Mahasiswa…
Apa yang ada di benak Anda begitu
mendengar kata tersebut? Bukan, kata itu bukan dua kata yang terpisah. Ia adalah
sebuah satu kesatuan. Yang mengartikan bahwa seseorang yang disebut mahasiswa
telah menambahkan kata maha untuk kata siswa-nya sehingga identitas siswa yang
dulu telah ia miliki, kini menjadi lebih besar lagi, lebih maha. Apa yang
besar? Ya, semuanya. Dari segi pertumbuhan hingga perkembangan, bahkan hingga
beban dan tanggungjawabnya pun ikut membesar.
Lalu, tahukah Anda apa yang terjadi pada
mahasiwa akhir-akhir ini? Ya, saya pikir Anda pastilah sudah membaca banyak
dari berbagai media, dan ada sudah tahu seperti apa mahasiswa saat ini! Ah,
lupakan segala macam hoax yang mengatakan ini dan itu tentang mahasiswa. Yang mengatakan
mahasiswa baik atau buruk, dan entahlah, berbagai stigma lain yang diberikan
kepada mahasiswa seluruh Indonesia atas ulah beberapa mahasiswa. Yang pasti,
keadaan mahasiswa saat ini sedang dipertanyaan. Dipertanyakan keberadaannya,
dipertanyakan tugas dan tanggungjawabnya, dan dipertanyakan kebenarannya!
Kita mendengar dari beberapa media
mengabarkan bahwa beberapa dari perwakilan BEM-SI pada suatu malam diundang
untuk berdiskusi dan makan malam bersama presiden di Istana Negara. Ah, bagi
saya ini bukan masalah besar. Siapa sih yang tidak mau diajak makan bersama? Gratis
pula, dengan presiden pula, di Istana Negara pula? Siapa yang tidak mau? Apalagi
mahasiswa yang selalu memandang horror tanggal tua. Lagipula mereka diajak
berdiskusi, siapa tahu presiden mau diajak kompromi dan dengan suka hati
mengikuti keinginan para mahasiswa. Who knows? Dicoba saja. Diskusi diakhiri
dengan foto bersama. Nah, kali ini siapa sih yang tidak mau foto bersama
presiden dan pengurus BEM lainnya? Jarang banget, kan?
Entahlah, sejak saat itu perubahan yang
diinginkan oleh mahasiswa semakin tidak jelas. Beberapa di antara mereka bahkan
melembek dengan sendirinya. Entah apa yang dibicarakan pada malam itu, kita
berhusnuzan saja bahwa mereka lupa menyampaikan aspirasi mereka, akhirnya
terlena dengan bujuk rayu presiden, dan bum, mereka mengubah sudut pandang
sebuah pergerakan.
Meskipun, pada akhirnya, pada tanggal 20-23
Mei terjadi aksi damai yang dilakukan beberapa organisasi mahasiswa yang masih
belum menyerah. Apa yang membuat mereka bergerak telah membuat saya terharu,
hiks. Ternyata masih ada mahasiswa yang memiliki perasaan akan perduli dengan
rakyat. Tapi benarkah solusi yang mereka sampaikan? Lagipula, perubahan seperti
apa yang mereka inginkan? Apakah perubahan untuk mengobati penyakit luar saja?
Kenyataannya…
Begitu…
Jauh…
Sejauh mata memandang…
Mahasiswa saat ini, bukanlah mahasiswa
yang bersatu pemikiran dan perasaannya akan rakyat. Mereka bahkan tidak tahu
apa saja kebutuhan dan keinginan rakyat. Semua karena pemikiran mereka akan
masalah yang dialami oleh rakyat tidak dipandang dengan pandangan islam,
pandangan yang seharusnya dimiliki oleh mereka, mahasiswa muslim. Tapi sudut
pandang yang dimiliki oleh mahasiswa itu adalah sudut pandang yang diberikan
oleh kaum kafir penjajah.
Sehingga wajarlah kalau solusi yang
diberikan hanyalah solusi yang… yah, hanya solusi yang mengobati penyakit luar.
Mereka sama sekali tidak memberikan solusi untuk penyakit dalam, penyakit yang
sedang menjangkiti masyarakat saat ini sejak lama. Sejak lama sekali. Sejak hilangnya
perisai masyarakat ini, masyarakat islam ini.
Pemikiran para mahasiswanya sudah tercampuri
oleh pemikiran kaum kafir. Pemikiran asing ini akhirnya menjadi pemikiran yang
tertanam dengan dalam dan erat dalam otak mereka. Sama sekali tak bisa mereka
pisahkan. Bahkan untuk sekedar memasukkan pemikiran islam pun sulit, saking
dalamnya pemikiran mereka akan Barat. Kaum Kafir telah sukses menyusupkan
pemikirannya kepada mahasiswa muslim, hingga membuat mereka memisahkan
pemikiran dan perasaan mereka kepada rakyat.
Kalau pun mereka bergerak atas nama
rakyat, pada akhirnya mereka bergerak hanya ketika terusik kepentingan pribadi
mereka. Mengapa bisa? Ayolah, masalah pelik yang dihadapi oleh rakyat tidak
terjadi baru-baru saja. Tapi semua sudah mereka rasakan sejak lama! Lagipula,
semua masalah baru yang terjadi saat ini hanyalah masalah lama yang
dimodernisasikan. Lebih baru, lebih lembut, lebih indah, lebih kejam! Selama
ini mahasiswa ada dimana?
Mereka bergerak atas dasar nasionalisme, patriotisme
dan segala isme berbahaya lainnya. Semua ikatan dan emosi rusak yang sama
sekali tidak pantas dimiliki oleh seorang manusia. Ikatan yang dimiliki oleh
hewan. Ikatan tersebut dikatakan rusak karena kebangkitan dari orang-orang yang
berada di dalamnya hanya ketika merasa terancam, dan menyadari bahwa mereka
terzalimi. Lalu apa yang terjadi bila mereka tidak merasa terancam dan
terzalimi? Ketika mereka tidak merasakan semua itu, meskipun semuanya ada? Tentu
saja, tidak ada yang namanya kebangkitan. Akhirnya mereka mati tanpa mengetahui
apa yang mengancam mereka. Mati dalam kesia-siaan.
Dan pergerakan seperti ini hanya berakhir
dengan menyerah dan putus asa, persis seperti hewan-hewan yang akan mengetahui
bahwa mereka akan disembelih. Percuma melawan, pada akhirnya mereka akan mati. Mereka
akhirnya menganut paham apatis.
Ujung dari perjuangan akan perubahan
tanpa tujuan yang jelas itulah yang membuat perubahan tidak pernah terwujud. Lagipula,
perubahan seperti apa yang mereka inginkan? Ganti rezim? Basi! Kita sudah
berganti pemimpin berkali-kali! Adakah perubahan? Tidak ada! Tidak ada relasi
positif yang signifikan dalam hal itu!
Perjuangan mereka hanya akan berhenti
bila keinginan pribadi mereka terwujud, dengan cara menjadi pegawai pemerintah,
terpenuhi kebutuhan jasmani mereka, dan lain sebagainya. Dan akan berbentrokkan
jika memiliki masalah pribadi yang lebih pelik, akhirnya terlupa akan apa yang
mereka perjuangkan.
Ya, sesimpel itu. Semudah itu masalah
yang dialami mahasiswa saat ini! Kiranya hastag #SaveMahasiswa pantas untuk
menjadi trending topic di seluruh sosial media. Karena para mahasiswanya memang
membutuhkan pertolongan! Mereka butuh untuk kembali mempelajari pemikiran murni
islam. Pemikiran yang membangkitkan. Pemikiran yang benar. Sehingga setiap
pergerakan yang mereka usung adalah pergerakan yang hakiki. Bukan pergerakan
yang abal-abal atau sekedar ikut-ikutan meramaikan momentum, meniru pergerakan
lain yang lebih dulu ada.
Saat ini harga diri mahasiwa telah
terjual hanya dengan makan malam dan foto bersama. Murah sekali! Karenanya,
kembalikan jati diri mahasiswa!
Bukan
perubahan rezim yang kita inginkan, tapi perubahan sistem negeri ini. Berubah dari
sistem kufur menuju sistem islam. Bagaimana mungkin seorang mahasiswa muslim
tidak memikirkan hal ini?
Idealis saja tidak cukup, jadilah
mahasiswa yang ideologis dan revolusioner!
Bergerak berkali-kali, karena hidup hanya
sekali!
Jogjakarta, 23
Mei 2015
23.59 WIB
Komentar
Posting Komentar