Dakwah
kepada keluarga itu sangat penting? Seberapa penting? Ya, penting banget.
Karena keluarga adalah orang-orang yang paling dekat dengan kita, baik dari
segi fisik maupun perasaan. Walaupun ada yang fisiknya berjauhan, tapi hatinya
dekat. Atau mungkin fisiknya dekat, tapi hatinya jauh. Yah, setidaknya keluarga
adalah orang yang dekat dengan kita. Seperti Rasulullah yang mendakwahi
keluarganya terlebih dahulu, terutama istrinya. Lalu sanak keluarga yang lain,
dan para sahabatnya. Coba cek dalil Qur'an di bawah ini :
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (Terjemahan Q.S At Tahrim : 6)
Keluarga
bisa jadi pendukung maupun penolak perjalanan dakwah kita. Bisa jadi sesetia
istri Rasulullah, atau selicik istri Nabi Luth. Bisa jadi setaat anak Ibrahim
atau sedurhaka anak nabi Nuh. Bisa jadi. Nah, karena itu, dakwah kepada
keluarga itu penting. Seperti salah satu tulisan yang pernah saya baca.
Silahkan baca di sini --> https://syifarahma.wordpress.com/2015/12/23/aktivis-organisasi-pasivis-keluarga/
Menurut
tulisan indah tersebut, jangan sampai kita, seorang aktivis kampus, menjadi
seorang pasivis ketika di rumah. Semangat mengobarkan semangat keislaman teman
kita, sementara lupa dengan keluarga di rumah. Ah, sayang sekali, bung.
Tapi,
dakwah kepada keluarga itu memang menyulitkan. Mengapa? Pertama, untuk mereka
yang memiliki keluarga yang belum pernah tersentuh dengan Islam, maka ia akan
menghadapi pergolakan dan pertentangan dimana-mana. Maka, hanya sholat dan
sabarlah yang bisa menolong. Seperti kisah Mush’ab bin Umair yang memiliki
orang tua penyembah berhala. Tantangannya berat, halangannya besar. Tapi ia
tetap sabar dan istiqomah.
Kedua,
untuk mereka yang baru saja hijrah dari masa jahiliyah menuju masa yang terang
benderang, maka ia akan menghadapi rasa kurang percaya dari keluarganya.
Biasanya, keluarganya akan berpikir begini, “ah, baru juga kemarin pake
kerudung,” atau “ah, baru juga sholat kemarin, udah ceramahin orang.” Itu
tantangan yang sulit juga, bung. Tidak dipercaya oleh keluarga itu sesakit
tidak dipercaya oleh tukang parkir kalau kita udah bayar uang parkir di awal.
Hiks. #anticurcol
Ketiga,
untuk mereka yang sudah memiliki keluarga yang islam tapi masih belum paham
benar makna islam. Biasanya, mereka akan menghadapi ego dari orang tua, “kamu
tahu apa sih? Baru juga ngaji seminggu, udah ngelawan orang tua!” Padahal, gak
ada tuh lawan melawan, emangnya pencak silat?
Dan
berbagai problem lain yang tidak bisa disebutkan lagi.
Tapi,
dakwah kepada orangtua atau keluarga itu memang sulit. Karena itu, perlu
diingat bahwa dakwah kepada orang lain dan keluarga itu berbeda. Filosofi Jepang
mengatakan, bahwa kita punya tiga topeng. Topeng pertama adalah topeng yang
kita tampakkan pada orang-orang. Topeng kedua adalah topeng yang kita tampakkan
pada keluarga dan orang terdekat. Sementara, topeng ketiga adalah topeng yang
tidak pernah kita tampakkan pada sapapun. Nah, keluarga adalah orang-orang yang
mengetahui diri kita, luar dan dalam. Mereka sudah tinggal bersama kita
bertahun-tahun dan mengasuh kita sejak kecil. Ayolah, mereka paham kita luar
dalam, meskipun tampaknya tidak tahu.
Kita tidak
bisa langsung mengajak mereka diskusi dimanapun kita bertemu, tapi harus
dikondisikan agar tak seperti dikondisikan. Misalnya, sambil nonton tivi,
sambil makan malam, sambil duduk santai, atau sambil ngobrol hal remeh-temeh.
Sedikit demi sedikit, jangan langsung kebut SKS, ntar orang tua kita kaget.
Dibujuk-bujuk, dipuji-puji, disayang-sayang.
Orang tua
akan lebih sering menggunakan egonya, karena itu bersabarlah. Jangan terbakar
dengan ego kita juga. Nanti perang dingin jadinya, jangan egois. Karena
begitulah orang tua, mereka tidak akan mau merendah pada anaknya. Jarang sekali
hal itu terjadi. Bersabarlah. Bagaimana pun, orang tua tetaplah orang tua.
Tidak akan berubah statusnya sampai kapan pun. Jangan memaksa mereka untuk
berubah. Karena perubahan itu sulit, bukankah kita pernah melaluinya?
Ketika
orang tua sudah menerima dakwah kita dan mulai berubah menjadi lebih baik,
dukunglah. Berikan dukungan terbaiknya, tidak perlu dengan mengirim pulsa,
cukup dengan memberikan doa dan semangat melalui perbuatan kita dengan
mempermudah pekerjaan orang tua. Bagaimana jika perantau? Ya, disesuaikan aja
ya. Kepanjangan kalau dibahas. Hehe.
Begitulah
kurang lebih yang bisa saya sampaikan, karena saya juga sedang berusaha. Yeah!
Wallahu a'lam bis shawab
Correct me if I am wrong
Correct me if I am wrong
Yogyakarta,
27 Desember 2015
Jazakallah khair
BalasHapusLayak jd penulis buku sampeyan mas..
BalasHapus