Barangsiapa
yang memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, mencintai karena Allah,
membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, berarti ia telah sempurna
imannya.
Hadist yang dikeluarkan oleh At Tirmidzi
ini akan menjadi pembuka kita malam ini. Sebenarnya, Jum’at malam adalah jadwal
rutin saya untuk membuat tulisan untuk ROHIS SMANSATAPA. Tapi, sumpah, bukan
keinginan saya kalau laptop ini kadang suka ngambek. Jadi, diundurlah
penerbitan tulisan ini dalam beberapa malam. Entah malam keberapa.
Kali ini, saya akan membahas tentang
benci. Wah, benci dibahas, ya? Iya dong, kita mah udah bosan bahas cinta
melulu. Kali ini kita membahas tentang benci. Kece gak tuh? Anti-mainstream
banget! Hus, jangan memuji saya terus. Entar saya jadi malu, saya kan gak tau
malu #plak.
Baik, saya awali pembahasan ini dengan
pertanyaan yang saya dapatkan oleh seorang teman pada suatu malam. Saya pikir
ketika itu saya dapat uang kaget, berhubung akhir-akhir ini saya sering kaget
sendiri menemukan uang receh di kantong. #abaikan. Pertanyaannya:
Bagaimana caranya menghilangkan rasa marah, benci dan gak suka sama teman?
Nah, ini adalah pertanyaan yang unik
sekali. Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita harus mulai menganalisis sebab
munculnya pertannyaan ini. Mengapa kita membenci teman kita? Apa penyebabnya?
Sejauh apa kita membenci teman kita?
Mengapa menganalisis ini penting, agar
kita tahu pokok permasalahan yang dihadapi si penanya. Jangan-jangan yang ia
maksud benci bukanlah benci dalam arti yang sebenarnya. Bisa saja yang ia
maksud adalah jengkel, kesal, tidak suka, risih, atau marah. Karena benci
bukanlah kata sembarangan. Ia adalah deskripsi dari emosi negative yang teramat
sangat. Wah, agak berat dipahami ya? Hehe.
Yang penting, kita harus tahu dulu,
sebenarnya yang ia maksud itu benci atau hanya sekedar kesal? Karena benci
lebih dari kesal. Benci itu bisa menjadi arti tidak mau berdamai sampai
kapanpun juga! Wah, mengerikan, ya. Padahal, Islam mengatur loh tentang emosi
benci itu. Benci itu gak boleh sembarangan. Sembarang membenci, bisa gawat.
Sebenarnya Allah telah melarang kaum
Muslim mencintai orang-orang kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan
melakukan maksiat. Berdasarkan firman Allah :
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan mengusir kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalanKu dan mencari keridhaanKu (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (TQS. Al Mumtahanah: 1)
Dari sini kita tahu kan kalau membenci
itu adalah orang-orang yang disebutkan di atas, selebihnya, tidak boleh di
benci. Kita bahkan diwajibkan untuk membenci musuh-musuh Allah.
Dari ‘Aisyah R.A dari Rasulullah S.A.W, beliau bersabda : Sesungguhnya orang yang dibenci Allah adalah orang yang suka menentang (mendebat) perintah Allah. (Muttafaq Alaih)
Dari Abu Darda, sesungguhnya Rasulullah S.A.W bersabda : Sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berbicara dengan hal-hal yang tidak menyenangkan pendengarnya dan berbuat keji. (H.R At Tirmidzi)
Ada juga riwayat yang menjelaskan kebencian terhadap orang muslim yang menanmpakkan keburukkan (secara terang-terangan). Imam Ahmad, Abdur Razak, dan Abu Ya’la telah mengeluarkan hadits dengan isnad Hasan, juga Al Hakim dalam al Mustadrak, ia berkata hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim. Dari Abu Faras, ia berkata: Umar Ibn Khattab pernah berkhutbah dan berkata : Barangsiapa di antara kalian menampakkan suatu keburukkan, maka kami pun akan mengiranya berperilaku buruk dan kami akan membencinya karena kejahatan itu.
Lalu bagaimana sikap para sahabat dalam
membenci orang-orang kafir?
Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dari Salamah bin Al Akwa, ia berkata: Ketika kami berdamai dengan penduduk Makkah dan sebagian kami bercampur dengan sebagian mereka, aku mendatangi suatu pohon kemudian aku menyingkirkan durinya dan aku merebahkan diriku di akarnya. Kemudian datang kepadaku empat orang kaum Musyrik Makkah. Merkea mulai membicarakan Rasulullah, maka aku pun membenci mereka, hingga aku pindah ke pohon yang lain.
Hadist Jabir bin Abdillah diriwayatkan Ahmad bahwa Abdullah bin Rawahah, ia berkata kepada Yahudi Khaibar : Wahai Kaum Yahudi! Kalian adalah makhluk Allah yang paling aku benci. Kalian telah membunuh para Nabi dan telah mendustakan Allah. Tapi, kebencianku kepada kalian tidak akan mendorongku untuk berlaku sewenang-wenang kepada kalian.
Nah, betinon! Nah, gitu! Kalau ternyata
yang kamu maksud bukan benci berarti kamu sudah paham bahwa ternyata emosi yang
kamu maksud adalah kesal atau jengkel, maka mari kita selesaikan.
Kesal atau jengkel dalam kehidupan
manusia itu wajar. Terutama manusia dalam tahap remaja dengan kejiwaannya yang
masih labil. Kekesalan dan kejengkelan ini bisa terjadi karena salah paham,
tidak sepaham atau tidak punya paham. Jika terjadi karena salah paham, maka
mari saling memahamkan. Jika tidak paham, maka mari mulai saling memahami. Jika
tidak punya paham, maka mari cari paham. Simple kan?
Belajarlah bersosialisasi. Mulai belajar
untuk bertoleransi atas kekhilafan seorang teman dan belajar memaafkan. Jika
kesalahan teman tadi terus berulang, jangan lupa untuk diingatkan. Bukankah
orang yang tidak merugi adalah orang yang saling memberi nasehat dalam
kebaikan?
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri. (TQS. An Nur : 12)
Jika kita mulai marah dengan kesalahan
teman kita, mulailah untuk menenangkan diri dulu. Dalam keadaan ini, dilarang
mengambil keputusan dan membuat status di FB. Hehe. Cobalah dipikirkan sejenak,
apakah kesalahan ini begitu fatal sampai-sampai kita tidak mau lagi berteman
dengan teman kita? Tidak saling tegur sapa selama tiga hari itu berdosa loh!
Sekalian curhat, saya dulu pernah kesal
dengan teman saya karena dia sangat ribut sekali. Ketika itu kami sedang
latihan drama untuk acara perpisahan. Saya yang sudah terserang 6L—Lelah,
Letih, Lemah, Lesu, Lunglai, dan Lapar—pun tidak bisa menahan lebih lama lagi.
Saya langsung menghardiknya dan menyuruhnya untuk duduk di sudut kelas sambil
merenungi kesalahannya. Tak tahan dengan tatapan tajam yang mampu menyayat hati
itu, teman saya pun mengikuti perkataan saya dan akhirnya murung di pundungan.
Persis seperti di Anime.
Setelah sepuluh menit, saya sudah tidak
tahan untuk tidak tertawa. Lucu saja melihatnya terdiam memandang teman-teman
yang lain sedang bermain. Saya mah orangnya gitu, haha. Rada kejam. Sebenarnya
contoh di atas hanya contoh kecil, bukan kekesalan yang benar-benar memuncak.
Tapi, sungguh, lapar bisa mengubah segalanya. Lo rese’ kalau lagi lapar!
Demikianlah jawaban yang agak gaje dari
saya, semoga bermanfaat!
Komentar
Posting Komentar