Perbedaan


“Ka, emangnya boleh ya ikut lebaran besok?”
Pertanyaan itu membuatku mengeryitkan kening? Kenapa mereka bisa bertanya hal seperti itu? Aku hanya menjawab sesuai dengan apa yang aku pahami selama ini. Muhamaddiyah dan NU adalah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Terkadang sering berbeda pendapat dalam beberapa hal, biasanya tentang penetapan bulan Ramadhan, bulan Syawal, dan hari raya idul Adha. Padahal hanya perbedaan cabang namun tak jarang menimbulkan permusuhan.
Tentu saja kita tidak bisa menganggap remeh perbedaan. Apalagi perbedaan yang menyangkut ibadah seseorang. Bagaimana jika ada yang berpuasa ketika memang hari itu lebaran dan ada yang merayakan lebaran ketika saat itu harus berpuasa? Galau, kan? Padahal betapa sakralnya hari raya bagi kaum Muslim. Hari persatuan dan hari kekuatan kaum Muslim. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Terkadang menjadi hari perpecahan dan hari saling mengejek kelompok satu dan yang lainnya.
Penentuan awal bulan dalam Islam memiliki 2 metode, yaitu dengan perhitungan kalender ataupun rukyat hilal. Perhitungan kalender adalah perhitungan modern menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sementara, rukyat hilal terbagi lagi menjadi 2, yaitu rukyat hilal lokal dan rukyat hilal global.. Rukyat hilal global adalah melihat hilal dari berbagai sudut pandang dunia, apabila salah satu titik melihat hilal sementara titik lain tidak terlihat (misalnya karena tertutup awan) maka sudah dianggap telah memasuki bulan baru, dan ini berlaku untuk seluruh dunia. Rukyat hilal lokal adalah melihat hilal dari berbagai sudut pandang dengan cangkupan wilayah yang lebih kecil (misalnya suatu negeri), sama seperti rukyat global, jika satu titik terlihat hilal sementara dititik lain belum terlihat, maka sudah dianggap telah memasuki bulan baru, namun hal ini hanya berlaku untuk wilayah negeri yang melakukan rukyat.
Lalu bagaimana dengan cara pandang kedua organisasi itu? Muhamaddiyah menggunakan metode perhitungan kalender sementara NU menggunakan metode rukyat Hilal. Meskipun Rasulullah sangat menganjurkan rukyat Hilal, perhitungan kalender tidak salah juga. Tapi tentu saja ini membuat banyak masyarakat bingung.
Tapi saudaraku, don’t cry don’t be shy, jangan galau atas perbedaan ini. Karena hal seperti ini sudah biasa pada masa Rasulullah dan kekhalifahan. Ketika kita menghadapi pilihan untuk berhari raya, maka ikuti dalil yang menurut kita kuat. Jangan hanya ikut-ikutan tanpa tahu dalilnya. Jadilah pengikut yang cerdas, mengetahui dengan jelas mengapa menjadi pengikut.
Ah, tetap saja, meskipun perbedaan itu indah, tapi bersatu lebih indah lagi. Karena itu kita membutuhkan sesuatu untuk menyatukan kita. Sesuatu yang besar sehingga membuat kita terikat satu sama dengan yang lainnya. Yang bukan hanya menyatukan hari raya, namun menyatukan perasaan dan pemikiran kita. Dan satu-satunya yang mampu menyatukan umat muslim adalah Khilafah!
Karena kita memiliki satu Pencipta, satu Nabi, dan satu kitab suci. Lalu mengapa kita takut untuk berada di satu bendera yang sama? Bendera yang bertuliskan kalimat syhadat? Kalimat yang menggetarkan musuh-musuh Allah ketika ia berkibar?

Wallahu a’lam bi ash shawab

Komentar