Tidak Segala Sesuatunya Terbalaskan



Pernahkah mendengar “Cinta bertepuk sebelah tangan”? Itu artinya ia mencintai seseorang yang tidak mencintainya. Dalam drama sering dikisahkan sebagai ironi teman masa kecil yang diabaikan. Rada panjang memang. Terlalu klise. Seorang teman masa kecil akan selalu berada di area friendzone  tanpa bisa mengubah status menjadi seorang kekasih. Udah bosan sih, keseringan ketemu.
Pernahkah juga mendengar “Air susu dibalas air tuba”? Itu artinya seorang anak yang durhaka kepada seorang ibu yang sudah susah payah mengurus, menjaga, mendidik, melindungi dan membesarkannya. Bisa juga untuk seorang anak yang durhaka pada orang yang membesarkannya, selain orang tua. Misalnya dengan neneknya atau dengan pamannya. Sama saja. Kisahnya mirip Malin Kundang. Kadang-kadang si Anak bisa kena azab dunia. Dikutuk jadi batu misalnya. Entah batu apa, batu akik, batu berlian atau batu bata.
Dari dua pepatah tadi, kita bisa saja membantah perkataan orang, “Jika mau dihormati, maka menghormatilah. Jika mau diperlakukan baik, maka berlaku baiklah.” Tapi, sayang seribu sayang. Dunia ini kejam, bung. Lebih kejam dari ibu tiri atau ibu kota. Terkadang, apa yang kita lakukan, tidak akan mendapatkan hasil yang sebanding. Hasil yang kita harapkan.
Cobalah lihat, kurang baik apa coba Bawang Putih kepada Bawang Merah dan ibunya, Bawang Bombay (bukan nama sebenarnya)? Tapi, apakah ia mendapatkan apa yang ia inginkan? Meskipun pada akhirnya ia bisa menikahi pangeran Bawang Goreng (bukan nama sebenarnya) dan berakhir happy ending. Tapi, tetap saja ia tidak mendapatkan perlakukan baik yang seharusnya ia dapatkan setelah berbuat baik.
Tidak segala usaha mendapatkan hasil yang seharusnya. Tidak mesti satu ditambah satu menghasilkan dua. Atau satu dikurangi satu tidak menghasilkan apa-apa. Tidak semua orang yang berperilaku jahat dihukum dan tidak semua orang yang berperilaku baik dilindungi. Buktinya hukum yang diterapkan saat ini bagai pisau yang tajam ke bawah, menusuk para rakyat, tapi tumpul ke atas, untuk para penguasa.
Lalu, haruskah kita mempertahankan teori, “Satu tambah satu sama dengan dua”? Silahkan pertahankan semua itu dalam pelajaran matematika dan pelajaran hitungan lainnya. Karena dunia ini sama sekali tidak bisa diperhitungkan kelanjutannya. Misteri. Terlalu gaib.
Teori “Satu tambah satu sama dengan dua” membuatmu senang melakukan balas budi dan balas dendam. Syukurlah jika orang di dunia ini senang melakukan balas budi. Tapi, tak semua orang baik, meski tak semua orang buruk. Ada saja orang yang melakukan balas dendam. Karena ia berpandangan, “Mata dibalas mata. Gigi dibalas gigi. Nyawa dibalas nyawa.” Jika seseorang berperilaku jahat padanya, maka ia juga akan membalas dengan perbuatan yang sama. Mungkin lebih kejam. Karena itu, jangan heran jika kriminalitas meningkat tajam akibat balas dendam yang tak jelas ujungnya.
Sebenarnya, maksud saya menulis ini adalah untuk menyadarkan kalian semua, bahwa tidak semua hal baik akan dibalas baik. Kalau tidak dibalas baik, apakah kita akan berhenti berbuat baik? Tentu saja tidak. Teruslah berbuat baik. Ingat, mengapa engkau berbuat baik. Jika karena Allah, maka teruskanlah. Jika karena hal lain, maka perbaikilah.
Terbalaskan atau tidak, terbalas dengan benar atau tidak, bukan menjadi alasanmu melakukan sebuah kebaikan dan usaha. Ingat alasanmu hidup di dunia ini. Karena Allah! Maka berhentilah juga karena Allah! Lanjutkan karena Allah!
Keadilan selalu menjadi milik Allah Yang Maha Adil. Maka jangan biarkan perasaan manusia yang labil menjadi standar keadilan. Hanya karena diperlakukan jahat, maka kau pantas melakukan kejahatan. Itu bukan adil.  Perlakukan orang yang menjahatimu dengan cara yang benar, dengan Islam. Jika bersabar masih bisa engkau lakukan, mengapa memilih yang lain? Jika memaafkan masih bisa engkau lakukan, mengapa memilih yang lain?
Mungkin kita lupa dengan pepatah, “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Apa jadinya jika anjing menggong dan kafilah juga ikut menggonggong? Bukankah itu sebuah ironi? Yang berarti bahwa kafilah—yang terdiri dari sekelompok manusia—juga memiliki kebiasaan seperti anjing. Menggonggong.
Jika berbuat baik, maka konsistenlah menjadi orang baik. Jika ada orang yang berbuat jahat dan dzalim kepada kita, bukan berarti kita malah membalas hal yang serupa. Bukankah itu menandakan bahwa kita tak ada bedanya dengan mereka? Sama-sama jahat?
Yang terpenting adalah berbuat baik bukan karena kita ingin mendapatkan perlakuan yang sama dari orang lain. Kalau itu yang diharapkan, itu namanya modus dan caper—cari perhatian. Berbuat baik pun tidak boleh berhenti ketika diabaikan, ditolak, atau malah dibalas kejahatan. Teruslah berbuat baik.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas R.A tentang firman Allah SWT.: Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. (TQS. Fushilat: 34), dia berkata, “Bersabar ketika marah, dan memberikan maaf ketika dinistakan. Jika mereka melakukannya, Allah akan menjaga mereka dan menundukkan musuh mereka kepadanya.” (H.R Al Bukhari, hadist Muallaq)

Komentar