Sok Alim vs Sok Jahil


Seorang manusia akan berperilaku sebagaimana yang ia yakini. Contohnya, jika ia meyakini rokok itu buruk, maka ia tidak akan merokok dan menghindari asap rokok. Tapi, jika ia meyakini rokok itu baik, minimal ia yakin rokok itu keren, maka ia akan merokok tanpa memperdulikan orang lain.

Yah, itu pembukaan kita untuk malam ini, saudara-saudara. Hari ini, tepatnya tadi siang, Jum'at tanggal 21 Agustus 2015, jam setengah satu siang, saya mendapat pertanyaan tentang :

Mengapa orang kota malah tidak berperilaku kota, sementara orang kampung bertingkah kekotaan?

Apa Anda bingung? Sebenarnya saya juga bingung. Hehe. Untuk itu, mari kita jelaskan dulu, apa yang dimaksudkan dengan "orang kota" dan "orang kampung". Seringkali orang menganggap bahwa "orang kampung" atau "kampungan" adalah orang yang terlihat tidak berpendidikan, baik sikapnya maupun pemikirannya. Sementara "orang kota" atau apalah itu adalah orang yang terlihat berpendidikan, baik sikapnya maupun pemikirannya. Baiklah, sampai disini saja. Kita tidak akan mengambil pendapat yang lain, karena akan memicu keracunan eh kerancuan dalam pembahasan ini. Sebenarnya kedua sebutan ini hanyalah sebuah label yang muncul dari stigma masyarakat. Yang memandang bahwa orang kampung harusnya begini dan orang kota harusnya begitu.

Bukankah kita sering melihat bagaimana orang kota kadang menjadi kampungan dan orang kampung menjadi tambah kampungan? Sebenarnya, ini semua karena pemikiran mereka yang belum terdidik. Tidak terdidik seperti apa? Tidak terdidik yang dimaksud bukan hanya karena tidak memiliki ijazah atau tidak bersekolah formal. Lagipula, jika terdidik dilihat dari ijazah, maka para koruptor adalah orang terdidik. Nyatanya, mereka tidak terdidik a.k.a kampungan. Orang yang terdidik adalah yang benar-benar paham bagaimana seharusnya manusia menjadikan akalnya tunduk dengan aturan Allah. Ketika ia tidak menjadikan akalnya tunduk dengan aturan Allah, maka ia akan bersikap semena-mena, sesuka hatinya, sesuka jidatnya. Bertingkah sok kafir, seperti pacaran, memakai baju seksi, mabuk-mabukkan, judi, dan lainnya. Mungkin ada yang tersinggung dengan kata "sok kafir". Tapi, maaf-maaf saja. Kalau orang yang menundukkan akalnya dengan aturan Allah disebut "sok alim" berarti boleh dong kalau orang yang semena-mena disebut "sok kafir".

Tindakan sok kafir ini sebenarnya memang bermuara dari pemikiran tadi. Karena tidak memiliki pengetahuan dan tidak mau mencari pengetahuan maka perilakunya jauh dari tampang orang yang punya pengetahuan dan mental berpengetahuan. Makanya Allah mewajibkan setiap laki-laki dan perempuan muslim untuk menuntut ilmu. Terlebih lagi ketika akalnya sudah sempurna a.k.a sudah baligh, maka ia sudah dijatuhi hukum untuk melaksanakan perintah Allah. Ya, sebenarnya tidak masalah kalau akalnya tidak sehat. Tapi, bukan itu pembahasan kita. Yang jelas, sikap sok kafir itu adalah tindakan kampungan. Yang melebihi dari orang kampung pada umumnya. Sedih juga jika orang kampung malah kampungan.

Terkadang ada juga yang mengartikan bahwa label "kota" dan "kampung" itu berbeda. "Orang kota" adalah orang yang hidup terlalu bebas sementara "orang kampung" adalah orang yang hidup terkukung dengan aturan tradisional. Sebenarnya tak salah juga. Yang salah adalah mengapa tak ada aturan baku tentang "orang kota" dan "orang kampung. Kan saya jadi galau bagaimana menjelaskannya pada Anda! #lelahAdek

Karena itu, mari kita menyebutnya dengan orang yang "sok kafir" dan "sok alim". Ah, sok kafir juga agak berlebihan, mungkin "sok jahil" itu cocok. Karena jahil adalah bodoh. Sip! Sok bodoh dan sok pintar adalah padanan kata yang pas! #apaan?

Lupakan sifat saya yang agak plin plan ini, tapi kembali ke pembahasan kita. Terkadang, orang sok alim sangat kasihan dengan orang yang sok jahil ini. Mereka merasa benar dalam menjalani sebuah kemaksiatan, mereka tidak tahu sebenarnya bahwa mereka salah. Sayangnya, begitu dinasehati,mereka malah marah. Orang sok alim memang suka menasehati orang lain, padahal dia sendiri belum tentu baik. Orang sok alim mah gitu. Karena orang sok alim menyadari bahwa ilmunya tidak pantas diendap di dalam otak terlalu lama, bisa-bisa berlumut atau karatan, mending disebar-sebar biar tambah ilmu, tambah pahala, tambah banyak teman di surga! #tepuktangan

Jadi, memang sangat penting dalam menuntut ilmu, terutama ilmu agama. Karena ilmu agama itu sifatnya fardhu ain. Urusannya bukan main-main, tidak bisa diwakili. Sama seperti solat. Tidak mungkin kita nitip solat sama teman, kecuali minta disolatkan, itu baru bisa. Lagian, urusan agama ini bukan hanya untuk kehidupan dunia, tapi juga kehidupan akhirat. Jangan pula kita buta dengan ilmu dunia, meskipun fardhu kifayah, ia tetap fardhu, tetap wajib. Sama hukumnya dengan menyolatkan teman yang tidak mau solat tadi eh menyolatkan orang yang sudah meninggal.

Jangan sampai kita malah menjadi orang sok jahil, padahal rencananya mau menjadi orang sok alim. Jangan sampai kita malah menjadi kampungan, padahal rencananya mau menjadi orang kota. Sayang sekali, kan? Karena hidup ini bukan hanya untuk meraih label manusia, kampung atau kota, sok alim atau sok jahil. Tapi label dari Allah, beriman atau kafir.

Demikianlah tulisan saya yang agak tidak jelas, karena saya sendiri bingung dengan tatanan pikiran saya yang mengalir entah kemana. Silahkan diambil moral value-nya sendiri, eh berhubung ini bukan dongeng, jadi mohon diambil kebaikan di dalamnya, diamalkan, dan disebarkan. Semoga kita bisa bersama dalam lingkaran kebaikan. ^_^

n.b : Jika ada orang kampung yang tersinggung, maka yakinlah bahwa saya termasuk orang kampung, yang tinggal di kampung, yang bahkan tidak dikenal oleh facebook dan google maps. Disana kadang saya merasa sedih T.T kalau saya nyasar, agak susah jadinya. Iya, iya... nyasar di hutan, gak usah diterangin juga saya paham! #tiba2ngambek

Komentar