukan karena mencari manfaat atau supaya
tenang, mencari kekhusyukan. Silahkan dibaca mengenai niat di BagaimanaSeharusnya Kita Beribadah kepada Allah (promosi, hehe).
Baiklah,
mari kita menjawab beberapa pertanyaan di atas yang belum tuntas. Hehe, maafkan
saya yang agak gaje ini.
Sholat
hanya mencari manfaat jelas tidak boleh, karena “seseorang akan mendapatkan apa
yang ia niatkan.” Jika kita hanya berniat karena manfaat, kita tidak akan
mendapatkan pahala. Tapi, jika kita berniat karena pahala, insya Allah manfaat
lain akan kita dapatkan. Karena semua perintah Allah ada kebaikkan dan manfaat
yang tersembunyi bagi kita.
Maksud
dari penelitian mengenai manfaat sholat dan sebagainya bukan berarti menjadikan
ibadah sebagai sesuatu yang empiris, tapi untuk menemukan hikmah dari perintah
dan larangan Allah yang selanjutnya akan meningkatkan keimanan kita kepada
Allah. Karena, Allah sering sekali berfirman, “tidakkah engkau berfikir?”,
“tidakkah engkau memahami?”, “bagi orang-orang yang berakal”, dan lain
sebagainya. Karena berfikir itu penting, meskipun tidak menjadi yang
satu-satunya dalam berakidah.
Lagipula,
umat Islam itu berbeda dengan umat lainnya. Kebahagiaan umat Islam tidak
diletakkan pada seberapa banyak manfaat yang ia dapatkan atau seberapa banyak
materi yang ia dapatkan. Tapi, kebahagiaan umat Islam terletak pada
didapatkannya ridho Allah ta’ala. Darimana ia tahu jika ia mendapatkan ridho
Allah? Setidaknya ia yakin, dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi
laranganNya, ia akan mendapatan ridho Allah, pahala dan surgaNya. Begitu.
Betapa
banyak orang yang sholat tapi tidak sehat dan tenang. Sebaliknya, banyak orang
yang tidak sholat tapi tidak tenang. Tetap tidak bisa dijadikan alasan untuk
tidak sholat. Tenang atau tidak, sehat atau tidak, kita tetap harus sholat.
Makanya meskipun sakit dan tua renta, kita tetap harus sholat, meski panik atau
gugup, tetap harus sholat. Ada keringanannya. Itu berarti sholat itu wajib,
bagaimana pun alasannya jika kita adalah seorang muslim!
Meninggalkan
sholat, menurut para ulama, bisa saja cara untuk murtad. Bahkan salah satu imam
mengatakan kalau meninggalkan sholat, pantas untuk dibunuh, karena murtad,
ngeri banget, kan?
Bagaimana?
Apakah sudah tercerahkan? Kalau belum, bisa hubungi ahli dan para ulama
terdekat! ^o^
Demikianlah
hikmah dari perkuliahan Psikologi Faal tentang psikologi sholat.
Wallahu
a’lam bisshawab
Correct
me if I’m wrong
Yogyakarta, 12 Desember 2015
Komentar
Posting Komentar