Pasar DPR



                Belum sampai hitungan hari, rakyat telah dikejutkan dengan ulah para DPR RI yang baru saja dilantik. Dalam Rapat Pemilihan Ketua DPR, tampak suasana begitu ricuh bak suasana pasar. Mungkin karena mirip dengan pasar yang didalamnya terdapat banyak kepentingan, para anggota DPR itu saling berteriak, berebutan dan bersikap tidak seperti orang yang memiliki etika tinggi.
                Sangat disayangkan pimpinan sementara yang terpilih adalah Popong Utje Djundjunan (76 tahun) yang sudah menurun kemampuan inderanya. Membaca teks peraturan di kertas pun sudah kurang lancar, harus dibantu oleh Wakil Ketua DPR, Ade Rizky Pratama, di sampingnya. Lalu, ingatannya juga mungkin sudah berkurang, misalnya beberapa kali ia keluar dari rapat setelah mengetokkan palu, tapi lupa ketokan palu tadi untuk apa.
                Lalu sidang yang baru mulai beberapa menit itu pun berlangsung ricuh karena banyaknya interupsi yang diabaikan oleh sang pemimpin sementara. Akibat tidak digubris itulah para anggota DPR yang mayoritas dari PDI Perjuangan langsung menuju meja pimpinan dan meminta agar pimpinan DPR menskors rapat paripurna (tribunnews.com). tak bisa dipungkiri kesan yang kemudian timbul bahwa ketua sementara DPR sudah berpihak kepada salah satu kubu di tubuh DPR.  Sesuatu yang kurang elok, karena ketua sementara DPR semestinya menjadi moderator yang baik dan tak memihak salah satu kubu.
                Sempat terjadi saling menunjuk dan adu argumentasi antara Anggota DPR dari PDI Perjuangan Adian Napitupulu dan meminta pimpinan segera menskors sidang. Beberapa anggota DPR lain datang dan kita dihadapkan lagi dengan adegan yang menggelikan. Ada yang mendekati kursi ketua sementara DPR, berbicara, berbisik, memijat punggung, dan cipika-cipiki dengan beliau. Mungkin tidak juga bisa dikatakan menggelikan, mungkin lebih tepatnya kurang sopan.
                Salah satu komentar di tribunnews.com mengatakan “Rapat tingkat RT saja kalau mau interupsi ada etika dan sopan santun, dalam rapat/sidang DPR yang katanya wakil rakyat koq inaterupsinya sak karepe dewe. Apa kata dunia.” Dan “Lihatlah apa yang terjadi di gedung DPR RI hari ini, wajah negeri penuh dengan lelucon orang-orang yang dipilih oleh rakyat.....karakter...anggota yang sebenarnya muncul dari orang-orang yang menjejar jabatan, harta dan tahta”
                Memang seperti itulah yang terjadi dengan orang-orang yang katanya adalah “wakil rakyat.” Orang-orang yang dibebani amanah oleh rakyatnya, namun entah kemana amanah itu ia tinggalkan. Mereka hanya sibuk berebut jabatan, harta dan tahta. Harusnya, jika memang itu kepentingan rakyat, mereka juga melakukan sidang dengan etika dan tata krama.
                Semuanya karena mereka saling mementingkan urusan masing-masing. Bagaimana cara mengembalikan modal dan bagaimana cara menguasai harta rakyat.
                Berbeda dengan Majelis Syuro dalam Islam. Anggota Majelis Syuro paham betul bahwa tugas mereka hanya mengkritisi pemerintah demi kepentingan umat. Tidak ada satu pun didalam benak mereka untuk mengembalikan modal, karena mereka tidak mengeluarkan modal untuk kampanye. Tidak untuk berterima kasih kepada perusahaan yang sudah membantu mereka, karena tidak ada yang bisa dibantu. Majelis Syuro paham betul bahwa mereka tidak dapat membuat undang-undang, karena Allah sudah membuat undang-undang untuk umat. Tidak ada satu pun yang berfikiran untuk membuat undang-undang yang menguntungkan pihak mereka atau pihak asing.
                Karena itu, wahai kaum muslimin, mari kembalikan tugas para wakil rakyat itu menjadi para pengoreksi penguasa. Orang-orang yang paham dan perduli akan umatnya. Akankah kita menunggu hingga seluruh wilayah nusantara ini dijual kepada pihak asing? Akankah kita menunggu hingga semua kekayaan nusantara menjadi milik asing? Dan akankah kita menunggu hingga anak cucu kita tidak mempunyai Indonesia lagi? Karena itu, mari bersama kita kembalikan sistem menuju sistem syariah dan khilafah, semoga rahmat Allah terus mengalir kepada kita semua. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

(Tulisan di kirimkan ke salah satu media cetak di Yogyakarta. Entah dipublikasikan atau tidak. Tulisan untuk mengopinikan Indonesia Congress of Muslim Indonesia 2014)

Komentar