Ini berasal dari kisah nyata author
sendiri. Para readers dipersilahkan duduk dan simak dengan baik karena
ceritanya agak sedikit horor. Hiii...
Bermula dari
keberangkatan seorang gadis ke kota antah berantah yang dulunya ia bayangkan
sebagai kota yang menyenangkan, ternyata adalah kota yang membingungkan. Bahkan
author sendiri bingung menceritakannya. Arghhh udah deh. Langsung ke inti
cerita aja
.
.
.
.
.
Singkat cerita,
aku akan memulai kisah ke-nyasar-anku selama di Jogja. Aku datang dengan
keadaan terlunta-lunta ditolak oleh berbagai kampus di Jogja ini. Lalu, apa
saja yang aku lakukan selama di Jogja? Ya, ber-nyasar-ria adalah salah satu
kesenangan tersendiri bagi aku yang tidak bisa didapatkan di Tanjung Palas.
Huahahha...
1.
Nyasar di Kampus Orang
Pertama kali
datang ke Jogja, aku pergi jalan-jalan ke UGD, eh UGM, universitas yang berani
tidak menerima anak seperti aku (siapa lo?). UGM ternyata gede banget
mameeenn... Siapa sangka berjalan dari satu fakultas ke fakultas lain itu
melelahkan?Tetapi tentu saja aku tidak berjalan. Aku menggunakan sepeda milik
salah satu sahabatku, berhubung dia baik hati. Aku berniat untuk pergi ke
Pengajian Umum di Masjid Kampus UGM mengandalkan peta di tangan, hasil oretan
sahabatku tadi. Bermodalkan nekat, aku go ke Maskam!
Pada akhirnya,
kebodohan memang tidak dapat disembunyikan! Aku nyasar sodara-sodara! Tak terelakkan
betapa sedihnya sahabatku itu. Lalu aku punya ide cemerlang untuk menemukan
jalan keluar!
Oh, ada
mbak-mbak berkerudung besar dan berjilbab! Mungkinkah dia salah satu peserta
PU? Aku pun mengikutinya dengan perlahan. Plis, anda harus membawa daku ke
Maskam!
Bagai seorang
stalker, aku mengikuti tanpa ragu. Sambil menghapal tanda-tanda jalan agar
tidak nyasar ketika pulang. Kan gak lucu kalau gak bisa pulang. Dan ternyata
mbak-mbak itu mengarahkanku ke Maskam! Dan ternyata...
.
.
.
.
.
.
Dia panitianya!
Gubrak banget.
Ah, tapi aku bersyukur bisa sampai dengan selamat.
Pelajaran
pertama anti nyasar : Cari kemungkinan seseorang yang akan menuju ketempat yang
sama dengan tujuan anda! Lalu jadilah stalker!
2.
Sakitnya Nyasar
Aku tidak begitu
paham mengapa dilanda berbagai macam penyakit begitu tiba di Jogja. Jika ingin
melihat isi dompetku, kamu akan
menemukan banyak sekali kartu berobat dari berbagai warna dan berbagai dokter
serta berbagai alamat pasien (berhubung aku adalah calon mahasiswa tunawisma
waktu itu). Yakinlah, sakit di saat jauh dari rumah itu tidak menyenangkan.
Mulai dari sakit mata, sakit kulit, hingga sakit ISPA. Semua sudah pernah
singgah.
Puncaknya adalah
ketika sakit ISPA. Kupikir, hanya demam biasa dan meminta salah satu sepupu
untuk mengantar ke dokter. Namun entah karena ia juga terkena sakit malas yang
memang biasa diderita laki-laki, ia hanya mengantarkan motor ke asrama.
Helloooo... Aku seseorang yang sakit disini! Tapi bermodalkan nekat dan tekad
tak mau sakit serta salah satu sepupu yang mau ikut ke rumah sakit, aku pun
pergi dengan kepala pusing. Dalam perjalanan, aku hanya bisa berdoa semoga
tidak ada masalah di perjalanan seperti nyasar misalnya.
Namun, Allah
berkata lain, pandangan yang semakin tidak jelas dan kepala yang pusing,
membuat aku sulit konsentrasi dalam perjalanan. Ditambah instruksi arah jalan
yang membingungkan dari sepupu. Aku tetap sabar meskipun lapar. Sakit, nyasar
dan lapar adalah satu komplikasi yang menyebalkan! Sudah berapa kali aku melirik
warung makan. Ingin sekali rasanya untuk menginjakkan kaki di tempat itu. Ah,
dunia ini memang kejam. Aku harus terus melanjutkan perjalanan.
Jauh jauh
nyasar, memutari tempat yang sama berkali-kali dan akhirnya sampai di tempat
tujuan adalah satu dari prestasi yang patut dibanggakan. Begitu masuk ke rumah
sakit, betapa sedihnya aku melihat kenyataan bahwa malam ini adalah malam
senin, yang berarti hari minggu, yang berarti rumah sakit libur! Huaaaaaaa.....
Aku pulang
sambil menangis di dalam hati. Inikah yang namanya perjuangan? Selama 15 menit
berkeliling, aku hanya di rumah sakit selama 5 menit tanpa mendapatkan
perawatan apapun. Hiksu hiksu. Ingin rasanya mengadu pada ibu. Ah, sudahlah.
Sesampainya di asrama, aku langsung terbaring tepar dan meminta sepupu untuk
pergi membeli obat penurun panas dan penurun lapar.
Setelah pada
akhirnya aku pergi ke rumah sakit setelah disuruh panitia ospek, aku baru
mengetahui bahwa aku menderita ISPA. Yah... Begitulah...
Pelajaran ketiga
anti nyasar : jangan sekali-kali pergi ke suatu tempat yang tidak anda ketahui
dalam keadaan sakit. Percayalah, sakitnya itu 2 kali!
3.
Timur bukan Utara,
Nyasar Masih Berlanjut
Masih dengan
keadaan yang sama, aku masih menjadi makhluk yang belum menghapal jalan Jogja
dengan baik dan benar. Suatu ketika, pamanku mendapat tugas dinas ke Jogja dan
menginap di salah satu hotel di Jalan Seturan. Setelah melihat google maps,
jalan seturan ada di timur, melewati UIN dan Ambarukmo Plaza, tempat yang aku
ketahui. Oke, aku bisa! Demi uang jajan dari sang paman, aku harus pergi!
Aku berjalan
dengan perasaan bahagia. Aku yakin tidak nyasar kali ini. Namun, ternyata aku
salah mengambil belokkan, bukannya ke UIN, aku malah tembus ke Cinema XXI.
Apa-apaan nih? Haduh, balik gak ya? Aku putuskan untuk terus berjalan. Dan
entah kerasukkan apa, di tugu, aku mengambil belokkan ke kanan dan tembus ke
UGM! Oi... Kenapa aku bisa ada disini? Semakin jauhlah rasa takjub yang ada di
hati. Aku memang berbakat untuk menjadi adik Zorro, tukang nyasar. Kenyasaran
itu tak serta merta membuat aku berhenti dan kembali, aku terus berjalan. Tanpa
terasa, aku sudah ada di Jalan Kaliurang KM 7! Ada apa ini? Memangnya aku mau
ke gunung Merapi? Tenang sodara-sodara, simpan rasa takjub kalian, karena ini
baru permulaan.
Tiba-tiba si
paman menelpon dan bertanya lokasi saat ini. Begitu mengetahuinya, ia langsung
panik. Katanya aku harus belok ke kiri. Oke, aku berbalik dan mencari jalan
raya untuk belok ke kiri. Sesampainya di lampu lalu lintas, aku lupa. Tadi dia
bilang belok mana? Sifat lupa adalah sifat yang menyusahkan! Ah, belok kanan
saja. Karena kanan adalah hal yang baik. Keputusan buruk! Dengan entengnya aku
pergi dan melaju. Lama kelamaan, aku tidak menemukan arah kemungkinan hotel
yang dituju tersebut. Begitu melihat plang nama di salah satu warung makan, aku
baru menyadari sekarang aku ada di Jalan Magelang!! Huaaaa.. Jauh banget...
Putar baliiikkk...
Aku lalu putar
arah dan naasnya kembali mengambil belokkan ke kanan, yang berarti semakin jauh
dari tujuan tanpa aku sadari. Aku agak heran, kenapa semakin lama aku berjalan,
semakin sepi perkotaan? Toko-toko besar tidak lagi banyak. Kendaraan yang lalu
lalang pun sama, tidak memenuhi ruas jalan seperti biasanya di kota. Sebenarnya
aku berada dimana?? Aku juga bingung dan hanya bisa menyerahkan kepada Allah.
Seperti yang aku lakukan di jalan Magelang tadi, aku melirik plang nama warung
makan. Ternyata aku ada di jalan entahlah apa namanya di Kabupaten Bantul!! Whaatt???
Apa yang aku lakukan disini? Pantas saja sepi. Aku putar arah lagi dan kali ini
berharap untuk bisa kembali ke kota.
Syukurlah aku
dapat kembali ke kota, aku lalu mencari jalan lagi menuju hotel pamanku. Selama
perjalanan, pamanku panik memikirkan keponakan terimutnya nyasar di kota orang.
Aku sudah tidak bisa berharap banyak lagi kali ini. Eh, dan itu benar saja! Aku
malah pergi ke Kota Gede! Sudahlah... Pulang saja...
Paman yang
malang, akhirnya ia hanya bisa menitipkan uang dan oleh-oleh dari ibu kepada
salah satu anak temannya untuk diberikan kepadaku di asrama yang sudah tepar.
Sakit punggung, sakit tangan, sakit kepala, sakit kaki, sakit mata, semuanya!
Pelajaran ketiga
anti nyasar : bacalah google maps dengan baik dan benar, jangan lupa juga baca
alamat plang nama warung makan yang anda lewati. Untuk memastikan anda tidak
nyasar!
4.
Sombong Berakibat
Nyasar
Salah satu
tujuan aku pergi ke Jogja adalah ingin menjadi penulis, karena selama di
Tanjung Palas, kemampuan aku tidak terarah. Karena tidak ada wadah. Salah
seorang penulis remaja yang terpercaya, mengajak untuk nulis bareng bersama
beberapa orang yang juga mau menulis. Yah, penulis ini baik juga mau membagi
ilmunya pada kami.
Singkat cerita,
aku pergi menuju tempat yang telah di tentukan, di STTNAS Yogyakarta di jalan
yang aku udah lupa namanya. Aku membuka google maps, dimana STTNAS itu. Oh,
disini! Oohh tempat yang dulunya mau aku tuju dan akhirnya menghantarkan aku ke
Magelang! Okeh. Paham! Ayo, go!
Selama
perjalanan, aku menikmatinya. Angin yang sejuk, suara klakson mobil yang merdu,
suara decitan rem motor yang senada, teriakkan orang-orang tak sabar yang
berirama dan kerlap kerlipnya lampu lalu lintas yang menguji kesabaran. Ah,
semua yang dulunya membuat aku jengkel, tampak indah hari ini. Aku lalu
berbelok di belokkan yang terakhir menuju STTNAS. Masih dengan senandung yang
sama, aku belok ke kiri dengan adegan slow motion penuh gaya. Entah mengapa aku
menjadi alay.
Aku pun berhenti di STT-Nuklir. Yup! STT-Nuklir sodara-sodara! Aku salah tempat! Ah. Namun, kebodohan belum disadari, aku dengan santai masuk ke kawasan penuh misteri itu.
Aku pun berhenti di STT-Nuklir. Yup! STT-Nuklir sodara-sodara! Aku salah tempat! Ah. Namun, kebodohan belum disadari, aku dengan santai masuk ke kawasan penuh misteri itu.
Dengan gagah
berani aku menghubungi sang penulis dan mengatakan aku sudah sampai. Sang
penulis menjawab untuk segera masuk ke ruangan di lantai 3. Aku pun pergi.
Ketika masuk ke gerbang. Seorang satpam menegur. Dia bertanya ada keperluan apa
sampai datang di hari minggu, sepengetahuannya tidak ada acara kepenulisan. Aku
mulai panik. Aduh! Aku bingung dan galau. Bukankah ini tempatnya??
Satpam yang tak
tega melihat aku kebingungan dan hampir bunuh diri itu bertanya lagi,
mungkinkah yang dimaksud itu STTNAS bukan STT-Nuklir??
Doooooooooooooooongggg
Ah, aku akhirnya
menyadari kebodohanku. Aku lalu tersenyum dan pamit kepada satpam serta tak
lupa mengucapkan terima kasih telah menyampaikan kebodohanku. Aku melesat
menyusuri jalan mencari STTNAS yang sebenarnya. Ketika pada akhirnya aku
menemukan kampus itu, ingin rasanya kumemeluk istri sang penulis sambil mengadu
sulitnya perjalanan. Namun, itu tak mungkin. Karena istrinya tak mau anaknya
nanti akan sepertiku, hehehe...
Pelajaran
keempat anti nyasar : Ketika merasa sudah berada di tempat yang benar, periksa
lagi! Siapa tahu anda sedang tertipu oleh penampilan!
5.
Kampus yang Ajaib Nyasar
Kampus yang aku
sebutkan ini bukan sembarang kampus. Bukan sulap bukan sihir, kampus ini
benar-benar ajaib. Kampus yang dimaksud adalah kampus STEI Hamfara, tempat aku
menuntut ilmu, eh bukan, tempat musrifahku menuntut ilmu. Nah, dari banyaknya
acara, STEI Hamfara sering dijadikan tempat acara itu. Yang mengakibatkan aku
dan teman aku harus pergi kesana.
Pertama kalinya
kami pergi, kami harus memutari dan menyusuri jalan Ringroad Selatan dan
berkali-kali berhenti untuk bertanya kepada orang-orang letak dari kampus itu.
Alhamdulillah sampai juga.
Perjalanan kedua
yang paling keren. Kami masuk ke rute yang berbeda dari jalan biasanya. Aku
juga tidak paham mengapa. Padahal harusnya sama. Dan kebingungan itu menular
kepada temanku juga. Meskipun begitu pada akhirnya kami tetap sampai.
Perjalanan
ketiga, keempat dan seterusnya pun sama. Entah mengapa kami selalu melewati
jalan yang berbeda. Agak kurang paham sih. Secara logika hal ini tidak masuk
akal. Tapi, aku mencoba menerima dengan sedikitnya kewarasan yang tersedia.
Namun pada
akhirnya, saking terlatihnya kemampuan nyasarku, aku dapat pergi ke kampus itu
dalam berbagai rute. Mulai dari rute terpendek, rute terpanjang, rute tersulit,
rute termudah, hingga rute campuran. Huahahaha. Tapi pertanyaan besar masih mengganjal
dalam hati. Kenapa setiap kali pergi dan pulang ke kampus itu aku selalu nyasar
dulu?? Sebenarnya, nyasar ke kampus itu bukan hanya karena aku sendiri, tapi
juga temanku. Kami sering berdebat akan belok kemana hingga pada akhirnya tak
menemukan jalan. Benar-benar menyusahkan. Padahal ketika aku pergi sendiri,
nyasar juga sih. Hehe...
Pelajaran kelima
anti nyasar : jangan lupa bertanya kepada seseorang akan arah tujuan kita, dan
jangan lupa untuk mencari rute lain untuk pergi lagi!
6.
Nyasar Demi Janji
Pernahkah kamu
merasa kesulitan ketika sudah berjanji? Kalau pernah, aku juga. Kalau belum,
cobalah. Dan hal itu memang benar-benar sulit. Aku pernah berjanji pada adik
aku untuk membelikannya jaket Shutoku dari Kuroko no Basket untuk hadiah ulang
tahun plus karena dia dapat juara 3 hapalan surah-surah pendek Al-Qur'an
se-kecamatan. Sebenarnya sih acara wisuda TPA-nya. Lebih lengkap, silahkan
tanya sendiri, aku juga tidak paham, tidak pernah diwisudakan, sih.
Maka dari itu,
aku mulai mencari informasi dimana toko-toko yang menjual jaket anime di Jogja.
Sepengetahuan aku ada banyak, memang kan?? Aku mulai mencari di google maps dan
menemukan tempatnya di jalan yang aku sudah lupa di depan fakultas Teknik UNY.
Okeh, ayo pergi! Berhubung ada salah seorang teman yang juga mau ikut, aku pun
memboncengnya. Mari kita nyasar bersama!! Dan benar saja, sudah berkali-kali
aku mengajaknya berkeliling UNY bahkan hingga ke UGM!!
Melihat aku yang
semakin tidak waras membuatnya melontarkan pertanyaan, apakah aku pernah kesana
atau tahu dimana toko yang dituju. Dengan bangga aku menjawab tidak! Aku bisa
bayangkan betapa malunya ia berteman dengan aku. Hahaha....
Meski begitu,
pada akhirnya kami tiba juga di toko yang dimaksud. Lumayan kecil bagi kami
yang memiliki harapan besar. Namun setelah lama berdiskusi, kami tidak jadi
membeli. Selain karena barang yang dicari tidak ketemu, kami juga merasa tidak
nyaman berada diruangan cukup kecil yang dijaga oleh laki-laki. Yah begitulah.
Aku harus pergi mencari alamat lain. Dan ditemukanlah sebuah tempat yang dapat
dipastikan disitu ada jaket yang aku cari! Hem, Kota Gede, jalan Mondorakan.
Aku buka google maps. Hem hem... Aku mengerti.
Kali ini aku
pergi sendiri karena takut menyasarkan anak orang. Meskipun agak muter-muter,
pada akhirnya aku menemukan toko itu dan berhasil membeli Jaket! Banzai!
Banzai! Tak sia-sia perjuangan aku untuk menghubungi pihak toko untuk memesan
terlebih dahulu. Aku pikir, aku harus lebih mendengarkan suara hati. Karena
ketika mendengarkan suara orang lain yang juga gak tau jalan, itu membuat aku
tersesat lebih jauh. Buktinya aku bisa sampai ke tempat yang di tuju.
Pulang dari
tempat itu, temanku menangis minta dibawa kesana. Ah, sudahlah teman. Pasrahkan
saja semua pada Allah. Nanti saja kita nyasar lagi!
Pelajaran keenam
anti nyasar : ikuti suara hati dan suara google maps, jangan percaya suara
orang yang juga tidak hapal jalan. Karena hal itu membuat anda nyasar kuadrat!
.
.
.
.
.
Okeh, dari
penjelasan diatas apakah teman-teman paham betapa menderitanya aku sebagai
orang yang memiliki keahlian nyasar?? Mungkin aku harus didaulat sebagai adik
Zorro dikemudian hari. Sebenarnya masalah utama yang dihadapi ketika nyasar
adalah malas bertanya. Apakah kamu melihat aku menuliskan bahwa aku pernah
bertanya arah jalan kecuali google maps? Yup. Tepat sekali. Tidak ada! Mungkin
karena sifat aku yang malas bertanya. Bukan malu bertanya loh, soalnya aku gak
punya malu eh maksudnya gak malu untuk bertanya. Hanya malas saja. Aku adalah
salah satu tipe manusia merepotkan yang malas berbicara dengan orang baru.
Meskipun hal itu menyusahkan memang. Tapi mau bagaimana lagi ya. Tak lupa aku
menyarankan kepada teman-teman untuk meluangkan waktunya untuk nyasar. Karena
dengan nyasar, kita bisa menghapal jalan lebih baik. Percayalah! Aku bahkan
punya agenda untuk nyasar, mungkin karena sifat malas bertanya itu tadi.
Hem, pada
akhirnya, kepada teman-teman yang memiliki bakat yang sama dengan aku, silahkan
terapkan tips-tips (yang agak gaje) di atas. Semoga dapat membantu!
#abaikanSaja -_-
Komentar
Posting Komentar