Aku mempercayainya!
.
.
.
Aku sendiri bingung dengan apa
yang dimaksud keajaiban. Mungkinkah sesuatu yang tidak pernah kita rasakan
sebelumnya? Mungkinkah sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya?
Keajaiban itu seperti apa? Namun, tampaknya aku mulai mengerti apa yang
dimaksud dengan keajaiban. Keajaiban itu ketika aku bertemu denganmu.
.
.
.
Apa hanya itu? Entahlah. Kurasa
keajaiban bukan hanya karena aku bertemu denganmu. Keajaiban adalah ketika aku
terus menerus bertemu denganmu dan tanpa terasa aku sudah selalu bersamamu.
Keajaiban bukan? Suatu ikatan yang membuat kita bersama. Bagiku, itu adalah
suatu keajaiban. Ikatan yang aku dan mungkin dirimu tidak dapat melihat dimana
ujungnya dan dimana ia mengaitkan diri. Mengapa kita terikat? Mengapa ikatan
itu ada? Bagiku, itu adalah keajaiban.
.
.
.
Ikatan seperti itu, tanpa terasa
kita sudah terikat. Bukankah suatu keajaiban ketika kita bertemu dan akhirnya
merasa terikat satu sama lain? Dari tempat yang tidak pernah kita bayangkan,
dari waktu yang tidak pernah kita pikirkan dan dari apa yang tidak pernah kita
ketahui sebelumnya, kita bertemu. Mungkin seperti itulah suatu ikatan itu ada.
Karena kita tidak pernah menyadari ikatan itu ternyata telah mengikat kita.
Menakjubkan bukan? Bagiku, itu adalah keajaiban.
.
.
.
Lalu, pernahkah kau mendengar?
Ketika 2 orang saling berteriak meskipun mereka dalam jarak yang dekat, saling
mengeluarkan kata amarah, saat itu hati mereka jauh. Sangat jauh, sampai-sampai
jarak yang ada dipandangan bukanlah jarak yang sebenarnya. Aku harap kita tidak
pernah seperti itu. Namun kurasa, begitulah suatu ikatan, tanpa sadar, kita
pernah melakukannya. Tapi kuharap, kau tidak sekalipun melepas simpulnya.
Biarkan ia terikat dalam hatimu. Jangan dilepas dan jangan diputuskan.
.
.
.
Anehnya, terkadang ketika hati
kita saling diserang penyakit, ikatan itu tetap ada. Entah itu ikatan yang sama
seperti dulu atau ikatan baru yang berubah menjadi ikatan penuh duri. Namun itu
tetaplah ikatan, bukan? Namun aku tidak suka dengan ikatan ini. Ikatan ini
membuat hatiku sakit, tergores dan luka. Ikatan ini harus dibersihkan sebelum
ia bernanah. Karena aku benar-benar tidak sanggup dengan ikatan yang
menyebalkan ini. Ikatan, ikatan, ikatan. Apapun itu, ia tetaplah ikatan. Namun aku
tidak suka dengan yang satu ini.
.
.
.
Suatu ketika, mungkin kita telah
membersihkan ikatan dari duri. Memulai dari awal, sulit katamu. Aku rasa tak
perlu. Tak sulit. Tak perlu untuk memulai dari awal. Apa kau tahu, ikatan
diantara kita sudah ada, mengapa harus dimulai dari awal? Kurasa, itu adalah
tindakan bodoh. Kita tinggal mengikuti ikatan itu tadi.
.
.
.
Hei, apa kau masih mendengarku?
Tolong dengarkan lagi. Aku harap, ikatan ini tidak lumutan ataupun karatan.
Karena itu, jaga dengan baik. Aku takut karena karat itu akan menghancurkannya.
Aku takut karena lumut itu akan melapukkannya. Maka, seringlah perhatikan
ikatan itu, oke?
.
.
.
Jangan telalu kencang menariknya,
karena ia akan putus. Jangan pula mengendurkannya, karena seperti yang tadi
kukatakan, nanti ia akan karatan ataupun berlumut. Karena itu adalah bagian
dari dirimu juga. Ikatan keajaiban itu.
.
.
.
Ikatan seperti itu, entah sejak
kapan ia ada. Entah sejak kapan ia mengikat kita. Dan entah sejak kapan! Itulah
keajaiban. Sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan. Sesuatu yang tidak pernah
kita pikirkan. Dan seuatu yang tidak pernah kita ketahui. Ikatan seperti itu.
Aku ingin kau dan aku bisa menjaganya bersama
.
.
.
Aku mempercayai keajaiban seperti
itu
Apa kau juga mempercayainya?
terinspirasi dari nasihat Muawiyah ibnu Sufyan
Komentar
Posting Komentar