Pelari


Ia adalah seorang pelari. Dengan kaki yang terkuat, mata yang memandang jauh, tangan yang paling elastis dan tubuh yang paling bugar. Ia seorang pelari handal.

Tatapannya tajam, memandang jauh. Sedikit samar bagi orang lain, namun begitu jelas bagi dirinya sendiri. Ia memandang tujuan dengan sedikit memicingkan mata. Mungkin karena tujuan terlalu terang menyilaukan atau karena terlalu gelap, sulit untuk mendapatkan cahaya. Ialah masa depan. Tujuan pelari itu adalah masa depan.

Pelari itu berlari sangat cepat. Paling cepat dari siapapun. Mengalahkan para visioner, menyalip para idealis, meninggalkan para realistis. Pelari ini berada di garis paling depan. Karena ia telah lebih dulu berlari. Agak curang, memang. Tapi, itulah strategi baginya. Kecepatannya membuat siapapun takjub. Ialah ketakutan dan keberanian, perasaan yang tipis sekali garis tengah di antaranya. Ketakutan dan keberanian membuatnya berlari lebih cepat. Karena ialah pelari tercepat.

Jika setiap langkah adalah waktu, maka pelari ini mengikuti arus waktu. Ia tidak memiliki waktu, meskipun ia menginginkannya, tapi waktu terus bergerak, membuatnya terengah-engah kelelahan. Ia mengejar waktu. Bukan, waktu yang memaksanya berlari. Karena waktu tak pernah menunggu, tak pernah bisa dimiliki. Pelari ini tak memiliki waktu.

Ia tak pernah menoleh kebelakang, karena menoleh hanya akan membuatnya jatuh, karena menoleh hanya akan membuatnya berhenti, membuatnya jatuh, maka ia terus berlari. Ia tak ingin terjatuh lagi, tak ingin ditinggal pergi oleh waktu lagi, karena trauma, maka ia tak ingin menoleh kebelakang. Segala hal yang mengerikan, menyeramkan bernama kesalahan itulah yang mengejarnya. Bayangan hitam yang semakin besar karena semakin terang cahaya yang ada di depannya. Bayangan itu mengejar tanpa memperdulikan waktu, berusaha mencekal kaki si pelari, menarik tubuhnya dengan paksa, lantas menjatuhkannya dengan suara paling keras. Mungkin dapat membuat tubuhnya hancur seketika, paling tidak cukuplah untuk menghentikan langkahnya sejenak. Pelari ini membenci apa yang ada dibelakangnya, karena itu ia terus berlari.

Ialah pelari paling handal sepanjang zaman. Pelari yang berlari jauh dari kenyataan, bersembunyi dengan gelapnya kesalahan masa lalu, menuju mimpi yang samar--entah terang atau gelap. Ia terburu dengan waktu, menjadikan rasa takut dan berani sebagai kecepatannya, ialah pelari yang terlatih. Pelari yang berlari dari kenyataan. Karena kenyataan sudah begitu menyakiti dan mimpi sudah terlalu indah untuk ditinggalkan.

Ialah seorang pelari, berlari hingga akhir, berlari hingga bertemu dengan impian tiada ujungnya.

Komentar